EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN SWASEMBADA PANGAN
Nama Kelompok Tegar Bimantoro Eka Prasetya Indah Fitriani M.Rifky Ramadhan Lillah Wangsa
Swasembada Pangan Swasembada secara konseptual dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, segi subsistem, yaitu penghasilan dan jerih payah seseorang hanya cukup untuk makan saja, bahkan tidak cukup pula untuk itu. Kedua, segi ketidakmerataan yang melihat dari posisi relatif dari setiap golongan menurut penghasilannya terhadap posisi golongan lain. Ketiga, segi eksternal yang mencerminkan konsekuensi sosial dari kemiskinan terhadap masyarakat di sekelilingnya, yaitu bahwa kemiskinan yang berlarut-larut mengakibatkan dampak sosial yang tidak ada habisnya. pada era pemerintahan jokowi-jk swasembada di camtumkan dalam salah satu kebijakan pada lima tahun kedepan. Swasembada pangan diartikan adalah berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan dengan bermacam macam kegiatan yang dapat menhasilkan kebutuhan yang sesuai/perlukan masarkat khususnya indonesia.
Permasalahan dalam Swasembada Pangan Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang lemah. Bila dilihat dari jenisnya kebijakan harga pangan merupakan kebijakan dari pertanian yang bersifat publik dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani khususnya dan seluruh masyarakat Indonesia umumnya karena pembangunan pertanian merupakan pmbangunan integral dari pembangunan nasional, maka perubahan di sektor pertanian akan mempengaruhi sektor non pertanian dan sebaliknya. Upaya-upaya untuk membangun sektor pertanian perlu dukungan dari sektor non pertanian, sebagai contoh kebijakan harga dasar gabah akan tidak efektif jika tidak diikuti oleh tarif kebijakan impor beras yang optimal dan pengendalian penyelundupan beras. Lalu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta seluruh pihak yang terkait malah cenderung memandang sebelah mata sektor pertanian tanaman pangan. Fakta paling gamblang tentang itu: lahan pesawahan – termasuk yang beririgasi teknis – terus menyusut secara signifikan akibat tergusur aneka kepentingan nonpertanian, terutama permukiman dan industri.
Di lain pihak, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam terus berupaya keras meningkatkan produksi beras secara intensif. Upaya mereka sungguh tak mengenal lelah, termasuk mengembangkan dan menerapkan inovasi pertanian. Target mereka bukan lagi sekadar mencapai swasembada, melainkan tampil menjadi negara produsen beras terbesar di dunia. Dalam konteks seperti itu pula, Thailand dan Vietnam sering tampil menjadi “penyelamat” bagi Indonesia ketika persediaan beras di dalam negeri menyusut. Bagi Indonesia, Thailand dan Vietnam kini menjadi sumber andalan bagi impor beras. Tapi celakanya, impor beras kini terkesan bukan lagi sekadar alternatif sementara. Impor beras seolah sudah menjadi andalan untuk mengamankan kebutuhan nasional. Di tengah produksi beras di dalam negeri yang cenderung stagnan atau bahkan terus menurun, sementara kebutuhan konsumsi mencatat grafik yang kian menanjak, pemerintah tidak cepat untuk bertindak habis-habisan menggerakkan upaya peningkatan produksi beras nasional. Pemerintah terkesan lebih merasa aman dan nyaman mengandalkan impor.
Upaya untuk mencapai Swasembada Pangan Upaya untuk mencapai swasembada pangan adalah dengan cara mengatasi permasalahan yang membuat Indonesia sulit berswasembada pangan, yaitu dengan melakukan upaya upaya seperti berikut: 1. Berhenti Mengimpor 2. Memperbaiki infrastruktur pendukung 3. Harga BBM yang terjangkau 4. Lahan yang memadai 5. Tenaga kerja yang memadai Memang sulit untuk mewujudkan upaya upaya tersebut tapi jika upaya tersebut tercapai Indonesia diyakini bisa mencapai swasembada pangan.
Hambatan Dalam Program Swasembada pangan Swasembada pangan terkendala pada keterbatsan lahan, swasembada pangan berkelanjutan pemerintah telah menetapkan peningkatan produksi. Untuk jagung 10 persen per tahun, kedelai 20 persen, daging sapi 7,93 persen, gula 17,56 persen dan beras 3,2 persen per tahun. Kondisi ini, menjadikan satu lahan pertanian terpaksa untuk menanam berbagai komoditas tanaman pangan secara bergantian. Akibatnya, Indonesia selalu menghadapi persoalan dilematis dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman.Jika menggenjot produksi kedelai, produksi jagung akan turun. Sebab, lahan diambil kedelai. Juga sebaliknya, karena kedua komoditas ini ditanam saling menggantikan.
Selain keterbatasan lahan, kendala lain yang dihadapi mencapai swasembada pangan masih tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian.Saat ini, konversi lahan pertanian mencapai 100.000 ha per tahun, sedang kemampuan pemerintah menciptakan lahan baru maksimal 30.000 ha. Hingga setiap tahun justru terjadi pengurangan luas lahan pertanian. Sementara perubahan yang mengakibatkan cuaca tidak menentu dan keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis itu.
Permasalahan yang terkait swasembada pangan saat ini Tidak bosan Impor Buruknya Infrastruktur pendukung Kenaikan Harga BBM Lahan Minim Kurangnya Tenaga Kerja
Program Swasembada Pangan pada masa SBY Presiden SBY adalah seorang doktor pertanian yang pernah menulis tesis tentang revitalisasi pertanian dengan beberapa kesimpulan, di antaranya: 1) Untuk membangun kembali pertanian maka intervensi asing semacam IMF dan World Bank harus dinetralisasikan dari bidang pertanian. (2) Pemerintah perlu mengorientasikan kebijakan fiskalnya untuk mendukung sektor pertanian. (3) Pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pertanian yang berorientasi kepentingan petani dengan penerapan penuh sistem pertanian berkelanjutan. Namun sayangnya keyakinan atau ide cerdas SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan diimplementasikan.
Kebijakan pemerintahan SBY saat itu tidak mendukung berkembangnya sektor pertanian dalam negeri. Antara lain, Indonesia telah mengarah ke negara industri, padahal kemampuanya masih di bidang agraris. Misalnya, kedudukan Pulau Jawa sebagai sentra penghasil padi semakin kehilangan potensi karena industrialisasi dan pembangunan perumahan. Konversi tata guna lahan ini merupakan salah satu pemicu merosotnya pertanian Indonesia yang menjadi sumber penghidupan 49 persen warga negara. Ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, di antaranya : Dari segi sarana dan prasarana, dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut. Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan negara. Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para elite politik membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.
Program Swasembada Pangan di era Joko Widodo untuk mencapai swasembada, lahan untuk pertanian dan perkebunan harus siap dan disiapkan. Jadi kebijakan yang dimaksud termasuk juga untuk tidak mengkonversi lahan-lahan produktif menjadi pemukiman atau pertambangan. soal pendampingan petani. Para petani harus diberikan edukasi dan pendampingan sehingga produksi bisa maksimal dengan biaya yang tidak mahal. soal infrastruktur perkebunan dan pertanian seperti bendungan dan irigasi. Jika belum ada harus diadakan, jika sudah rusak lalu diperbaiki. Hal ini penting untuk mencegah gagal panen akibat musim kemarau. kualitas air. Bagaimana mau mendapatkan produk yang berkualitas dengan kuantitas yang maksimal jika air yang digunakan untuk pertanian sudah tercemar oleh limbah. soal pasca produksi. Menurut Jokowi mekanisme pasar belum berpihak kepada petani kita. Dengan rantai perdagangan yang tidak jelimet tentu akan memberikan keuntungan besar buat petani.
Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan stabilitas harga. Oleh sebab itu pemantapan swasembada beras merupakan salah satu fokus dalan terwujudnya ketahanan pangan. Hal ini dalam rangka mewujudkan Visi, Misi dan Tujuan dari Kementrian Pertanian yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/Permentan/Rc.110/1/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014. Adapun kebijakan Kementrian Pertanian yang terkait penetapan target pelaksanaan swasembada beras sebagai penunjang terwujudnya swasembada beras adalah:
Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis iptek dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan. Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi
KESIMPULAN Swasembada pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan yang dimilki dan pengetauhan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut terutama di bidang kebutuhan pangan. Dari pengertian tersebut Indonesia bisa dikatakan belum mencapai swasembada pangan karena Indonesia salah satunya masih mengimpor dari luar untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Dan upaya untuk mewujudkan swasembada pangan Indonesia antara lain seperti: 1. Berhenti mengimpor, 2. Memperbaiki infrastruktur pendukung, 3. Harga bbm yang terjangkau, 4. Lahan yang memadai dan yang ke 5. Tenaga kerja yang memadai.
Terima kasih