KELOMPOK 5 NAMA ANGGOTA : Eka Susanti 07 Eni Rahmawati 08

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Objek Wisata di Tana Toraja
Advertisements

Matakuliah : R0772 – Arsitektur Tradisional
Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IV semester I
HUKUM PERSEORANGAN ADAT
Suku Asmat: Sosok Budaya Indonesia di Papua
KEBUTUHAN MANUSIA SABARIAWATI MANURUNG, S.Pd KELAS X SEMESTER I.
PRESENTATION IPS KELOMPOK 3 Ahda thirdaza p.p Albertus Riski Zihat
HUKUM WARIS ADAT Perkawinan, selain bertujuan memperoleh keturunan juga untuk dapat bersama-sama hidup pada suatu masyarakat dalam suatu perikatan (keluarga).
Budaya Kalimantan.
Upacara Adat Rambu Solo
Suku Sasak Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami Pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Suku ini berasal dari Jawa dan Bali. Sebagian besar masyarakatnya.
TUGAS SOSIOLOGI SUKU TENGGER SMA NEGERI 1 WARU 2011.
PERKAWINAN Dimana menetap setelah menikah? Utrolokal Virilokal
AGROFOREST ATAU SISTEM AGROFORESTRI KOMPLEKS
ANTROPOLOGI Pertemuan 4 : Aneka Ragam Kebudayaan
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
A. Syarat Materil : B. Syarat Formil Materil Umum/Absolut
Sosiologi Antropologi Pendidikan
TIPOLOGI ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH HONAI SUKU DANI PAPUA
Organisasi Politik dan Pengendalian Sosial
Diferensiasi Sosial Artinya klasifikasi masyarakat secara mendatar/horizontal/tidak menimbulkan kelas-kelas sosial. Misalnya perbedaan agama, suku, klan,
MENGENAL SUKU BADUY DARI BANTEN
Dua Sejoli Sebrang Pulau Dewata
SISTEM HUKUM WARIS ADAT DI DESA TRUNYAN DAN TENGANAN BALI
Kebudayaan Papua Pertemuan 11 Matakuliah: G0542/Indonesian Culture & Society Tahun: 2007 Versi: Revisi 6.
DIFERENSIASI SOSIAL.
Konsep dasar antropologi
Disarikan dari tulisan
SEJARAH INDONESIA.
MKI TUGAS AKHIR.
KEARIFAN LOKAL SUKU ASMAT
KELOMPOK 4 JUAN TONDI / 2o OKTAVIAN / 31 ARNOLD / 5 CAESAR / 13
By Hukum 2012 A Kelompok Perkawinan
KOMPILASI HUKUM ISLAM BUKU II HUKUM KEWARISAN
POLA KERUANGAN DESA AMALUDIN, S.IP, MM.
Ruang lingkup antropologi
Kebudayaan Minggu 5.
Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia
Rumah Adat Minangkabau
KEGIATAN EKONOMI PENDUDUK BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN
SUKU DI KALIMANTAN.
SEJARAH PERADABAN ISLAM 2
TUGAS TEKKOM “SENI TARI SALAH SATU BAGIAN DARI KEBUDAYAAN INDONESIA”
ETNOGRAFI.
Melville J Horskovits dan Bronislaw Malinowski
Infrastruktur.
Perkembangan Arsitektur
BUDAYA TIDUR MASYARAKAT MADURA
Suprastruktur.
ETNOGRAFI Disusun Oleh : Dicky ( NIM : )
Nama : Iskandar Hidayat Nim :
Proses Perkembangan Sosial Manusia Purba di Indonesia
L/O/G/O  Miftahul Muniroh ( )  M. Farkhan ( ) Kelompok 2:
Masyarakat kombai di Papua Barat
Ritual Potong Jari1 kelompok : 6 Agung Alexander ( )
Kelompok 3 (timur) Kebudayaan suku asmat XI-IPS.
SENI BUDAYA XI MIA 1 NAMA ANGGOTA : Annisa Kusuma W.
DARI BEBRBURU MERAMU SAMPAI BERCOCOK TANAM
SISTEM KEKERABATAN Dasar kekerabatan masyarakat Asmat adalah keluarga inti monogami, atau kadang-kadang poligini, yang tinggal bersama- sama dalam rumah.
SEJARAH MODE TATA RIAS MALUKU.
KAIN TAPIS LAMPUNG OLEH : KELOMPOK 16 KORTEN : Ahmad Salsabila.
KLIPING TENTANG WILAYAH PAPUA
Bab.4 KEHIDUPAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA Kelompok 4. X-6 Nama Anggota : 1. Firizki Rahayu Maharani 2. Febri Nuryadi 3. Fredrik Ariel.O 4. Erlando 5. Widya.
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
PANTANG LARANG KAUM INDIA
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
SEJARAH TINGKATAN 1 BAB 11: SABAH.
KEBUDAYAAN POTONG JARI YANG DILAKUKAN MASYARAKAT SUKU DANI DI WAMENA YANG DIJADIKAN SEBAGAI SIMBOL DUKA CITA KELUARGA Kelompok :
RUMAH ADAT HONAI PAPUA AHMAD HUSEN K ARS 18 C
Transcript presentasi:

KELOMPOK 5 NAMA ANGGOTA : Eka Susanti 07 Eni Rahmawati 08 Glorious Putri Nuraeni 10 Kholifatun Nisa 16 Nuris Sobah 19 Putri Khatijah 22 Rosidini Annisa .F 28 Wira Diyah Ayu .K 37

SUKU ASMAT

Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi Suku Asmat berdiam di daerah-daerah yang sangat terpencil dan daerah tersebut masih merupakan alam yang ganas (liar). Mereka tinggal di pesisir barat dayaIrian jaya (Papua). Batas-batas geografis Sebelah utara dibatasi pegunungan dengan puncak-puncak bersalju abadi,sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, sebelah timur berbatasandengan Sungai Asewetsy, sebelah barat berbatasan dengan Sungai Pomats.Pertemuan Sungai Pomats, Undir (Lorentz), dan Asewetsy.

Kondisi lingkungan alam Suku Asmat mendiami daerah dataran rendah yang berawa-rawa dan berlumpur,serta ditutupi dengan hutan tropis. Sungai-sungai yang mengalir di daerah initidak terhitung banyaknya, dan rata-rata berwarna gelap karena tertutup dengan lumpur. Data demografi Jumlah penduduk di daerah Asmat tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan pada tahun 2000 ada kurang lebih 70.000 jiwa, 9.000 di antaranya bermukim diKecamatan Pirimapun. Pertambahan penduduk sangat pesat, berkisar antara 28sampai 84 jiwa setiap 1.000 orang.

Ciri-ciri fisik  Bentuk tubuh orang Asmat, tinggi badan kaum laki-laki antara 1,67 hingga 1,72 meter, sedangkan kaum perempuan tingginya antara 1,60 hingga 1,65 meter. Ciri-ciri bagian tubuh lainnya adalah bentuk kepala yang lonjong (dolichocephalic), bibir tipis, hidung mancung, dan kulit hitam.

Asal Mula Suku Asmat Nama Asmat sudah dikenal dunia sejak tahun 1904. Tahun1770 kapal yang dinahkodai James Cook mendarat di sebuh teluk Asmat. Tiba-tiba muncul puluhan perahu lesung panjang didayungi ratusan laki-laki berkulit gelap dengan wajah dan tubuh yang diolesi warna-warna merah,hitam, dan putih. Mereka ini menyerang dan berhasil melukai serta membunuh beberapa anak buah James Cook. Berabad-abad kemudian tanggal 10 Oktober 1904, Kapal SS Flamingo mendarat di suatu teluk di pesisir barat daya Irian jaya.

Terulang peristiwa yang dialami oleh James Cook dan anak buahnya pada saat dahulu. Mereka didatangi kembali. Namun, kali ini tidak terjadi kontak berdarah. Sebaliknya terjadi komunikasi yang menyenangkan di antara kedua pihak. Dengan menggunakan bahasa isyarat, mereka berhasil melakukan pertukaran barang. Kejadian ini yang membuka jalan adanya penyelidikan selanjutnya didaerah asmat. Sejak itu, orang mulai berdatangan ke daerah yang kemudian dikenal dengan daerah Asmat itu.

Bahasa Suku Asmat Oleh para ahli bahasa, bahasa dibedakan antara orang Asmat pantai atau hilir sungai dan asmat hulu sungai. Asmat Hilir sungai dibagi menjadi dua yaitu : 1. Sub kelompok Pantai Barat Laut atau pantai Flamingo, seperti bahasa Kaniak, Bisman, Simay, dan Becembub. 2. Sub kelompok Pantai Baratdaya atau Kasuarina, seperti bahasa Batia dan Sapan. Sedangkan Asmat hulu sungai dibagi menjadi sub kelompok Keenok dan Kaimok.

Sistem Teknologi Alat-alat produktif Orang Asmat telah memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya. Jaring sendiri yang terbuat dari anyaman daun sagu tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai. Caranya dengan melemparkan jaring tersebut ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama.

Senjata Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan panah musuh dalam peperangan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau kayu yang lunak dan ringan. Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau kulit pohon sagu.Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari. Makanan Sagu sebagai makanan pokok. Makanan tambahan, ulat sagu yang didapatkan didalam batang pohon sagu yang sudah membusuk dan daging manusia yang meninggal karena peperangan.

Perhiasan Orang Asmat memiliki kepercayaan,mereka biasa berhias dengan mengidentifikasi kan diri seperti burung. Untuk hiasan kepala, mereka menggunakan bulu dari burung kasuari atau kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua hitam bila sedang marah. Hiasan dahi terbuat dari kulit kuskus, yang merupakan lambang dari si pengayau kepala yang perkasa. Hiasan-hiasan hidung terbuat dari semacam keong laut, atau kadang-kadang terbuat dari tulang manusia atau tulang babi. Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus.Gigi-gigi anjing diuntai untuk dijadikan kalung penghias leher. Gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, oleh karena itu sering dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.

Tempat Berlindung dan Perumahan Menurut tradisi orang Asmat, dalam sebuah kampung terdapat 2 macam bangunan, yaitu rumah bujang dan rumah keluarga. Rumah yang terdiri dari satu ruangan ini dibangun di atas tiang tiang kayu dengan panjang 30-60 meter dan lebar sekitar 10meter. Rumah ini biasa digunakan untuk merencanakan suatu pesta, perang,dan perdamaian. Pada waktu senggang, rumah ini digunakan untuk menceritakan dongeng-dongeng suci para leluhur.

Alat Musik Alat musik yang biasa digunakan oleh orang Asmat adalah tifa yang terbuat dari selonjor batang kayu yang dilobangi. Pahatan tifa berbentuk pola leluhur atau binatang yang dikeramatkan. Pada bagian atas dibungkus dengan kulit kadal dan kulit tersebut diikat dengan rotan yang tahan api. Tifa biasanya diberi nama sesuai dengan orang yang telah meninggal.

Alat Transportasi dan Perlengkapannya Masyarakat Asmat mengenal perahu lesung sebagai alat transportasinya. Pembuatan perahu dahulunya digunakan untuk persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Selain itu, perahu lesung juga digunakan untuk keperluan pengangkutan dan pencarian bahan makanan. Dan setiap 5 tahun sekali, orang-orang Asmat membuat perahu-perahu baru.

Sistem Mata Pencaharian Kehidupan sehari-hari Mata pencaharian hidup orang Asmat di daerah pantai adalah meramu sagu, berburu binatang kecil, (yang terbesar adalah babi hutan), dan mencari ikan di sungai, danau, maupun pinggir pantai. Mereka juga terkadang menanam buah- buahan dan tumbuhan akar-akaran, yang sengaja mereka tanam di kebun kebun kecil yang sederhana berada di tengah-tengah hutan.

Kehidupan di Perkampungan Dengan didirikannya perkampungan-perkampungan bagi orang-orang Asmat, maka kehidupan mereka yang seminomad itu mulai berubah. Biasanya,kampung yang satu berjauhan dengan kampung yang lain. Hal ini disebabkan adanya perasaan takut akan diserang musuh yang sudah tertanam di pikiran orang-orang Asmat. Populasi suatu kampung biasanya terdiri dari 100 hingga1000 jiwa.

Organisasi Sosial Status dan peran Dalam kehidupan orang Asmat, peran kaum laki-laki dan perempuan itu berbeda. Kaum perempuan bertugas melakukan pencarian bahan makanan dan menjaring ikan di laut atau di sungai. Sedangkan kaum laki-laki, lebih sibuk dengan melakukan kegiatan perang antar clan atau antar kampung. Kegiatan kaum laki-laki juga lebih terpusat di rumah bujang.

Sistem Kekerabatan Dasar kekerabatan masyarakat Asmat adalah keluarga inti monogami, atau kadang-kadang poligini, yang tinggal bersama-sama dalam rumah panggung (rumah keluarga) seluas 3 m x 5 m x 4 m yang sering disebut dengan sytem. Walaupun demikian, ada kesatuan-kesatuan keluarga yang lebih besar, yaitu keluarga luas uxorilokal (keluarga yang sesudah menikah menempati rumah keluarga istri), Atau avunkulokal (keluarga yang dudah menikah menempati rumah keluarga istri dari pihak ibu). Karena itu, keluarga-keluarga seperti itu, biasanya terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2-3 keluarga yunior atau 2 keluarga senior, apabila ada 2 saudara wanita tinggal dengan keluarga inti masing-masing dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga inti masyarakatAsmat biasanya terdiri dari 4-5 atau 8-10 orang.

Lembaga Pernikahan Sistem kekerabatan orang Asmat yang mengenal sistem clan itu mengatur pernikahan berdasarkan prinsip pernikahan yang mengharuskan orang mencari jodoh di luar lingkungan sosialnya, seperti di luar lingkungan kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan). Garis keturunan ditarik secara patrilineal (garis keturunan pria), dengan adat menetap sesudah menikah yang virilokal. Adat virilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami.

Dalam masyarakat Asmat, terjadi juga sistem pernikahan poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat. Pernikahan levirat adalah pernikahan antara seorang janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang telah meninggal dunia berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pernikahan seorang anak dalam masyarakat Asmat, biasanya diatur oleh keduaorang tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh sang anak.

Pemerintahan secara tradisional (struktur paroh masyarakat) Sistem Pemerintahan Pemerintahan secara tradisional (struktur paroh masyarakat) Di setiap kampung yang didirikan di wilayah masyarakat Asmat, Terdapat satu rumah panjang yang merupakan semacam balai desa dimana para warga kampung berkumpul membicarakan masalah-masalah yang menyangkut kepentingan seluruh warga. Rumah panjang ini merupakan cerminan kehidupan mereka di masa lampau. Rumah panjang dahulunya berfungsi sebagai rumah bujang, atau Je dalam bahasa Asmat, dimana kaum pria membicarakan dan merembukan penyerangan serta pengayauan kepala.

Pemerintahan baru (non tradisional) Berbeda dengan pola tradisional, pola kepemimpinan dan kekuasaan saat ini tidak berada pada satu orang secara pribadi saja. Kepala desa, di dalam penyelenggaraan ketertiban hukum dibantu oleh beberapa orang pembantu. Kepala desa dan pembantu-pembantunya juga bertanggung jawab atas pemeliharaan kebersihan kampung, pemeliharaan jalan-jalan dan juga menjaga agar warga desa memelihara rumahnya dengan sebaik baiknya.

Sistem Pengetahuan Pengetahuan mengenai alam sekitar Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal Pengetahuan mengenai zat-zat, bahan mentah, dan benda-bendadalam lingkungannya Pengetahuan mengenai sifat dan tingkah laku (kebutuhan) antar manusia Pengetahuan mengenai ruang waktu

Kesenian Seni Ukir Ragam kesenian suku Asmat yang banyak dilakukan adalah seni pahat/ ukir.Benda-benda kesenian hasil ukiran Asmat yang menarik adalah perisai-perisai,tiang-tiang mbis (patung bis/ leluhur), dan tifa. Seni musik  Orang Asmat memiliki alat musik khusus yang biasa digunakan dalam upacara-upacara penting. Tifa adalah alat musik yang paling umum digunakan oleh masyarakat Asmat dalam kehidupannya.Tifa-tifa ini biasa diukir dan dipahat oleh wow-ipits setempat.  

Seni tari Orang-orang Asmat kerap kali melakukan gerakan-gerakan tarian tertentu saat upacara sakral berlangsung. Adanya gerakan-gerakan erotis dan dinamis yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan perempuan di depan rumah bujang (Je) dalam rangka upacara mbis.

1. Simbol-simbol (lambang) yang dipercayai/ digunakan Sistem Religi 1. Simbol-simbol (lambang) yang dipercayai/ digunakan Ukiran simbol manusia dan burung pada perahu orang Asmat biasa dibuat di ujung perahu yang digunakannya. Ukiran yang berbentuk manusia itu melambangkan keluarga yang sudah meninggal. Ukiran burung dan binatang terbang lainnya dianggap melambangkan orang yang gagah berani dalam pertempuran dan lambang burung juga digunakan sebagai lambang pengayauan, terutama burung atau binatangterbang yang berwarna gelap atau hitam.

2. Hiasan 3. Pohon orang Asmat Untuk hiasan kepala, menggunakan simbol burung kasuari atau kuskus. Hiasan dahi yang terbuat dari kulit kuskus merupakan lambang dari si pengayau kepala yang perkasa. 3. Pohon orang Asmat Pohon orang asmat menyebut dirinya Asmat-ow, yang berarti manusia pohon. Dalam pandangan mereka, pohon adalah manusia dan manusia adalah pohon. Akar pohon melambangkan kaki manusia, batangnya adalah tubuh manusia, dahan-dahannya adalah tangan manusia, dan daun-daun adalah kepala manusia.

4. Sagu Sagu selain dijadikan bahan makan oleh masyarakat Asmat, sagu juga memilki arti khusus tersendiri bagi orang Asmat. Sagu diibaratkan sebagai wanita. Suatu kehidupan dipercaya oleh orang Asmat keluar dari pohon sagu sebagaimana kehidupan keluar dari rahim seorang ibu.

Roh-roh dan Kekuatan Magis Roh setan Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahwa alam ini didiami oleh roh, jin, makhluk halus, yang semuanya disebut dengansetan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori : 1. Setan yang membahayakan hidup 2.Setan yang tidak membahayakan hidup 3.Kekuatan magis dan Ilmu sihir

Ritual upacara Ritual Kematian Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena suatu sihir hitam yang kena padanya. Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempat itu. Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila telah selesai, perahu-perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas-manasi mereka dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu lebih terarahkan untuk pengangkutan bahan makanan.

Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (bis) apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara bis ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Dalam masa-masa pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri yang disebut dengan papis. Tindakan ini bermaksud untuk mempererat hubungan persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu, seperti peperangan. Sekarang ini, karena peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara bis ini baru dilakukan bila terjadi malapetaka di kampung atau apabila hasil pengumpulan bahan makanan tidak mencukupi.

Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu) Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah bujang (je). Rumah bujang inilah yang amat penting bagi orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga) pemiliknya. Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupunyang bersifat non religius. Suatu keluarga dapat tinggal di sana, namun apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan atau upacara-upcara tertentu,wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan tifa.

SUKU DANI

LETAK KONDISI GEOGRAFIS Pada umumnya Suku Dani / Orang Dani bermukim di dataran tinggi ±2500m diatas permukaan laut yaitu, di pegunungan Provinsi Papua. Di sebelah Timur berbatasan dengan Papua New Guinea, Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Puncak Jaya, Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Mamberamo Tengah, Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jalimo.

DATA DEMOGRAFI SUKU DANI Penghuni Lembah Baliem adalah suku Dani yang terkenal sebagai suku yang suka berperang tetapi bukan pengayau seperti suku-suku yang tinggal di sebelah timur lembah Baliem. Satu-satu kota besar di lembah adalah Wamena dengan jumlah penduduk 12000 jiwa. Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di lembah adalah 100.000 jiwa sedangkan jumlah penghuni di desa-desa di pegunungan tinggi adalah 750.000 jiwa.

KEHIDUPAN SUKU DANI Meskipun banyak orang menyebut mereka dengan sebutan Suku Dani, namun orang Suku Dani sendiri menyebut mereka sebagai Suku Parim. Suku Dani atau Suku Parim ini termasuk suku yang masih memegang teguh kepercayaan mereka. Salah satunya adalah selalu memberi hormat pada orang-orang yang sudah meninggal. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengadakan upacara serta penyembelihan babi.

SISTEM PERALATAN HIDUP Senjata Senjata tradisional seperti tombak, kapak, parang dan juga busur serta anak panah. Makanan Makanan pokok orang Papua yang hidup di Wamena (suku Dani) adalah ‘Ifere” atau disebut juga “petatas”, yang berasal dari umbi-umbian seperti ubi jalar (hipere).

Pakaian Pakaian adat orang Dani yang dikenal secara umum sejak dulu hingga kini adalah koteka (Kebe/Kebogwa) dan Salli. Koteka adalah salah satu aksesoris yang dipergunakan oleh laki-laki suku Dani untuk menutup kelamin, namun dalam perang aksesoris lainnya juga dipadukan dengan Koteka, seperti penutup kepala, baju zirah, tombak, panah dll.

Perumahan Bentuk Honai Bentuk dari rumah adat orang Dani yaitu Bulat/melingkar dan di dalam Honai di bagi menjadi Dua bagian atau tingkat yaitu loteng. Loteng di bagian atas ini sering digunakan untuk beristirahat di waktu malam hari. Orang dari suku Dani juga membangun honai dengan arti yang tersendiri yaitu, Melingkar / bulat artinya: Dengan Kesatuan dan persatuan yang paling tinggi kita mempertahankan Budaya yang telah di pertahankan oleh nenek moyang kita dari dulu hingga saat ini. Dengan mewariskan kepada keturunan di waktu yang akan datang agar tetap mempertahankan suku, harkat dan martabat Kita sebagai orang Dani. Dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Honai merupakan simbol dari kepribadian dan merupakan martabat orang Dani yang harus di jaga oleh keturunan orang Dani di masa yang akan datang.

Fungsi Honai Honai memiliki fungsi yang sangat banyak diantaranya yaitu: Honai merupakan tempat tinggal Tempat menyimpan alat-alat perang Tempat untuk mendidik dan menasehati anak-anak lelaki agar bisa menjadi orang yang berguna di masa depan Tempat untuk merencanakan atau mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran/peperangan. Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang ditekuni dari dulu.

Aktifitas dalam Rumah Honai Biasanya dalam pembuatan Honai laki-laki (Pilamo) Maupun Honai Perempuan (Ebeai) tugas ini hanya dikerjakan oleh laki-laki dan yang memimpin adalah kepala keluarga sedangkan ibu-ibu memiliki tugas juga yaitu menyediakan makanan. Pemilihan Tempat dan Lingkungan Orang Dani dalam membangun sebuah Honai memilih tempat yang struktur tanahnya kuat/keras agar tidak mudah terjadi longsor yang akan mengakibatkan kerusakan pada Honai bahkan di halaman Honai yang akan dibangun tersebut

Pembagian Ruang atau Kamar Di dalam honai tidak ada pembagian kamar Pembagian Ruang atau Kamar Di dalam honai tidak ada pembagian kamar. Namun dalam sebuah Honai lebih jelasnya di sebut dengan pembagian ruang, misalnya dalam sebuah Honai tempat dari kepala suku tidak bisa di duduki oleh orang lain; karena itu merupakan pelanggaran; yang berarti dalam hukum adat dia sudah menginjak-injak kepala suku.Di honai lebih jelas jika kita sebut dengan pembagian ruangan untuk tidur yaitu loteng (Tidlabaga).Di loteng orang Dani, tidak hanya digunakan untuk tidur tapi itu merupakan tempat untuk menyembunyikan benda-bendah yang berharga.

Perlengkapan dalam Honai (Pilamo) Beberapa perlengkapan yang ada di dalam honai yaitu: Tugu Api Las Honai (Pinde/Mbore): Sebagai pengalas yang dibuat menyerupai para-para sehingga tidak menyentuh tanah. Alang-alang(wakngger) Selain perlengkapan yang telah disebutkan diatas ada pula perlengkapan yang ditaruh : Tempat gantungan Harmonika (Bognggayok/pingkon) Tempat menaruh daging Alang-alang untuk alas tempat tidur Tempat gantung panah, busur dan alat kerja lainnya Tempat gantung hiasan body seperti bulu ayam dan kasuari yang dianyam menyerupai topi (wereene)

Perlengkapan atau Bahan Pembuat Honai Bahan pembuat Honai yang biasanya digunakan antar lain sebagai berikut: Kayu besi (oopir) Kayu buah besar Kayu batu yang paling besar Kayu buah sedang Jagat (Mbore/Pinde) Tali (Kedle) Alang-alang (wakngger) Papan yang di kupas (Oo nggege nggagalek) Papan las dan lain-lain Orang Dani menganggap seorang yang membangun rumah atau Honai berhasil, jikalau orang tersebut dalam membangun Honainya dia menanam Tiang Tengah (Tiru) dari kayu Besi atau kayu yang sangat kuat. Sebab menurut orang-orang dari suku Dani Tiang Tengah (Tiru) itulah Penyangga yang akan menahan Honai tersebut.

Sistem Mata Pencaharian Hidup Berkebun Beternak Berburu

Sistem Kemasyarakatan I. Sistem Kekerabatan 1. Kelompok kekerabatan Kelompok kekerabatan dari suku Dani yang terkecil adalah keluarga luas. Keluarga luas ini sendiri terdiri dari dua atau tiga keluarga inti yang tinggal bersama dalam satu rumah besar yang menyerupai kompleks dengan sekat-sekat berupa pagar (lima) yang disebut slimo. 2. Paroh Masyarakat Struktur bermasyarakat Suku Dani merupakan gabungan dari beberapa klan kecil yang disebut ukul, dan klan besar yang disebut ukul oak. 3. Kelompok Teritorial Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).

II. Organisasi Sosial Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan yang berdasarkan pada kesatuan teritorial. Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain yang memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang sendiri, mereka adalah : Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik Silimo biasa yang dihuni oleh masyarakat biasa dikepalai oleh Ap. Waregma. Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah kain untuk pria yang berartikuat, pandai dan terhormat. Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua tetapi masih mampu mengatur urusannya dalam satu halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain : Pemeliharaan kebun dan Bahi, serta Melerai pertengkaran. Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin untuk para win metek. Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi win metek, meski bukan syarat mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani : Pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.

BAHASA Bahasa Daerah Suku Dani yang mendiami Daerah Lembah Baliem menggunakan Bahasa-bahasa yang masuk dalam bahasa Papua dari filum Trans-New Guinea. Bahasa Daerah yang digunakanpun mempunyai perbedaan dialog dan pengucapan antar satu wilayah dengan wilayah Daerah lainnya walaupun masih berada dalam jangkauan jarak tempuh yang boleh dikatakan masih dekat.   Secara garis basar Bahasa dani dikenal dalam tiga bagian besar bahasa yaitu, Bahasa Dani Lembah (Daerah sekitar kota Wamena/Kab.Jayawijaya), Bahasa Dani Barat (Daerah Bag Barat kota Wamena (Kab.Lany Jaya, Kab.Puncak Jaya, dan Kab Tolikara) serta Bahasa Dani Timur /Bahasa Yali (Kab Yahokimo dan Kab Yalimo).Masyarakat Lokal di Daerah Lembah Baliem sendiri sebagian besar sudah dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek Wamena/Papua.

Kesenian Kesenian masyarakat Suku Dani dapat dilihat dari cara membangun tempat kediaman, seperti Honai, Ebeai. dan Wamai. Selain membangun tempat tinggal, masyarakat Dani juga mempunyai seni kerajinan khas seperti anyaman kantong jaring penutup kepala dan pengikat kapak. Orang Suku Dani pun mempunyai bebagai peralatan yang terbuat dari bata, peralatan tesebut antara lain : Moliage, Valuk, Sage, Wim, Kurok, dan Panah Sege.

Seni Ukir Sebagai wujud penghormatan mereka terhadap nenek moyang atau leluhurnya, secara turun temurun, pola seni ukir yang dibuat oleh suku Dani selalu dikaitkan pada kepercayaan mereka terhadap leluhur. Ada 3 macam warna, merah, hitam, dan putih yang selalu digunakan oleh suku Asmat pada beberapa hasil ukirannya. Merah melambangkan daging, Putih menggambarkan tulang. Sementara hitam melambangkan warna kulit dari suku Dani itu sendiri. Dengan menggunakan alat pahat tradisional yang terbuat dari jambu batu dan batu kali.

Sistem Pengetahuan Sebagai mana suku – suku pedalaman Iriran seperti halnya suku Dani umummya tingkat pendidikan (formal) rendah dan kesadaran untuk menimba ilmunya juga masih kurang, ironisnya lagi guru-guru masih terbatas.

Sistem Religi Sebagian masyarakat Suku Dani sudah memeluk agama Kristen, akibat pengaruh misionaris Eropa yang pernah datang ke lokasi tersebut sekitar tahun 1935. Meskipun sebagian telah menganut agama Kristen, namun suku yang tinggal di hutan-hutan dengan iklim tropis yang sangat kaya akan flora dan fauna ini masih melakukan serangkaian upacara adat, salah satunya adalah Rekwasi. Rekwasi adalah sebuah upacara adat yang dilakukan untuk menghormati para leluhur.

Ritual Kelahiran Bayi Seorang wanita Dani akan melahirkan anaknya dalam ebe ae, yang dibantu oleh beberapa orang wanita. Kelahiran bayi ini tidak disertai upacara/ritual khusus dan ari-ari serta tali pusar yang terlepas beberapa hari akan dihanyutkan dalam sungai begitu saja. Dan beberapa hari setelah proses kelahiran, wanita tersebut sudah bisa kembali untuk bekerja. Mereka juga tidak melakukan upacara dalam pemberian nama, nama yang mereka anggap baik, itulah yang akan menjadi nama dari anak tersebut. Setelah seorang anak berusia 2-3 tahun, jika dia seorang wanita, ia sudah harus mulai menggunakan rok jerami (sale), sedangkan untuk anak pria, dia baru memakai alat penutup alat kelamin pada usia 5-6 tahun. Pada suku Dani, mereka mengenal satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan anak pria Dani yaitu upacara Waya hagat-abin, yaitu suatu upacara Inisiasi, upacara ini dilakukan ketika seorang anak berusia antara 5-10 tahun. Upacara inisiasi ini biasanya diadakan bersamaan dengan pesta ebe-ako atau pesta babi. Dan upacara ini biasanya berlangsung selama 9 hari atau lebih. Sedangkan untuk anak-anak wanita, mereka tidak menjalani upacara Waya-hagat abin, tetapi mereka menjalani upacara dalam pesta hotale, yaitu pada waktu ia mendapat haid pertama (eket-web).

Ritual Kematian Pada upacara pembakaran jenazah, tubuh orang yang meninggal dihias dan didudukkan diatas suatu singgasana ( bea). Upacara ini dilakukan disuatu lapangan dipusat perkampungan. Para kerabat dan orang-orang yang datang untuk melayat akan duduk mengelilingi bea dan menangis sekeras-kerasnya. Tubuh para wanita dilumuri dengan lumpur putih tanda berkabung dengan nyanyian-nyanyian kematian dan ratapan. Dan pada siang harinya beberapa orang dukun melakukan upacara memotong satu ruas jari dari tiap anggota keluarga inti orang yang meninggal dengan menggunakan kapak batu tetapi ada juga yang menggunakan bambu. Biasanya jari-jari yang dipotong, bukan hanya sekali saja, tetapi tergantung berapa banyak kerabat terdekat yang meninggal. Dan apabila jari-jari mereka telah dipotong habis, mereka akan memotong lagi sebagian dari telinga mereka. Setelah itu, mereka akan melakukan upacara pembakaran jenazah dan para kerabat orang yang meninggal membakar daging babi di dalam lubang-lubang yang mereka gali di dalam tanah dan sebagian akan disajikan untuk ruh ( ame), orang yang meninggal. Sore harinya daging yang telah masak itu dimakan bersama dan menjelang senja semua perhiasan yang dikenakan pada jenazah diambil dan tubuh jenazah itu digosok dengan minyak babi. Setelah itu dimulai pembakaran jenazah, yang diiringi dengan jerit tangis orang-orang yang datang melayat.