بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA
Advertisements

MEMBUAT MEDIA PENGAJARAN
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
REFORMASI DI INDONESIA
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
KOPERASI.
Perkembangan Ekonomi Indonesia
LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)
Bentuk Usaha Bukan Badan Hukum
PKB Dalam Hukum Indonesia
Mogok dan Lock Out (Penutupan Perusahaan)
Hak atas Kebebasan Pribadi
Dosen Pengampu : diana ma’rifah
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
KETENTUAN TENTANG POLITIK UANG dalam UU No. 10 Tahun 2016
BAB 1 Pembelaan Negara A. Negara B. Pentingnya Usaha Pembelaan Negara
WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK OUT
PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002
Konsep dasar Politik dan pemerintahan
PERLINDUNGAN KONSUMEN
OLEH: ULYA FUHAIDAH, S.HUM, MSI
DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA
PEMILIHAN UMUM Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Budaya
INSTRUMEN HAM INDONESIA
PEMILIHAN UMUM.
DINAMIKA PENGELOLAAN KEKUASAAN NEGARA
Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Eko Sakapurnama.
Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional
PELAKU KEGIATAN EKONOMI DI INDONESIA
Perlindungan Hak Berserikat dan Berorganisasi
SISTEM PEMERINTAHAN Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari
Asas, Fungsi dan Tujuan Bank
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
PENYIDIKAN.
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
SUMBER HUKUM PERBURUHAN
Materi Ke-11: SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) / III
PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM RELASI HUKUM DAN KEKUASAAN SERTA DALAM MENGHADAPI ISU-ISU GLOBAL Kelompok 10 Anesta Ebri Dewanty
PEMINDAHAN HAK DENGAN LELANG
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN INDONESIA
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
ORDE BARU Lahirnya Orde Baru a. Peristiwa G-30-S /PKI 1965
REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI WUJUD PELAKSANAAN GOOD GOVERMENT
Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Eko Sakapurnama.
Pelaksanaan Pemilu Di Indonesia
Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (I)
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
KELAS XII IPA - SEMESTER 1
INSTRUMEN HAM INDONESIA
KELOMPOK 2 SUB BAB Masa Demokrasi Liberal (08)
Bab 1 Karakteristik Koperasi
MASA AKHIR ORDE BARU.
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
Militer dan Budaya Politik Indonesia
Hak dan Kewajiban Warga Negara
MOGOK KERJA DAN LOCK OUT PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Materi Ke-11: SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) / III
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial.
SJSN & BPJS Peluang atau Tantangan
STANDAR KOMPETENSI : 1. Menganalisis proses berakhirnya pemerintah Orde Baru dan terjadinya Reformasi   KOMPETENSI DASAR : 1.2 Menganalisis proses berakhirnya.
Masyarakat Indonesia Setelah Reformasi 1998
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah 6 Maret 2019
EKONOMI POLITIK ORDE LAMA M. Husni Mubaraq, S.Sos.I, MAP Oleh : 18 Agustus 1945 – 11 Maret 1967.
1 Daftar Riwayat Hidup Pertemuan 1. 2 DINAMIKA UUD 1945 Pertemuan 1.
Transcript presentasi:

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

HUKUM KETENAGAKERJAAN IRA ALIA MAERANI, S.H.,M.H. FAKULTAS HUKUM UNISSULA

HP/WA : 081.901.453.309 BLOG: http://iraaliamaaerani@wordpress.com Email: ira.alia@unissula.ac.id iraaliamaerani@yahoo.co.id

POKOK BAHASAN UTS PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN ASAS HUKUM KETENAGAKERJAAN SEJARAH & POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (BPJS KETENAGAKERJAAN DAN BPJS KESEHATAN)

POKOK BAHASAN UAS 5. PERJANJIAN KERJA 6. HUBUNGAN INDUSTRIAL 7. SERIKAT PEKERJA 8. UPAH 9. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

POKOK BAHASAN 1 PENGERTIAN HK. KETENAGAKERJAAN

DASAR HUKUM UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENGERTIAN KETENAGAKERJAAN = segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. TENAGA KERJA = setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

PEKERJA/BURUH = setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

TENAGA KERJA MELIPUTI: PNS PEKERJA FORMAL PEKERJA INFORMAL PENGANGGURAN * PENGERTIAN TENAGA KERJA ADALAH LEBIH LUAS DARI PADA PEKERJA/BURUH

PEGAWAI PEKERJA/BURUH PEKERJA INFORMAL DAN PENGANGGURAN TENAGA KERJA

PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGERTIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN ADALAH HUKUM YANG MENGATUR TENTANG TENAGA KERJA.

PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN DULU, DISEBUT DENGAN HUKUM PERBURUHAN = HUKUM YANG MENGATUR HUBUNGAN ANTARA BURUH DENGAN MAJIKAN (menurut Molenaar, Mr. MG Levenbach, Iman Soepomo)

UNSUR HUKUM PERBURUHAN ADANYA PERATURAN BEKERJA PADA ORANG LAIN UPAH

Kedudukan Buruh dan Majikan di Dalam Hubungan Kerja Secara yuridis = sama Secara sosiologis = tidak sama, majikan lebih tinggi daripada buruh

RUANG LINGKUP HUKUM KETENAGAKERJAAN HUKUM KETENAGAKERJAAN: - HUKUM KEPEGAWAIAN - HUKUM PERBURUHAN

ASAS HUKUM KETENAGAKERJAAN POKOK BAHASAN 2 ASAS HUKUM KETENAGAKERJAAN

ASAS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN Berlandaskan: Pancasila dan UUD 1945 (Ps. 2 UU no. 13 Tahun 2003) Asas: KETERPADUAN MELALUI KOORDINASI FUNGSIONAL LINTAS SEKTORAL PUSAT DAN DAERAH (Ps. 3 UU no. 13 Tahun 2003)

ASAS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN Pada dasarnya sesuai dg asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan terkait dg berbagai pihak, yaitu: Pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung (Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaaan Berdasarkan UU 13/2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 6-7)

TUJUAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN: (Ps. 4) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dg kebutuhan pembangunan nasional dan daerah Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Perlindungan Hukum bagi Pekerja meliputi 5 bidang: (Iman Soepomo) Bidang pengerahan/penempatan tenaga kerja Bidang hubungan kerja Bidang kesehatan kerja Bidang keamanan kerja Bidang jaminan sosial buruh

Ad.1 Bidang Pengerahan/Penempatan Tenaga Kerja Adalah perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh pekerja sebelum ia menjalani hubungan kerja disebut masa pra penempatan atau pengerahan.

Ad. 2 Bidang Hubungan Kerja Yaitu masa yang dibutuhkan oleh pekerja sejak ia mengadakan hubungan kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja itu didahului oleh perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu ttt atau tanpa batas waktu yang disebut dg pekerja tetap.

Ad. 3 Bidang Kesehatan Kerja Adalah selama menjalani hubungan kerja yang merupakan hubungan hukum, pekerja harus mendapat jaminan atas kesehatanannya.

Ad. 4 Bidang Keamanan Kerja Adalah adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja.

Ad. 5 Bidang Jaminan Sosial Buruh Telah diundangkan UU No. 3 Tahun 1992 ttg Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sekarang: BPJS (TUGAS: MENGKAJI UU ttg BPJS ditinjau dari kompensasi ataupun batas maksimal upah yang diakui untuk pembayaran premi jaminan sosial BANDINGKAN dengan UU JAMSOSTEK)

Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan HUKUM PERDATA : Hukum Perikatan Hubungan Kerja Perjanjian Kerja Pengusaha Pekerja

Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan HUKUM ADMINISTRASI PEMERINTAH Peranan PEMERINTAH dalam rangka menjalankan fungsi: Pembuatan peraturan atau pemberian izin (bestuur) Bagaimana negara melakukan pencegahan thd sesuatu yg dapat terjadi (politie) Bagaimana upaya hukumnya (rechtspraak)

Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan HUKUM PIDANA SANKSI Berkaitan dengan: Asas legalitas Asas kesalahan

KESIMPULAN Pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah lebih luas daripada Hukum Perburuhan. Ketenagakerjaan meliputi: pegawai, pekerja formal, dan pekerja informal, pengangguran. Perlu diadakan reformasi hukum di dalam peraturan per-UU-an yg berkaitan dg akibat penggunaan istilah ketenagakerjaan yg mrpk legal concept.

TUGAS Jelaskan perbedaan pengertian antara hukum ketenagakerjaan dan hukum perburuhan? Bagaimana kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam tata hukum Indonesia? Carilah artikel yang berkaitan dg kedudukan buruh dalam praktek di masyarakat!

SEJARAH & politik HUKUM KETENAGAKERJAAN POKOK BAHASAN 3 SEJARAH & politik HUKUM KETENAGAKERJAAN

SEJARAH HUKUM KETENAGAKERJAAN DIBAGI 3 MASA: Sebelum Proklamasi: masa perbudakan, masa penjajahan Hindia Belanda, masa Pendudukan Jepang Pasca Proklamasi: masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto Pasca Reformasi: masa BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY

Ad 1. Sebelum Proklamasi Masa Perbudakan Dikenal ada 2 lembaga: (Iman Soepomo) Lembaga perhambaan (pandelingschap): apabila ada hubungan pinjam meminjam uang atau apabila terjadi perjanjian utang piutang. Orang yang berutang sampai saat jatuh tempo pelunasan belum bisa membayar utangnya, pd saat itu debitur menyerahkan dirinya atau orla kpd kreditor, sbg jaminan dan sebatas bunga dari utang. Bukan utk membayar utangnya.

2. Lembaga Peruluran (horigheid, perkhorigheid) Setelah Jan Pieterszoon Coen (1621) menguasai Pulau Banda. Semua orang yg ada di pulau itu dibunuh atau diangkut ke LN sbg budak. Selanjutnya tanah-2 kosong dibagikan kpd bekas pegawai kompeni atau orang lain. kepemilikan hanya terbatas pd saat orang itu tinggal di kebun itu dan wajib tanam. Hasil tanam wajib dijual kpd kompeni dg harga yang ditentukan oleh kompeni. Wajib tanam ini mjd bagian dari cultuurstelsel dan berlangsung hingga tahun 1863

Pada zaman perbudakan, orang yang melakukan pekerjaan di bawah pimpinan orang lain,yaitu para budak tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya tidak ada, yang mereka miliki hanya kewajiban melakukan pekerjaan, kewajiban menuruti segala perintah, menuruti segala petunjuk dan aturan dari pihak pemilik budak. Pemilik budak ini adalah salah satunya pihak dalam hubungan antara pekerja dan pemberi pekerjaan, yang mempunyai segala hak : a.       hak meminta pekerjaan b.      hak mengatur pekerjaan c.       hak memberi perintah, dan hak lainnya

Ciri yang menonjol adalah buruh/tenaga kerja tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga ditentukan oleh tuannya. Yang dipunyai hanya kewajiban bekerja dan mengikuti perintah dan petunjuk tuannya. Yang sangat menyedihkan pada saat itu adalah belum ada peraturan dari pemerintah yang menetapkan bahwa pemeliharaan budak menjadi kewajiban pemiliknya.

Ad 2. Sebelum Proklamasi Masa Penjajahan Inggris & Belanda Masa ini sebenarnya tidak untuk seluruh wilayah Indonesia karena pada saat ini masih ada wilayah kekuasaan raja di daerah yang mempunyai kedaulatan penuh atas daerahnya. Pada masa ini meliputi: masa pendudukan Inggris masa kerja rodi masa poenale sanctie.

MASA PENDUDUKAN INGGRIS: Tahun 1811-1816, saat pendudukan Inggris di bawah Thomas Stamford Raffles, ia mendirikan The Java Benevolent Institution yang bertujuan menghapus perbudakan. Cita-cita itu belum sampai terlaksana karena kemudian Inggris ditarik mundur.

MASA KERJA RODI (BELANDA): Kerja rodi atau kerja paksa dilakukan oleh Hindia Belanda mengingat untuk melancarkan usahanya dalam mengeruk keuntungan rempah-rempah dan perkebunan. Untuk kepentingan politik imperalismenya, pembangunan sarana dan prasarana dilakukan dengan rodi.

Contohnya : Hendrik Willem Deandels (1807-1811) menerapkan kerja paksa untuk pembangunan jalan dari Anyer ke Panarukan (Banyuwangi).

Setelah Indonesia dikembalikan pada Nederlands, kerja rodi bahkan makin diperhebat dan digolongkan menjadi beberapa kelompok yakni : a. Rodi Gubernemen : budak yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda tanpa bayaran.

b. Rodi perorangan : bekerja pada pembesar-pembesar Belanda / Raja-raja di Indonesia. c. Rodi Desa untuk pekerjaan di Desa Proses hapusnya rodi ini memakan waktu yang lama dan pada Tahun 1938, kerja rodi baru dapat dihapuskan.

MASA POENALE SANCTIE Menurut Jan Breman poenal sanctie diterapkan dengan penerapan Koeli ordonantie serta agrarisch wet dalam melakukan hubungan kerja antara buruh yang bekerja di tanah pertanian dan perkebunan. Politik hukum ketenagakerjaan berkaitan erat dengan politik hukum agraria, mengingat banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di tanah pertanian.

Poenal sanctie itu bertujuan untuk mengikat buruh supaya tidak melarikan diri setelah melakukan kontrak kerja. Kontrak kerja saat itu dapat dikatakan semu karena setelah tanda tangan apabila buruh diperlakukan sewenang-wenang tidak dapat mengakhiri hubungan kerja.

Berdasarkan laporan Rhemrev, di luar poenal sancti, masih ada pukulan dan tendangan sesuai kehendak majikan kulit putih guna menanamkan disiplin kepada buruh kulit berwarna.

Mencambuk kuli kontrak yang membangkang kadang-kadang sampai mati atau mengikat kuli perempuan di bungalo tuan kebun dan menggosok kemaluannya dengan lada yang ditumbuk halus. Perlakuan ini tidak hanya terdapat di Deli.

Sehubungan dengan rodi ini ada suatu konvensi ILO yang perlu mendapat perhatian kita, konvensi Nomor 29 yang telah diratifikasi oleh pemerintahan Hindia Belanda, dengan S. 1933 Nomor 261. Pada intinya konvensi tersebut berisikan:

a.       Mewajibkan setiap negara anggota ILO, untuk menghapuskan Rodi secepat mungkin, b.      Pemerintah tidak boleh mengizinkan adanya rodi untuk kepentingan perorangan, perusahaan/perkumpulan,

c.  Hanya orang laki-laki yang sehat dan berumur antara 18-45 tahun yang boleh dikenakan wajib Rodi, kecuali terhadap guru murid-murid sekolah dan pejabat pemerintah pada umumnya, d. Harus dilakukan segala macam tindakan untuk menjaga kesehatan pekerja Rodi.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan konvensi ILO seperti tersebut maka Rodi ini di Hindia Belanda secara formal dihapuskan mulai tanggal 1 Pebruari 1938.

Pada Masa Penjajahan Jepang

Latar belakang terjadinya Romusha. Romusha ("rōmusha": "buruh", "pekerja") adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Romusha adalah sebuah kata Jepang yang berarti semacam “serdadu kerja”, yang secara harfiah diartikan sebagai seorang pekerja yang melakukan pekerjaan sebagai buruh kasar.

Tujuan Jepang melakukan tanam paksa atau Romusha yaitu, untuk persiapan perang Asia Timur Raya serta memenuhi kebutuhan tentara Jepang, untuk lebih jelasnya lagi akan di bahas sebagai berikut: Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan itu bersifat sukarela dan pengerahan tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan karena orang masih terpengaruh oleh propaganda “untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya”.

Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang sebanyak-benyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara seperti Birma, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Serawak.

Jumlah orang-orang yang menjadi romusha diperkirakan mencapai 4-10 juta orang. Tenaga romusha diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui program Kinrohosi/kerjabakti. Pada awalnya mereka melakukannya dengan sukarela, lambat laun karena terdesak perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerahan (Romukyokai) yang ada di setiap desa.

Waktu itu setiap kepala keluarga diwajibkan menyerahkan seorang anak lelakinya untuk berangkat menjadi romusha. Namun bagi golongan masyarakat kaya seperti pedagang, pejabat, orang-orang Cina dapat menyogok pejabat pelaksana pengerahan tenaga atau dengan membayar kawan sekampung yang miskin untuk menggantikannya sehingga terhindar dari kewajiban untuk menjadi romusha.

Pemerintah Jepang terus melancarkan kampanye pengerahan romusha yang diberi sebutan "perajurit ekonomi " atau ” pahlawan kerja " yang digambarkannya sebagai orang yang sedang menjalani tugas suci guna memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada waktu itu pemerintah berhasil mengerahkan romusha keluar Jawa sebanyak 300.000 orang, sedangkan sekitar 70.000 orang dalam keadaan yang menyedihkan.

Kekejaman Romusha

Pada pertengahan tahun 1943, para romusa semakin di eksploitasi oleh Jepang. Karena kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, Romusa romusa ini digunakan sebagai tenaga swasembada untuk mendukung perang secara langsung. Karena disetiap angkatan perang Jepang membutuhkan tenaga tenaga kerja paksa ini untuk mengefisiensikan biaya perang Jepang. Pada situasi seperti ini, permintaan terhadap romusa semakin tak terkendali.

Ratusan ribu tenaga kerja romusha dikerahkan dari pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan tidak manusiawi sehingga banyak yang menolak jadi romusha. Dan, Jepang pun menggunakan cara paksa: setiap kepala daerah harus menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah mereka dipaksa jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara lainnya. Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan belukar, hidup dalam serba kekurangan dan di tengah ancaman bayonet. Sampai kini masih banyak eks romusha korban PD II mengajukan klaim agar Jepang membayar konpensasi gaji mereka yang tidak dibayar selama jadi romusha.

Jika kita melihat angka tahunnya, proyek romusa di Indonesia berjalan dalam tempo dua tahun. Bukanlah waktu yang pendek untuk menghasilkan penderitaan dan kematian sebagaimana yang terungkap dalam data di atas. Barulah pada tahun 1945, Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, serta mengakhiri proyek dan impian kolonialisasi Jepang.

Hanya di awal pendudukan, Jepang bersikap baik Hanya di awal pendudukan, Jepang bersikap baik. Setelah itu mereka sangat kejam. Makanan, pakaian, barang, dan obat-obatan menghilang dari pasaran. Karena sulit pakaian, banyak rakyat memakai celana terbuat dari karung goni. Sedangkan wanita menggunakan kain dari karet yang panas menempel di tubuh. Hanya orang berada yang memiliki baju seadanya. Yang paling menyedihkan, rakyat sulit mendapat obat-obatan. Termasuk di rumah-rumah sakit. Mereka yang menderita koreng dan jumlahnya banyak sekali, sulit mendapatkan salep. Terpaksa uang gobengan di gecek dan ditemplok ke tempat yang sakit sebagai ganti perban.

Sepeda kala itu bannya terbuat dari karet, atau ‘ban mati’ Sepeda kala itu bannya terbuat dari karet, atau ‘ban mati’. Di sekolah-sekolah buku tulis terbuat dari kertas merang. Potlot dari arang, hingga sulit sekali menulis. Masa itu, banyak orang berebut makanan bekas di bak-bak sampah. Bila ada mayat di jalan tidak lagi mengagetkan. Jepang mengajarkan rakyat makan bekicot yang oleh orang Betawi disebut ‘kiong racun’. Radio yang hanya dimiliki beberapa gelintir orang disegel. Hanya boleh mendengarkan siaran pemerintah Dai Nippon. Ketahuan menyetel siaran luar negeri dapat hukuman berat. Orang akan bergidik bila mendengar Kempetai atau polisi militer Jepang.

PM Jepang Junichiro Koizami menyampaikan permintaan maaf yang mendalam atas kekejaman balatentaranya pada Perang Dunia II (1942-1945) yang mengakibatkan penderitaan rakyat di kawasan Asia. Permintaan maaf tersebut disampaikan saat bertemu Presiden RRC Hu Jintao di sela-sela KTT Asean 2005 di Jakarta. Tampaknya, permintaan maaf itu tidak hanya ditujukan pada Cina dan Korea Selatan, tapi juga negara Asia termasuk Indonesia yang diduduki Jepang saat PD II. Akibat penjajahan Jepang selama tiga setengah tahun rakyat Indonesia mengalami penderitaan luar biasa.

DAMPAK ROMUSHA Romusha memberikan akibat yang mendalam bagi bangsa Indonesia . Meskipun Jepang menjajah Indonesia hanya seumur jagung. Apa yang dikatakan oleh ramalan Joyoboyo, atau lebih tepatnya 3 ½ tahun Jepang menjajah Indonesia yaitu pada tahun 1942-1945 tetapi dalam waktu yang sesingkat itu penderitaan yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia hidup bagaikan tulang tanpa daging pakaian compang-camping, kelaparan dimana-mana atau rakyat Indonesia dibawah titik nadir masyarakat yang terbelakang, miskin, tertinggal untuk lebih khusus lagi akan dipaparkan dampak dari Romusha sebagai berikut:

A.     Bidang Ekonomi: Keadaan ekonomi di Indonesia mengalami kemerosotan. Penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut: Para penyuluh pertanian bukan tenaga-tenaga ahli pertanian. Hewan-hewan yang berguna bagi pertanian banyak yang dipotong. Kurangnya tenaga kerja petani karena banyak yang dijadikan romusha. Banyaknya penebangan hutan liar. Kewajiban menyerahkan hasil bumi.

Bidang Sosial dan Budaya:     Kepala–kepala desa dan camat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan romusha sering menunjuk orang–orang yang tidak mereka sukai atau dipilih orang yang ditakuti oleh masyarakat desa setempat. Berjuta- juta rakyat menderita kelaparan dan serba kekurangan. Dijalankannya program kerja tanam paksa romusha lebih menambah hancurnya perasaan ketentraman masyarakat Jawa. Pengaruh buruk dari sistem romusha itu masih ditambah lagi oleh pelaksanaan setempat yang memungkinkan dapat dibelinya pengecualian atau kewajiban menjadi romusha.

Ad 2. Pasca Kemerdekaan Masa Presiden Soekarno Peranan buruh sangat penting dalam memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Peran baru dengan keterlibatannya dalam gerakan kemerdekaan nasional, melalui “Lasykar Buruh, Kaum Buruh, dan Serikat Buruh di Indonesia”. Sumbangan para buruh bagi keberhasilan mencapai kemerdekaan pada masa revolusi fisik menjamin dalam pembentukan kebijakan dan hukum perburuhan di Indonesia. Pada masa awal beberapa peraturan dibuat maju atau protektif dalam melindungi kaum buruh. Terbukti dengan dibuatnya undang-undang yang sangat menguntungkan bagi buruh dan pada saat itu menjadi undang-undang yang sangat maju se regional asia.

Politik perburuhan setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 (periode 1945-1965), hanya dapat dilihat dalam konstitusi tertulis (UUD 1945 pasal 27 (2) & 33 (3). Setelah memasuki pemerintahan orde lama (keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959) dan telah melihat kaum buruh hanya diperuntukan untuk kepentingan kebutuhan fisiknya saja tak pernah diperhatikan hak hakikinya yaitu pemberian kesejahteraan termasuk di dalamnya masalah upah kerja.

Penyebab Gejolak Perburuhan di Era Orla: 1. Pengaruh politik perburuhan, karena pemahaman kesepakatan bersama antara buruh dengan majikan yang melahirkan perjanjian perburuhan baik yang dilakukan secara individu maupun kolektif. Asumsi yang terjadi di masyarakat, buruh yang bekerja pada perusahaan hanya bekerja di bawah kemauan yang memberi kerja yaitu majikan. Sehingga yang terjadi majikanlah yang menentukan upah buruh tersebut.

2. Pemogokan buruh menuntut perbaikan penghasilan (1945-1949) 2. Pemogokan buruh menuntut perbaikan penghasilan (1945-1949). Pada periode ini dimana masalah perburuhan memang kurang mendapat perhatian, karena pada saat itu pemerintah masih bergulat masalah politik. Pada pemerintahan RIS (1949-1950) merupakan pergolakan politik yang merubah sistem perburuhan tentunya juga otomatis perburuhan sistem pengaturan buruh. Pada periode UUDS (1950-1950) melakukan pemogokan besar-besaran yaitu sekitar 950.000 buruh didukung oleh SBSI, KABM, SBPU, SBKA).

3. Dalam kondisi politik-ekonomi mempengaruhi pendapatan buruh (1950-1965), sehingga ILO mendesak Indonesia untuk meratifikasi Konvensinya No.98 Tahun 1949 yang kemudian menjadi UU no 18 tahun 1956 dalam masalah jaminan dan perlindungan kaum buruh. Saat dikembalikan pemberlakuan UUD 1945 untuk kedua kalinya melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, masalah perburuhan secara umum dan masalah pengupahan secara khusus masih belum ada solusi secara konkrit.

Bahkan pada periode ini telah memberikan peluang bagi komunis yang memanfaatkan kondisi buruh sektor pertanian sebagai alat propoganda untuk memojokan perjuangan buruh. Pada lahirnya Demokrasi Terpimpin mengingat belum profesionalnya kinerja di segala bidang. Sehingga pengendalian harga dan ancaman-ancaman sanksi dari perundang-undangan dibuat khusus untuk kepentingan penguasa. ( undang-undang anti subversi, dan mahkamah-khusus untuk kejahatan-kejahatan ekonomi bejalan sesuai dengan kemauan pemerintah).

Politik Hukum Ketenagakerjaan dalam Sejarah Pemerintahan di Indonesia Masa Pemerintahan Soekarno di Awal Kemerdekaan : Meningkatnya kesadaran kaum buruh akan hak pribadi yang perlu diperjuangkan dalam lapangan sosial-ekonomi. Pidato peresmian Parlemen RIS pada 15 Pebruari 1950 Presiden Soekarno berjanji bahwa dalam waktu 2-3 bulan akan diajukan Rancangan Undang-Undang di bidang perburuhan antara lain tentang Perjanjian Kerja dan perlindungan buruh.

Tabel Beberapa Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan di Masa Pemerintahan Soekarno 1945 s/d 1958 1. UU No. 12 tahun 1948 Tentang Kerja 2. UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan Kerja 3. UU No. 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan 4. UU No. 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan 5. UU No. 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 98 mengenai Dasar-dasar dari Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama 6. Permenaker No. 90 Tahun 1955 Tentang Pendaftaran Serikat Buruh

Masa Pemerintahan Soekarno di Era Orde Lama Ada peraturan yang dibuat untuk membatasi gerak politis dan ekonomis buruh: Larangan mogok kerja (Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No.4 Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) di perusahaan-perusahaan, jawatan-jawatan dan badan-badan vital), Pembentukan Dewan Perusahaan untuk mencegah dikuasainya perusahaan-perusahaan Belanda oleh pekerja/buruh. Instruksi Deputy Penguasa Perang Tertingi No. I/D/02/Peperti/1960 yang memuat daftar 23 perusahaan yang dinyatakan vital sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 4 Tahun 1960. Undang-Undang No. 7 PRP/1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) diperusahaan-perusahaan, jawatanjawatan dan badan-badan yang vital.

KESIMPULAN 1) Pada masa ini kondisi perburuhan dapat dikatakan kurang diuntungkan dengan sistem yang ada. Buruh dikendalikan oleh tentara antara lain dengan dibentuknya Dewan Perusahaan yang diambil alih dari Belanda dalam rangka program nasionalisasi, untuk mencegah meningkatnya pengambilalihan perusahaan Belanda oleh buruh.

2) Gerak politis dan ekonomis buruh juga ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 4 Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) di, jawatan-jawatan dan badan-badan vital.  3) Perbaikan nasib buruh terjadi karena ada gerakan buruh yang gencar melalui Serikat-serikat Buruh seperti PERBUM, SBSKK, SBPI, SBRI, SARBUFIS, SBIMM, SBIRBA.

Produk hukum di bidang perburuhan/ ketenagakerjaan di era Soekarno sudah menunjukkan adanya penerapan teori hukum perundang-undangan yang baik, yaitu berlaku berlaku sampai 40 – 50 tahun dibandingkan hukum yang berlaku saat ini, seperti: UU No. 25/1997 dan Kepmenaker No. Kep. 150/Kep/2000).

Ad. 2. Pasca Kemerdekaan Masa Presiden Soeharto Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto keadaan Indonesia sudah lebih baik,politik hukum ditekankan pada pembangunan ekonomi. Kesejahteraan nasional akan cepat terwujud apabila pembangunan ekonomi berjalan dengan baik. Untuk mewujudkan suksesnya pembangunan ekonomi maka ditetapkan REPELITA “Rencana Pembagunan Lima Tahun” namun sayangnnya sejalan dengan perkembangan waktu, dalih pembangunan ekonomi akhirnya menjurus pada tindakan penguasa yang sewenang-wenang.

Pada masa itu merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan kehendak serta bermuatan unsur politis semata. Pada masa orde baru itu pulalah, telah terjadinya pembelengguan di segala sektor, dimulai dari sektor Hukum, Perekonomian, Pers dan lain sebagainya.

Pengerahan TKI keluar negeri pada masa Soekarno, yaitu berdasarkan Pasal 2 TAP MPRS No.XXVIII/MPRS-RI/1996,yaitu segera dibentuk undang-undang perburuhan mengenai penempatan tenaga kerja. Selama masa pemerintahan soeharto, ketentuan ini tidak pernah direalisasi.TAP MPRS No.XXVIII/MPRS-RI/1966 sudah dicabut pada masa pemerintahan soeharto, sebagai kelanjutan berdasarkan Pasal 5 ayat 2 UU No.14 Tahun 1969 ditetapkan tugas pemerintah untuk mengatur penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif.

Tugas tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan peraturan perundang-undangan setingkat Permenaker. Akibatnya pengerahan TKI tidak berdasarkan undang-undang,tetapi cukup dengan peraturan/keputusan Menteri Tenaga Kerja saja, sehingga tingkat perlindungan hukumnya kurang,jika dibandingkan dengan undang-undang. Selain itu untuk mensukseskan pembangunan ekonomi maka investor yang tidak lain adalah majikan mempunyai kedudukan politis yang kuat dengan penguasa.

Rezim Soeharto menerapkan strategi modernisasi difensif “defensive modernisation” dimana penguasa berusaha mengatur segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Di samping pendekatan ekonomis ini, pertimbangan-pertimbangan politik juga merupakan aspek yang penting dalam kebijakan-kebijakan perburuhan pada masa orde baru.

Agenda utama rezim orde baru yang didominasi oleh militer adalah mencegah kebangkitan kembali gerakan berbasis massa yang cenderung radikal, seperti gerakan buruh yang terlihat selama orde lama. Jadi, motif utama orde baru sejak awal adalah kontrol terhadap semua jenis organisasi yang berbasis massa,entah partai politik maupun serikat buruh yang dianggap penyebab kerapuhan dan kehancuran orde lama.

Meskipun stabilitas diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, kontrol politik penguasa terhadap buruh terutama dimaksudkan untuk menghapuskan pengaruh aliran kiri dari gerakan buruh dan arena politik secara luas. Ciri utama akomodasi buruh-majikan-negara selama orde baru adalah kontrol negara yang sangat kuat atas organisasi buruh dan pengingkaran terus-menerus kelas buruh sebagai kekuatan sosial. Kondisi perburuhan di indonesia selama orde baru dapat dijelaskan dalam terang model akomodasi di atas. Kontrol negara terhadap serikat buruh berlangsung terus-menerus dengan dukungan militer. Kontrol itu mengalami penguatan signifikan sejak dekade 1980 bersamaan dengan berakhirnya era boom minyak dan pemerintah harus mengarahkan industri ke orientasi ekspor. Peraturan tentang ketenagakerjaan yang menjadi kontroversi pada masa ini adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 yang kental dengan militerisme

Pada periode ini, pendekatan militeristik atas bidang perburuhan menjadi semakin kuat dengan diangkatnya Laksamana Soedomo menjadi Menteri Tenaga Kerja. Salah satu contoh paling tragis pengendalian buruh yang militeristik adalah kasus Marsinah aktivis buruh dari Sidoarjo yang hingga kini masih menjadi menjadi misteri.

Akibat dari itu kedudukan buruh makin lemah dengan dalih Hubungan Industrial Pancasila, hak buruh dikebiri dengan hanya mendirikan satu serikat buruh pekerja, yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia “SPSI” merujuk pada UU No. 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 mengenai dasar berlakunya hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, serta apabila ada masalah hubungan industrial majikan dapat dibantu oleh militer “permenaker No.Per.342/Men/1986”.

Kesimpulan Pada masa ini ditetapkan REPELITA “Rencana Pembagunan Lima Tahun” namun sayangnnya sejalan dengan perkembangan waktu, dalih pembangunan ekonomi akhirnya menjurus pada tindakan penguasa yang sewenang-wenang. Rezim Soeharto menerapkan strategi modernisasi difensif “defensive modernisation” dimana penguasa berusaha mengatur segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Hanya mengakui satu serikat buruh pekerja,yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia “SPSI” Pendekatan militeristik atas bidang perburuhan menjadi semakin kuat dengan diangkatnya Laksamana Soedomo menjadi Menteri Tenaga Kerja. Salah satu contoh paling tragis pengendalian buruh yang militeristik adalah kasus Marsinah aktivis buruh dari Sidoarjo

Masa Pemerintahan B.J. Habibie Pasca Reformasi Masa Pemerintahan B.J. Habibie

Pemerintahan B..J. Habibie dimulai sejak lengsernya Soeharto dari kedudukannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Masa pemerintahan Habibie ini hanya berlangsung selama satu tahun. Kabinet yang dibentuk oleh Habibie diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie, diantaranya adalah :

a. Pembebasan Tahanan Politik Secara umum tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. b. Kebebasan Pers Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, banyak bermunculan media massa, kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya, tidak ada pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru, kebebasan dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru. Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP, breidel. Lahirnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers sbg tonggak awal kemerdekaan dan kebebasan pers di Indonesia.

c. Pembentukan Parpol dan Percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999 Presiden RI ketiga ini melakukan perubahan di bidang politik lainnya diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Menjelang Pemilu 1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti Pemilu hanya 48 Parpol saja. Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai.

d. Penyelesaian Masalah Timor Timur Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaian Timor-Timur yaitu di satu pihak memberikan status khusus dengan otonomi luas dan dilain pihak memisahkan diri dari RIS sebulan menjabat sebagai Presiden Habibie telah membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan Ramos Horta.

Sementara itu di Dili pada tanggal 21 April 1999, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento.

Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas.

Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman. Namun keesokan harinya suasana tidak menentu, kerusuhan dimana-mana. Suasana semakin bertambah buruk setelah hasil penentuan pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden Habibie berkeyakinan bahwa rakyat Timor-Timur lebih memilih opsi pertama, namun berbeda, dimana sejarah mencatat bahwa sebagian besar rakyat Timor-Timur memilih lepas dari NKRI.

e. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya Presiden Habibie – dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 – telah mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN,namun pemerintah dinilai gagal dalam melaksanakan agenda Reformasi untuk memeriksa harta Soeharto dan mengadilinya. Hal ini berdampak pada aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998, dan aksi ini mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Karena banyaknya korban akibat bentrokan di kawasan Semanggi maka bentrokan ini diberi nama ”Semanggi Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”

f. Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.

Pada Bidang Ekonomi Di dalam pemulihan ekonomi, secara signifikan pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Kemudian di awal tahun selanjutnya kembali pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi.

Pada Bidang Manajemen Internal ABRI Pada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya. ABRI telah melakukan kebijakan-kebijakan sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999. Kebijakan tersebut antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI, Perubahan Stat Sosial Politik menjadi Staf Teritorial, Likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II, pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda. Perubahan di atas dipandang positif oleh berbagai kalangan sebagai upaya reaktif ABRI terhadap tuntutan dan gugatan dari masyarakat, khususnya tentang persoalan eksis peran Sospol ABRI yang diimplementasikan dari doktrin Dwi Fungsi ABRI.

Terjadi krisis moneter yang berkepanjangan akibat krisis ekonomi global. Meroketnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sehingga menyebabkan banyak sekali pengangguran dan PHK secara masal yang menimbulkan kemiskinan yang semakin meningkat. Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan-perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK. Para pekerja yang diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pengangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah-masalah social dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan tindakan kriminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu hendaknya pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja yang dapat menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah hendaknya dapat menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut. Masalah pengangguran merupakan masalah sosial dalam kehidupan masyarakat dan sangat peka terhadap segala bentuk pengaruh.

Berakhirnya Masa Pemerintahan B.J. Habibie Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden.

Di Bidang Ketenagakerjaan Politik Hukum di bid. Hukum ketenakerjaan ditekankan pada peningkatan kepercayaan luar negeri kepada Indonesia bahwa Indonesia mampu mengatasi masalahnya sendiri tanpa menindas HAM & mempunyai andil besar dalam pelaksanaan demokrasi Indonesia.

Karena tekanan luar negeri Indonesia terpaksa meratifikasi Convention No. 182 Concerning the Immediate Action to Abolish and to Eliminate the Worst Forms of Child Labor (tindakan segera untuk menghapus dan mengurangi bentuk-bentuk terburuk pekerja anak diratifikasi dg UU No. 1 Tahun 2000 tgl 8 Maret 2000)

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI ILO NOMOR 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK)

Dengan ratifikasi tersebut dapat ditafsirkan bahwa seolah-olah Indonesia mengakui telah memperlakukan dengan sangat buruk pekerja anak.

Masa Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dimulai dari sidang umum MPR yang diselenggarakan pada tanggal 1-21 Oktober 1999, Pembacaan pidato pertanggungjawaban Presiden B.J Habibie ditolak oleh segenap anggota dengan menggunakan voting. Suara yang menolak 355 yang menerima 322, absen 9, dan tidak sah 4. Dengan demikian B.J Habibie tidak dapat maju mencalonkan diri menjadi Presiden RI selanjutnya. Akhirnya diadakan Pemilu 1999 dengan hasil PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara.

Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDIP tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI - P mulai berubah.

Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru.

Kebijakan – Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua Menjadikan Tahun Baru Imlek menjadi hari libur nasional Pencabutan Larangan penggunaan huruf Tiong Hoa Meliburkan kegiatan sekolah selama bulan Ramadhan Melakukan negoisasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Melakukan beberapa kunjungan ke Luar Negeri. Membubarkan Kementerian yang terlibat korupsi Memberikan Aceh referendum Otonomi  Mereformasi militer. Menghapus Dwi Fungsi ABRI

Kebijakan – Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid yang Kontroversial :  Pencopotan beberapa menteri yang tidak menurutinya dan tidak sejalan dengannya seperti : Jusuf Kalla (Menag Perindustrian dan Perdagangan) ; Laksamana Sukardi (Menteri BUMN) ; Wiranto (Menkopolkam) ; Yusril Ihza Mahendra (Menkum HAM) ; Susilo Bambang Yudhoyono (Menkopolsoskam) dan lain – lain, sehingga merenggangkan hubungan dengan Golkar dan PPP.  Berusaha membuka hubungan dengan Israel.  Menghapus TAP MPRS yang melarang Marxisme- Leninisme  Mengizinkan bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat asalkan berada di bawah bendera Indonesia  Mengeluarkan Dekrit Presiden untuk membekukan DPR/MPR . Dekrit ini hanya didukung NU dan PKB. MPR, DPR, TNI/Polri, Parpol –parpol menolak dekrit tsb.

Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Soekarno Putri. AbdurrahmanWahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari,namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan. Dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 23 Juli 2001, MPR memilih Megawati Soekarno Putrisebagai Presiden RI menggantikan Presiden K.HAbdurrahman Wahid dan Hamzah Haz sebagaiWapres RI, maka berakhirlah kekuasaan Presiden Abdurrahman Wahid.

Politik Hukum Ketenagakerjaan Abdurrahman Wahid Di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), politik hukum ketenagakerjaan tampaknya meneruskan BJ Habibie dengan penerapan demokrasi dengan adanya UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh. Sayangnya masyarakat Indonesia masih belum matang untuk berdemokrasi, sehingga dengan sangat banyaknya jumlah serikat pekerja di Indonesia justru membuat hubungan industrial semakin buruk.

Berakhirnya Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa denganAbdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukkan kekecewaannya adalah Amien Rais. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Pada akhir November, 151 anggota DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur. Anggota DPR merasa kurang puas dengan kinerja dari Presiden yang seenaknya sendiri mengangkat dan mencopot pejabat negara tanpa pertimbangan DPR. Dengan demikian, maka berakhirlah politik hukum ketenagakerjaan di era Presiden Abdurrahman Wahid.

Kelebihan dan Kekurangan Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid • Presiden Abdurrahman Wahid menghargai adanya perbedaan • Iklim politik yang demokratis. Termasuk membuka kran keterbukaan dalam pembentukan Serikat Pekerja. Namun munculnya instabilitas dan terjadinya ketegangan-2 di kalangan pekerja/buruh dan dunia usaha. • Lebih memerhatikan kaum minoritas Kekurangan • Presiden Abdurrahman Wahid terkesan memerintah seenaknya sendiri, jika ada yang tidak sejalan dengannya maka akan langsung dicopot jabatannya • Banyak kebijakannya yang menimbulkan kritik dan polemik • Memberikan peluang kepada separatis • Tak punya basis politik yang kuat di Parlemen

Masa Megawati

Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004) Megawati Soekarnoputri, dengan partainya, PDI-P, memenangkan jumlah suara terbanyak (36%) dalam Pemilu 1999. Mega menggantikan Gus Dur pada Tahun 2001. Peraturan ketenagakerjaan yang dihasilkan sangat fundamental yaitu : Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri; dan Undang-undang no. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Landasan, Asas, dan Tujuan Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual. 

ASAS Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung. Asas

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan : Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Sejarah Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Masa Pemerintahan Megawati Pada masa Megawati perkembangan ketenagakerjaan hampir tidak tampak gebrakannya, justru yang banyak adalah kasus ketenagakerjaan yang mengambang dan kurang mendapat perhatian. Contohnya adalah masalah (1) pemulangan TKI dari Malaysia serta revisi dari UU No. 25 Tahun 1997 yang berdasarkan UU No. 28 Tahun 2000 diundur masa berlakunya hingga 1 Oktober 2003 dan berakhir dengan disahkannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tanggal 25 Maret 2003 oleh Megawati Soekarno Putri.

Selain itu, terdapat fenomena menarik dari (2) demo yang dilakukan antara buruh bersama-bersama dengan majikan tentang kenaikan tarif dasar telepon, listrik, dan air. Serta (3) penolakan serikat pekerja PT Indosat atau privatisasi BUMN yang dianggap menjual aset negara. Catatan negatif pada masa ini adalah (4) penangkapan aktivis demonstran. Terhadap hal ini ada pandangan yang mengatakan bahwa Megawati telah melupakan cara bagaimana ia dapat menduduki kursi kepresidenan dengan melalui demonstrasi.

Politik hukum Megawati di bidang ketenagakerjaan BOM BALI Dampak Negatif Memulihkan kembali sektor pariwisata Peningkatan Ekonomi Bangsa

Politik hukum Megawati yang dapat diraskan langsung dampaknya setelah tragedi bom Bali di dunia ketenagakerjaan adalah banyaknya hari libur. Dampak negatif bom Bali sangat terasa pada perekonomian bangsa. Investor asing banyak yang meninggalkan Indonesia karena tidak terjaminnya keamanan negara ditambah lagi tragedi Bom Marriot. Hal ini ternyata berakibat pada politik hukum ketenagakerjaan Megawati, yaitu memulihkan sektor pariwisata sebagai inti dari peningkatan perekonomian bangsa. Untuk menunjang pemulihan sektor pariwisata. Perlu kebijaksanaan politik dengan pengalihan hari libur ke hari yang lainnya sebelum dan sesudahnya. Dampak negatif dari banyakanya hari libur ini misalnya, terkesan bangsa Indonesia adalah bangsa yang pemalas bekerja. Lebih menyenangi banyak hari libur nasional. http://santriuniversitas.blogspot.co.id/2011/08/sejarah-hukum-ketenagakerjaan-di_3531.html

Masa SBY

Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dapat dibagi menjadi dua masa, yaitu masa pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono.

Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (1) Pemerintahan SBY - JK (2004-2009) Di masa pemerintahan ini beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi yg dilakukan investor, menuntaskan masalah pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan di bidang ketenagakerjaan sehubungan dengan hal di atas, kurang mendapat dukungan kalangan pekerja/buruh.

Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2) Pemerintahan SBY – Boediono (2009-2014) Pada masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ini tampak adanya perubahan di bidang ketenakerjaan, seperti adanya peningkatan dan kinerja bagi  pekerja maupun pegawai. Adanya upaya pemberantasan korupsi. Keluarnya kebijakan atau aturan mengenai BPJS (2011)

Komentar: Masa Pemerintahan SBY : 2004 – 2009, 2009 – 2014 Di Bidang Naker: ada sedikit perubahan di bid. Naker, ada pemangkasan dan berbagai upaya peningkatan pelayanan dan kinerja baik pekerja maupun pegawai. Ada upaya pemberantasan korupsi. Namun belum optimal.

POKOK BAHASAN 4 Bpjs ketenagakerjaan (Badan penyelenggara jaminan sosial) ketenagakerjaan

BPJS KETENAGAKERJAAN BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.

Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.

BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014.

Dasar Hukum: Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52. Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016 ttg Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No 12 Tahun 2013 ttg Jaminan Kesehatan. Berlaku 1 Juli 2016 Peraturan Direksi BPJS Kesehatan No. 16 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran JKN. Upload Date : 14 Sep 2016

Peraturan BPJS Kesehatan No 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pembayaran Iuran Dan Denda Upload Date : 28 Jun 2016 Peraturan BPJS Kesehatan No 4 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Koordinasi Manfaat Upload Date : 21 Jun 2016 Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penagihan, Pembayaran dan Pelaporan Iuran Secara Online Bagi peserta Pekerja Penerima Upah dari Badan Usaha Baru Dalam Rangka Kemudahan Berusaha Upload Date : 16 Feb 2016

Peraturan BPJS Kesehatan No Peraturan BPJS Kesehatan No.02 Tahun 2015 Tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Upload Date : 11 Aug 2015

Kepesertaan wajib Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS. Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.

Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan. Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019 diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut.

Denda BPJS Berdasar Perpres No. 19 Th 2016: Jika dalam peraturan sebelumnya peserta masih bisa memperoleh pelayanan meski sudah menunggak sebulan bahkan 3 bulan, namun kini tidak bisa lagi keterlambatan bayar lewat dari tanggal 10 langsung penjaminan peserta dihentikan sementara. Meskipun kita sudah membayar tunggakan dan kepesertaan aktif selama 45 hari ke depan dari masa aktif tersebut jika peserta dalam keadaan dirawat maka peserta harus menanggung biaya sebesar 2.5 % dari total biaya yang dikenakan pihak RS untuk dibayar peserta kepada BPJS Kesehatan.

Jika  si Fulan sakit harus memperoleh perawatan dengan biaya 50 Juta , maka yang harus si Fulan tanggung  50.000.000 x 2.5% =     1.250.000 UU No 23 tahun 1992 ttg Penyelenggaraan Program Jamsostek (TIDAK BERLAKU)

Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan Jumlah denda yang akan dibebankan ke peserta paling tinggi adalah Rp 30 juta. Dan bagi peserta yang tidak mampu bisa di bebaskan dari denda jika bisa menunjukkan  surat keterangan dari instansi yang berwenang. Ketentuan pemberhentian sementara penjaminan peserta dan pengenaan denda mulai berlaku pada 1 Juli 2016.