Bab 5 Persepsi: Inti Komunikasi Mochammad Alvin Zulkipli Nadhira Dhiya Nepi Diana Rahayu Sri Utami
Persepsi: Inti Komunikasi Pada abad ke-19 para ilmuwan mengira bahwa apa yang ditangkap pancaindera kita adalah sebagai suatu yang nyata dan akurat. Para Psikolog menyebut mata sebagai kamera dan retina sebagai film yang merekam pola-pola cahaya yang jatuh diatasnya. Sedangkan para ilmuwan modern menentang asumsi itu, karena kebanyakan percaya bahwa apa yang kita amati dipengaruhi sebagian oleh citra retina mata dan terutama oleh kondisi pikiran pengamat.
Dari penjelasan diatas, kita dapat mengetahui bahwa masing-masing orang yang mewakili lingkungannya memiliki kesan yang berbeda tentang suatu hal yang sama, benda, situasi, orang maupun peristiwa. Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita yang memengaruhi perilaku kita.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam komunikasi. “Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna” –John R. Wenburg dan William W. Wilmot- “Persepsi adalah menafsirkan informasi inderawi” –Rudolph F. Verderber- “Persepsi didefinisikan sebagai interpretasi atas sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana” –J. Cohen-
Persepsi meliputi penginderaan (sensasi) yang merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman , dan pengecapan. Reseptor inderawi—mata, tangan, kulit, hidung dan lidah—adalah penghubung otak manusia dan lingkungan sekitar.
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu seleksi, organisasi, dan interpretasi. Seleksi adalah mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi yang dapat didefinisikan sebagai “meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi kesatuan yang bermakna”
Banyak rangsangan sampai kepada kita melalui pancaindera, namun kita tidak mempersepsi semua itu secara acak. Hanya rangsangan-rangsangan tertentu yang kita perhatikan, hal tersebut dikarenakan pancaindera kita yang terbatas.
Persepsi manusia Persepsi terhadap lingkungan fisik, biasanya berbeda-beda pada suatu kelompok masyarakat dan bahkan masing-masing kita secara individual. (gambar 5.1 hal. 185). Latar belakang pengalaman, budaya dan suasana psikologis yang berbeda juga menbuat persepsi kita berbeda pada suatu objek. Persepsi Sosial, adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita.
Beberapa prinsip penting mengenai persepsi sosial Persepsi berdasarkan pengalaman, persepsi manusia terhadap seseorang atau obyek apa saja selalu berkaitan dengan pengalaman pembelajaran di masa lalu. Persepsi bersifat selektif, setiap saat kita diberondong oleh rangsangan inderawi, namun atensi kita merupakan faktor utama dalam menentukan selektivitas kita. Artinya tidak semua pengalaman inderawi kita menjadi perhatian kita.
Proses selektivitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: Faktor internal, atensi kita terhadap suatu rangsangan inderawi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti faktor biologis, fisiologis, dan faktor-faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, status sosial dan lain sebagainya. Faktor-faktor motivasi, pengharapan dan emosi juga sangat menentukan atensi kita.
Faktor eksternal, atensi kita juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan dan perulangan obyek yang dipersepsi. Suatu obyek yang bergerak misalnya mungkin lebih menarik perhatian kita dari pada obyek yang tidak bergerak atau diam. Orang yang berpenampilan kontras seperti warna yang menyolok memberikan perhatian yang spesifik.
Persepsi bersifat dugaan, data yang kita peroleh mengenai objek lewat penglihatan tidak pernah lengkap, karena persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Persepsi yang bersifat dugaan memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. (gambar 5.4 hal. 202)
Persepsi bersifat evaluatif, adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri kita yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang kita gunakan untuk memaknai objek persepsi. Dengan demikian, persepsi bersifat pribadi dan subjektif. “Persepsi pada dasarnya memiliki keadaan fisik dan psikologis individu, alih-alih menunjukkan karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi” –Andrea L. Rich- “Individu bereaksi terhadap dunianya yang ia alami dan menafsirkannya dan dengan demikian dunia perseptual ini, bagi individu tersebut, adalah realitas”. –Carl Rogers-
Persepsi bersifat Kontekstual, suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua pengaruh yang ada dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh yang paling kuat dan sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan dan juga persepsi kita. (gambar 5.7 hal. 208). Dalam mengorganisasikan suatu objek, kita menggunakan prinsip-prinsip berikut:
Prinsip pertama: Stuktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapannya. (gambar 5.8 hal. 209) Prinsip kedua: Kita cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang terdiri dari objek dan latar belakangnya.
Persepsi dan Budaya Faktor-faktor internal bukan saja memengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga memengaruhi persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan. Bagaimana cara kita memaknai pesan, objek, atau lingkungan bergantung pada sistem nilai yang kita anut.
Kepercayaan, nilai dan sikap Kepercayaan adalah anggapan subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan atau tanpa bukti. Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan kita, mencakup kegunaan, kebaikan, estetika dan kepuasan. Nilai bersifat normatif, memberitahu baik dan buruk, salah dan benar dan sebagainya. Sikap adalah perilaku dari seseorang setelah adanya persepsi terhadap sesuatu.
Pandangan Dunia, adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran, materi (kekayaan) dan isu-isu yang berkaitan dengan kehidupan. Berbagai agama di dunia punya konsep ketuhanan dan kenabian yang berbeda. Organisasi Sosial, meliputi organisasi formal atau informal juga memengaruhi kita dalam mempersepsi dunia dan kehidupan yang berpengaruh pada perilaku kita.
Tabiat manusia, pandangan kita mengenai siapa kita, bagaimana sifat atau watak kita memengaruhi cara kita mempersepsi lingkungan fisik. Misalnya, kaum muslimin berpandangan bahwa manusia lahir dalam keadaan suci, sedangkan golongan krisen berpandangan bahwa manusia lahir mewarisi dosa Adam dan Hawa. Orientasi Kegiatan, aspek lain yang memengaruhi persepsi adalah pandangan tentang aktivitas. Dalam budaya tertentu di Timur khususnya, siapa seseorang itu (raja, anak presiden, pejabat, keturunan nigrat dan sebagainya) lebih penting daripada apa yang dilakukannya.
Persepsi tentang diri dan orang lain Menurut masyarakat Timur (masyarakat kolektivis) Diri (Self) tidak bersifat otonom, melainkan lebur dalam kelompok Kepentingan kelompok lebih diutamakan dibandingkan kepentingan individu Segala sesuatu dilakukan secara bersama Hubungan terjalin atas rasa persaudaraan Menurut masyarakat Barat (masyarakat individualis) Diri (Self) bersifat otonom Kepentingan individu lebih diutamakan dibandingkan kepentingan umum Segala sesuatu dilakukan sendiri Hubungan terjalin atas rasa menguntungkan
Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi Kesalahan Atribusi Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab prilaku orang lain. Dapat terjadi ketika : Salah dalam penafsiran makna pesan Adanya sangkaan bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal atau faktor eksternal Pesan yang dipersepsi tidak utuh Efek Halo Merujuk pada fakta bahwa begitu kita merujuk kesan menyeluruh mengenai seseorang, yang menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita atas sifat-sifatnya yang spesifik Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi
Stereotip Menggeneralisasikan (mengkategorikan) orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok (ras, etnik, kaum tua, pekerjaan, dll.) dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individu. Prasangka sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok baik bersifat positif atau pun negatif, namun pada umumnya bersifat negatif.
Gegar Budaya Lundstedt “gegar budaya adalah suatu bentuk ketidak mampuan menyesuaikan diri (personality mal-adjustment) yang merupakan reaksi terhadap upaya semntara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru.” P. Harris dan R. Moran “gegar budaya adalah trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena ia harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budayanya yang lama tidak lagi sesuai.”
5 tahap dalam pengalaman transisional (gegar budaya) menurut Peter S 5 tahap dalam pengalaman transisional (gegar budaya) menurut Peter S. Adler: Kontak: ditandai dengan kesenangan, keheranan, dan kekagetan karena melihat sesuatu yang baru Disintegrasi ditandai dengan kebingungan karena identitas kita dalam skema budaya yang baru itu terus meningkat Reintegrasi ditandai dengan penolakan atas budaya kedua Otonomi ditandai dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahan atas budaya baru, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru itu Independensi: ditandai dengan menghargai kemiripan dan perbedaan budaya bahkan menikamatinya