Andi Nurul Ayu Muchlisa ILLEGAL FISHING KELOMPOK 4 Marwah M Arsyad Wulandari Eka Agustin Arnawana Rahmawati D. A.Novriani Amalia Rasina Andi Nurul Ayu Muchlisa SerlyAnti Tiku Datu
Pengantar Masalah perikanan tangkap yang melanggar hukum atau lebih dikenal dengan istilah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah klasik. Mengapa dikatakan klasik? karena masalah ini telah ada dari zaman dulu yang seakan-akan tidak ada habisnya. Hingga sekarang pun Illegal Fishing masih sulit untuk di berantas. Pencurian ikan oleh armada kapal ikan asing dari wilayah laut Indonesia diperkirakan sebesar 1 juta ton/tahun (Rp 30 triliun/tahun) yang berlangsung sejak pertengahan 1980-an. Selain kerugian uang negara sebesar itu, pencurian ikan oleh nelayan asing berarti juga mematikan peluang nelayan Indonesia untuk mendapatkan 1 juta ton ikan setiap tahunnya. Lebih dari itu, volume ikan sebanyak itu juga mengurangi pasok ikan segar (raw materials) bagi industri pengolahan hasil perikanan nasional serta berbagai industri dan jasa yang terkait. Aktivitas pencurian ikan oleh para nelayan asing juga merusak kelestarian stok ikan laut Indonesia, karena biasanya mereka menangkap ikan dengan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Sebagaimana yang telah kita ketahui, peran pemerintah dalam menjaga perairan di wilayah perbatasan sangat terbatas, bahkan dapat dikatakan minim baik dalam hal trasportasi seperti kapal-kapal patroli maupun dalam hal jumlah ankatan laut maritim yang siaga berpatroli. Bayangkan saja jika kapal patroli kita, ataupun kapal penangkap ikan kita yang umumnya berukuran kecil dan tradisional, harus berhadapan dengan kapal asing yang berukuran lebih besar dan modern serta dalam jumlah yang lebih banyak.
Pengertian Illegal Fishing Illegal fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu Negara. Artinya kegiatan penangkapan yang tidak memiliki izin melakukan penangkapan ikan dari Negara bersangkutan. Praktek terbesar dalam IUU fishing, pada dasarnya adalah poaching atau pirate fishing. Yaitu penangkapan ikan oleh negara lain tanpa izin dari negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain pencurian ikan oleh pihak asing. Keterlibatan pihak asing dalam pencurian ikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing dengan memanfaatkan surat izin penangkapan legal yang dimiliki oleh pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal berbendera lokal atau bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan sebagai illegal fishing karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya, pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang sah. Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing menggunakan benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah negara lain.
Faktor Penyebab Illegal Fishing Terjadi di Indonesia Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka (open access), Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari sisi kuantitas Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid.
Tempat-Tempat yang sering Terjadi Illegal Fishing di Perairan Indonesia. Menurut Sumber Pertama : 1. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI ) 2. Laut teritorial 3. Laut Natuna, nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing antara lain dari Taiwan, Vietnam, Thailand, Malaysia 4. Sulawesi Utara bagian utara, nelayan yang melakukan Illegal Fishing antara lain dari Philipina 5. Laut Arafura, nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing antara lain Thailand, RRC, Taiwan
Lanjutan Menurut Sumber Kedua : Ada Dua Daerah yang sering Terjadi adalah Perairan Indonesia bagian Barat dan Timur yang Antara lain adalah : a) Perairan Papua (Sorong, Teluk Bintuni, Fakfak, Kaimana, Merauke, Perairan Arafuru) b) Laut Maluku, Laut Halmahera c) Perairan Tual d) Laut Sulawesi e) Samudra Pasifik f) Perairan Indonesia-Australia g) Perairan Kalimantan Timur 2. Perairan Barat Indonesia, seperti: a) Perairan Kalimantan bagian Utara, daerah Laut Cina Selatan b) Perairan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) c) Selat Malaka d) Sumatera Utara (Perairan Pandan, Teluk Sibolga) e Selat Karimata, Perairan Pulau Tambelan (Perairan antara Riau dan Kalimantan Barat) f) Laut Natuna (Perairan Laut Tiongkok Selatan) g) Perairan Pulau Gosong Niger (Kalimantan Barat)
Modus Illegal Fishing 1. Double Flagging ( penggunaan bendera kapal ganda ) ; 2. Manipulasi data dalam mendaftarkan kapal eks. Asing menjadi KII ( manipulasi Delition Certificate dan Bill of Sale ) ; 3. Transhipment di tengah laut ( kapal penangkap ikan melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan memindahkan hasil tangkapan ke kapal pengumpul yang sudah menunggu di batas luar ZEEI ) ; 4. Mematikan atau memindahkan Vesel Monitoring System ( VMS ) ke kapal lain ; 5. Satu ijin untuk beberapa kapal yang sengaja dibuat serupa ( bentuk dan warna) ; 6. Memasuki wilayah Indonesia dengan alasan tersesat atau menghindar dari badai ; 7. Melakukan lintas damai namun tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka ( alat penangkapan ikan kedapatan dalam kondisi basah ) ; 8. Alasan Traditional Fishing Right (kapal-kapal Pump Boat); 9. Menangkap ikan tidak pada Fishing Ground yang telah ditetapkan ; 10.Untuk alat tangkap pukat ikan ukuran mata jaring < dari 50 mm, head rope dan ground rope melebihi yang tertera pada ijin ; 11. Jaring insang ( Gill Nett melebihi panjang maksimal /10.000 meter ) ; 12. Penangkapan ikan dengan menggunakan pukat harimau ( Trawl) atau pukat yang ditarik dua kapal ( Pair Trawl ) ;
Dampak atas Illegal Fishing Di Indonesia Mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia. Mengurangi kontribusi perikanan tangkap di wilayah zeei atau laut lepas kepada ekonomi nasional (pdb). Ilegal mendorong ke arah penurunan tenaga kerja pada sektor perikanan nasional, seperti usaha pengumpulan dan pengolahan ikan. Akan mengurangi peran tempat pendaratan ikan nasional (pelabuhan perikanan nasional) dan penerimaan uang pandu pelabuhan. Akan Mengurangi pendapatan dari jasa dan pajak dari operasi yang sah. Baik secara langsung maupun tidak langsung, multiplier effects dari perikanan ilegal memilikib hubungan dengan penangkapan ikan nasional. Akan berdampak pada kerusakan ekosistem, akibat hilangnya nilai dari kawasan pantai, akan meningkatkan konflik dengan armada nelayan tradisional. berdampak negatif pada stok ikan dan ketersediaan ikan, yang merupakan sumber protein penting bagi Indonesia. ilegal akan berdampak negative pada isu kesetaraan gender dalam penangkapan ikan dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan.
Upaya-Upaya Apa Saja yang Dilakukan Pemerintah Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Illegal Fishing. Upaya Preventif Sosialisasi berbagai peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang sumberdaya perikanan dan pengelolaannya kepada masyarakat Upaya Represif Dalam pelaksanaan kegiatan gelar patroli keamanan laut yang dilakukan sejak Tahun 2005 sampai dengan 2009 dilaksanakan oleh Kapal Pengawas milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia maupun milik TNI - Angkatan Laut yang mana kegiatan patroli keamanan laut tersebut melibatkan unsur penyidik TNI - Angkatan Laut dan penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan – Republik Indonesia yang terlaksana secara terpadu.
Faktor Pendukung Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Illegal Fishing. 1) Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, 2) UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya seperti : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha Perikanan, 3) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, 4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 5). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan, 6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan, 7). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial, 8). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring Ingsang (Gill Net) di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Faktor Penghambat Penegakan Hukum Tindak Pidana Illegal Fishing Obyek Penegak Hukum Sulit Ditembus Hukum Lemahnya Koordinasi Antar Penegak Hukum Masalah Pembuktian Ruang Lingkup Tindak Pidana yang Masih Sempit Rumusan Sanksi Pidana Subyek dan Pelaku Tindak Pidana Proses Penyitaan Ganti Kerugian Ekologis Kurangnya Wawasan dan Integritas Para Penegak Hukum
1. Terkait pengawasan dan penegakan hukum, yaitu : Pihak Yang Menangani Tindak Pidana Perikanan di Indonesia dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang TP. Perikanan, antara lain : 1. Terkait pengawasan dan penegakan hukum, yaitu : - Mekanisme koordinasi antar instansi penyidik dalam penyidikan TP. Perikanan ( Bakorkamla ) ; - Penerapan sanksi ( pidana badan atau denda ) ; - Hukum Acara Pidana ( limitatif batas waktu penyelesaian perkara ) - Adanya kemungkinan upaya penenggelaman kapal berbendera asing . 2. Terkait pengelolaan perikanan, antara lain : - Ke-Pelabuhan perikanan ; - Konservasi ; - Perijinan ; - Ke-syahbandaran . 3. Terkait perluasan Yurisdiksi Pengadilan Perikanan .
Mekanisme Penanganan Perkara TP. Perikanan a. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum. b. Penerimaan berkas perkara ( tahap satu ), yaitu bahwa : 1. Penyidikan kasus TP. di bidang Perikanan di wilayah pengelolaan perikanan RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL dan atau Penyidik Polri ; 2. Untuk Locus Delicti di wilayah ZEEI, JPU hanya menerima berkas perkara yang disidik oleh PPNS perikanan ( PSDKP ) dan penyidik perwira TNI AL dan berkas perkara TP. 3. Penelitian berkas perkara ( Pra Penuntutan ) oleh JPU harus melakukan penelitian syarat formil yaitu mencakup identitas tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan BB, daftar BB, dan penelitian syarat materiil yaitu antara lain unsur pasal yang disangkakan terkait wilayah ( ZEEI atau diluar ZEEI ) 4.Tenggang waktu penelitian berkas perkara maksimal 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara hasil penyidikan 5. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 5 hari, JPU tidak mengembalikan berkas perkara kepada penyidik ; 6. Dalam waktu paling lama 10 hari terhitung sejak tanggal penerimaan berkas perkara, penyidik harus menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada JPU ; 7. JPU melimpahkan berkas perkara kepada Ketua PN paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal berkas perkara dinyatakan lengkap oleh JPU.
Sekian