PERKAWINAN HUKUM ADAT 1 ASALAMUALAIKUM WR WB
KELOMPOK 1 SODIKIN 15380001 FAROUQ AL HAFIDZ CUCU DIAN ISKANDAR
PERKAWIANAN Menurut UU No 1 Tahun 1974 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Di adat, perkawinan tidak hanya masalah untuk kedua mempelai amun juga berhubunga denga arwah nenek moyang kedua mempelai
Pendapat tokoh A.Van Genep (Perancis) mengatakan semua upacara-upacara perkawinan “rites de passage” yaitu upacara-upacara peralihan perubahan status dari kedua mempelai. Setelah melalui upacara-upacara itu kedua belah pihak menjadi hidup bersatu dalam suatu kehidupan bersama suami isteri. Rites de passage terdiri dari tiga stadia , yaitu : 1. Rites de separation, yaitu upacara perpisahan dari status semula. 2. Rites de marge, yaitu upacara perjalanan ke status yang baru. 3. Rites de aggregation, yaitu upacara penerimaan dalam status yang baru.
Tujuan perkawinan Tujuan Perkawinan : Tujuan pokok dari perkawinan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan, untuk kebahagiaan rumah tangga, keluarga dan untuk memperoleh nilai-nilai adapt serta kedamaian dan mempertahankan kewarisan.
pertunangan Pertunangan adalah suatu persetujuan antara pihak keluarga laki-laki dengan keluarga pihak wanita sebelum dilangsungkan suatu perkawinan. - adanya lamaran/ meminang yang biasanya dilakukan oleh utusan dari pihak laki-laki. - Adanya tanda pengikat yang kelihatan, seperti peningset (Jawa), panyangcang (Sunda), biasanya dengan pertukaran cincin. Alasan pertunangan biasanya adalah : 1. untuk menjamin perkawinan 2. untuk membatasi pergaulan bebas 3. memberi kesempatan untuk saling mengenal
Stadium pertunangan ini timbul setelah adanya persetujuan antara kedua belah pihak calon pengantin untuk selanjutnya melangsungkan perkawinan. Dan persetujuan ini dicapai oleh kedua belah pihak setelah terlebih dahulu melakukan LAMARAN yaitu suatu permintaan atau pertimbangan yang dikemukakan yang biasanya oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pertunangan baru mengikat apabila pihak laki-laki (yang meminang) sudah memberikan kepada pihak perempuan (yang dipinang) suatu tanda pengikat yang kelihatan. Dalam hal ini Nampak juga masuknya pengaruh budaya barat (Eropa) (Belanda) dimana peresmian pertunangan itu disertai acara TUKAR CINCIN walaupun menurut adat hal ini tidak membawa akibat hokum bagi hokum adat itu sendiri, jadi walaupun pertunangan dilakukan tidak dengan TUKAR CINCIN akan tetapi pertunangan tetap sah dan mengikat apabila pihak yang dilamar telah menerima tanda pengikat dari pihak yang melamar. Di beberapa daerah biasanya tanda lamaran itu dapat berupa, antara lain: Sirih pinang Sejumlah uang (mas kawin, uang adat) Makan matang (wajit, dodol, rengginang, dan lain-lain) Bahan pakan Perhiasan
Latar Belakang Dilangsungkannya Pernikahan Dasar alasan melaksanakan pertunangan ini tidak sama di setiap daerah atau golongan masyarakat adat, akan tetapi lazimnya adalah: Karena ingin menjamin perkawinan yang dikehendaki itu dapat sudah dilangsungkan dalam waktu dekat. Khususnya daerah-daerah yang ada pergaulan sangat bebas, sekedar untuk membatasi pergaulan kedua belah pihak yang telah diikat khususnya perempuan dengan pihak ketiga atau lebih tegas lagi dengan pria yang lain. Member kesempatan kepada kedua belah pihak untuk saling mengenal sehingga mereka kelak sebagai suami istri dapat diharapkan menjadi pasangan harmonis.
Batalnya Pertunangan Pertunangan ini masih memungkinkan untuk batal, dalam hal: Kalau memang kehendak kedua belah pihak yang baru timbul setelah dilangsungkannya pertunangan. Kalau salah satu pihak tidak menepati janjinya (maka tanda pertunangan harus dikembalikan sejumlah atau berlipat ganda dari pada yang diterima).
Daerah Yang Mengenal Kawin Lari Bali dan Lampung Kalimantan Lampung