Hukum Ketenagakerjaan Positif IRA ALIA MAERANI, SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
Blog: https://iraaliamaaerani@wordpress.com
POKOK BAHASAN - Upah - Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) - Outsourcing - Regulasi tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Kepmenakertrans No. KEP. 102/MEN/VI/2004 tentang penentuan upah lembur.
Hukum Ketenagakerjaan Positif Hukum Ketenagakerjaan diulas agar kita memahami posisi buruh dan majikan dalam suatu hubungan kerja, karena hubungan kerja pada dasarnya akan memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak. Hak dan kewajiban kedua belah pihak termuat dalam syarat-syarat kerja. Syarat-syarat kerja adalah petunjuk yang harus ditata / diatur oleh pihak buruh maupun majikan dalam suatu hubungan kerja serta dituangkan dalam PERJANJIAN KERJA
Syarat Kerja Syarat kerja yang akan kita bahas meliputi: Upah Jam Kerja & Lembur Cuti Waktu Istirahat Pekerja Perempuan dan Anak Perlindungan Kerja Perjanjian Kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
SESSION I UPAH
Ad.1. Upah [DEFINISI] Upah adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. (Pasal 1 angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)
Upah [DASAR HUKUM] Pasal 27 UUD 1945 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Komponen Upah Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian Tunjangan tetap adalah pembayaran teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan keluarganya, yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok (contoh: tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan) Tunjangan tidak tetap adalah pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan buruh diberikan secara tidak tetap, dibayarkan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok (contoh: insentif kehadiran)
Komponen Pendapatan Non-Upah Fasilitas adalah kenikmatan dalam bentuk nyata / natur karena hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh (contoh: fasilitas antar jemput, pemberian makan secara cuma-cuma, sarana kantin) Bonus adalah pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan perusahaan atau karena prestasi Tunjangan Hari Raya (THR) adalah pendapatan yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan
THR THR diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja minimal 1 (satu) bulan berturut-turut dengan jumlah proporsional ( masa kerja / 12 X upah sebulan (upah pokok+tunjangan tetap) (Permenaker No. 6 Tahun 2016 ttg Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan). Masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih menerima THR 1 (satu) bulan gaji (upah pokok + tunjangan tetap)
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja/ Buruh di Perusahaan yang terdiri dari 13 pasal ini mulai diberlakukan saat diundangkan, tanggal 8 Maret 2016.
Di dalam pasal 3 ayat (2), di sana disebutkan bahwa Pekerja/ Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan diberikan secara proporsional sesuai masa kerja. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang menetapkan bahwa pekerja/ buruh yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal 3 (tiga) bulan.
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1994, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
[UPAH MINIMUM REGIONAL] YAITU upah terendah yang terdiri dari upah pokok, termasuk tunjangan tetap yang diterima oleh pekerja di wilayah tertentu dalam satu propinsi.
Upah [UNSUR YANG MEMPENGARUHI PEMBAYARAN UPAH] buruh sakit 4 (empat) bulan pertama dibayar 100% 4 (empat) bulan kedua dibayar 75% 4 (empat) bulan ketiga dibayar 50% bulan selanjutnya dibayar 25% sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha
Upah Kedudukan upah, apabila pengusaha pailit, upah buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya bentuk upah, pada dasarnya diberikan dalam bentuk uang, namun dalam bentuk lain diperbolehkan namun nilainya tidak melebihi 25 % nilai upah.
Ad. 2. Jam Kerja & Upah Lembur JAM KERJA DAN UPAH LEMBUR Pasal 77 UU 13/2003 , Waktu Kerja: 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu Lembur adalah selebihnya dari jam kerja yang diatur dalam point di atas
Jam Kerja & Upah Lembur Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat: ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu
Upah Per Jam Status Pekerja Rumus Bulanan 1 / 173 X upah / bulan Harian 3 / 20 x upah / hari Borongan / dasar satuan 1 / 7 X rata-rata kerja sehari
Upah Lembur Hari Kerja Biasa: Jam I 1,5 X upah per jam Setiap jam berikutnya (Jam II) 2 X upah per jam Hari istirahat mingguan / hari raya: Setiap jam dalam batas 7 jam atau 5 jam apabila hari raya jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 hari kerja semingu 2 X upah per jam Jam I 3 X upah per jam Setiap jam berikutnya (Jam II) 4 X upah per jam
Ad. 3 & 4. Istirahat Kerja & Cuti Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh meliputi : istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus
Istirahat Kerja & Cuti cuti besar / istirahat panjang , bagi buruh yang telah bekerja selama 6 tahun terus-menerus pada seorang majikan atau beerapa majikan yang tergabung dalam satu organisasi berhak istirahat selama 3 bulan lamanya cuti haid, tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid cuti hamil / bersalin / keguguran, buruh perempuan diberi istirahat 1 ½ bulan sebelum dan 1 ½ bulan setelah melahirkan, atau 1 ½ bulan setelah gugur kandungan cuti menunaikan ibadah agama, diberikan waktu cuti secukupnya tanpa mengurangi hak cuti lainnya
Cuti karena alasan penting pekerja/buruh menikah 3 (tiga) hari menikahkan anaknya 2 (dua) hari mengkhitankan anaknya membaptiskan anaknya isteri melahirkan atau keguguran kandungan suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia 1 (satu) hari
Ad.5 PEKERJA PEREMPUAN Syarat Kerja Pekerja Perempuan: Pekerja perempuan dilarang dipekerjakan pada malam hari dan pada tempat yang tidak sesuai kodrat dan martabat Pekerja perempuan tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid Pekerja perempuan yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya menyusui bayinya pada jam kerja
Pekerja Anak Laki-laki / perempuan yang berumur kurang dari 15 tahun Pengusaha dilarang mempekerjakan anak Pengusaha yang mempekerjakan anak karena alasan tertentu wajib memberikan perlindungan: Tidak mempekerjakan lebih dari 4 jam sehari Tidak mempekerjakan dari pk. 18.00 – 06.00 Tidak mempekerjakan dalam tambang bawah tanah, lubang bawah tanah, di terowongan Tidak mempekerjakan pada tempat yang membahayakan kesusilaan, keselamatan, dan kesehatan kerja
Pekerja Anak e.. Tidak mempekerjakan anak pada pekerjaan kontruksi jalan, jembatan, bangunan air, dan bangunan gedung f. Tidak mempekerjakan di pabrik di dalam ruangan yang tertutup yang menggunakan alat mesin g. Tidak mempekerjakan anak pada pembuatan, pembongkaran dan pemindahan barang di pelabuhan, dermaga, galangan kapal, stasiun, tempat pemberhentian dan pembongkaran muatan serta tempat penyimpanan barang
Ad. 6. Perlindungan Kerja Tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta kesusilaan, pemeliharaan moril kerja sesuai martabat manusia Tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan
Ad. 7. Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatan antara pekerja dengan pemberi pekerjaan atau pengusaha. Perjanjian kerja berisikan hak dan kewajiban masing-masing pihak baik pengusaha maupun pekerja Perjanjian kerja lisan diperbolehkan akan tetapi wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan, yang memuat: nama dan alamat pekerja, tanggal mulai bekerja, jenis pekerjaan, besarnya upah. Perjanjian untuk waktu tertentu tidak boleh lisan
Perjanjian Kerja Perjanjian kerja tertulis harus memuat: Nama, alamat perusahaan serta jenis usaha Nama, alamat, umur, jenis kelamin, alamat pekerja Jabatan atau Jenis pekerjaan Tempat pekerjaan Upah yang diterima dan cara pembayaran Hak dan kewajiban para pihak Kategori perjanjian (PKWT, atau PKWTT) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
Perjanjian Kerja Perjanjian kerja didasarkan pada: Kesepakatan kedua belah pihak untuk melakukan hubungan kerja Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian Ada pekerjaan yang diperjanjikan Perkerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Perjanjian Kerja Macam-macam perjanjian kerja: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu jangka waktunya tertentu Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu / karyawan tetap Perjanjian Kerja dengan Perusahaan Pemborong Pekerjaan Perjanjian Kerja dengan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
Perjanjian Kerja Perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan wajib dibuat secara tertulis oleh pengusaha, memuat syarat kerja dan tata tertib perusahaan, harus disahkan oleh menteri atau petugas yang ditunjuk Hal yang diatur hak dan kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat kerja, tata tertib perusahaan, jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan paling lama 2 tahun Perusahaan yang memiliki karyawan di atas 50 orang wajib membuat Perjanjian Kerja Bersama
Ad. 8. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PKWT adalah hubungan kerja yang waktunya terbatas PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja PKWT hanya diperbolehkan untuk: - pekerjaan yang sekali selesai / sementara, - pekerjaan yang diperkirakan akan selesai dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun,
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) - pekerjaan yang bersifat musiman, - pekerjaan yang berhubungan dengan produk,atau kegiatan baru yang masih dalam tahap penjajakan PKWT didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI) SESSION 2 PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI)
SISTEMATIKA UU NO. 2 TAHUN 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 terdiri dari 8 Bab, yaitu: Bab I (Pasal 1 – 5) tentang Ketentuan Umum (Definisi, dan Ruang Lingkup secara Umum); Bab II (Pasal 6 – 54) tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Penyelesaian Bipatrit, Konsiliasi, Mediasi, dan Arbitrase); Bab III (Pasal 55 -80) tentang Pengadilan Hubungan Industrial (Ruang Lingkup PHI; Hakim, Panitera, Panitera Pengganti PHI secara Umum); 4. …
Bab IV (Pasal 81 – 115) tentang Penyelesaian Perselisihan Melalui PHI (Hukum Acara dalam PHI, Pengambilan Putusan, dan Upaya Hukum Kasasi); Bab V (Pasal 116 – 122) tentang Sanksi Administrasi dan Ketentuan Pidana (bagi Mediator, Panitera, Konsiliator, Arbiter); Bab VI (Pasal 123) tentang Ketentuan Lain-lain; Bab VII (Pasal 124) tentang Ketentuan Peralihan; Bab VIII (Pasal 125 - 126) tentang Ketentuan Penutup (Tidak Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta);
Definisi Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya (i) perselisihan mengenai hak, (ii) perselisihan kepentingan, (iii) perselisihan pemutusan hubungan kerja dan (iv) perselisihan antar serikat pekerja/serikat Buruh dalam satu perusahaan.
Perselisihan Hub. Industrial 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan Hak 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Arbitrase Hubungan Industrial 4. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan Kepentingan 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan PHK 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Arbitrase Hubungan Industrial 4. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dlm Satu Perusahaan
Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan Kepentingan yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Jenis Perselisihan HI Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Satu Perusahaan yaitu perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Permasalahan Hubungan Industrial: Mogok Kerja Penutupan Perusahaan Pemutusan Hubungan Kerja
Permasalahan Hubungan Industrial 1. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. 2. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan. (Pasal 146) 3. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha (pasal 150).
Model Penyelesaian Perselisihan HI Mediasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Mediator yang netral. Konsiliasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Konsiliator yang netral.
Model Penyelesaian Perselisihan HI Arbitrase Hubungan Industrial yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Pengadilan Hubungan Industrial yaitu pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
Alur PPHI dalam UU No. 2 Tahun 2004 Perundingan Bipatrit – Perjanjian Bersama; Mediasi/Instansi Pemerintah: Perselisihan Hak; Perselisihan Kepentingan; Perselisihan PHK; Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan. Konsiliasi: Perselisihan PHK, dan; Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan; Arbitrase Pengadilan Hubungan Industrial
Kemungkinan Kendala-Kendala Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2004 Perselisihan Mengenai PHK dan Perselisihan Mengenai Hak tidak dapat diselesaikan di Arbitrase; Pencabutan Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Kesalahan Berat untuk PHK akan memperlama proses penyelesaian; SDM: Hakim Ad Hoc Tidak Harus berlatar Belakang Hukum, hanya 21 hari dalam pelatihan dan pendidikan bagi Hakim Ad Hoc; Sarana dan Prasarana: 33 gedung Pengadilan untuk PHI, 3 di PN, sisanya gedung bekas P4D dan P4P;
ALUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN DENGAN MUSYAWARAH BIPARTIT Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat PERJANJIAN BERSAMA SEPAKAT Max. 30 Hari (Ps. 3 (2)) TIDAK SEPAKAT BIPARTIT RISALAH PERUNDINGAN RISALAH PERUNDINGAN PEKERJA / SERIKAT PEKERJA PENGUSAHA PERSELISIHAN
Alur Penyelesaian Mediasi Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat PHI PERJANJIAN BERSAMA Sepakat Tidak Sepakat Paling lama 30 hari Mediator akan mengeluarkan Anjuran (Pasal 15) Jika Tidak Memilih Mediasi Konsiliasi Arbitrase 2 Pilihan Penyelesaian akan ditawarkan Instansi Ketenagakerjaan Setempat
Alur Penyelesaian Konsiliasi Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat PHI PERJANJIAN BERSAMA Sepakat Tidak Sepakat Jika Tidak Memilih Mediasi Paling lama 30 hari Konsiliator akan mengeluarkan Anjuran (Pasal 25) Konsiliasi Arbitrase 2 Pilihan Penyelesaian akan ditawarkan Instansi Ketenagakerjaan Setempat
Alur Penyelesaian Arbitrase Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat MA PERJANJIAN BERSAMA Sepakat Tidak Sepakat Mediasi Jika Tidak Memilih Paling lama 30 hari Arbiter akan mengeluarkan Anjuran (Pasal 40) Konsiliasi Arbitrase 2 Pilihan Penyelesaian akan ditawarkan Instansi Ketenagakerjaan Setempat
Upaya Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Salah satu atau kedua belah pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan Arbitrase dalam hal: Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu; Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; Putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan; Putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial; atau Putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pengadilan Hubungan Industrial Majelis hakim terdiri dari 1 hakim PN dan 2 hakim Ad hoc (perwakilan dari organisasi pengusaha dan serikat pekerja) PHI dibentuk pd setiap PN yg berada di ibukota propinsi Kabupaten/Kota yg padat industri berdasarkan Keppres harus segera dibentuk PHI pd PN setempat
Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: Tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan perselisihan PHK, sehingga para pihak masih dapat mengajukan kasasi ke MA Tingkat pertama dan terakhir (final) mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Ketentuan Beracara dalam PHI tidak berbeda seperti Hukum Acara Perdata; Kecuali hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU No. 2 Tahun 2004 (Pasal 57) Putusan PHI mengenai Perselisihan Hak dan PHK dapat diajukan ke MA melalui Upaya Hukum Permohonan Kasasi paling lama 14 hari setelah putusan dibacakan, atau menerima pemberitahuan putusan.
Beda Perselisihan Hak dg Perselisihan Kepentingan Perselisihan HI diawali dg suatu tindakan hukum Hukumnya dilanggar, tidak dilaksanakan dan ditafsirkan berbeda Perselisihan Kepentingan: Perselisihan HI tanpa diawali suatu pelanggaran hukum Hukumnya belum ada krn dalam perselisihan kepentingan ini para pihak memperselisihkan hukum yg akan dibentuk
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SESSION 3 PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Pengertian PHK (Ps. 1 angka (25) UU 13 /2003) Adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal ttt mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha
Pasal 150 UU 13/2003 Meliputi PHK yg tjd di badan usaha yg berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-2 sosial dan usaha-usaha lainnya yg mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dg membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Ps 151 UU 13/2003 Pengusaha, SP, dan pemerintah mengusahakan agar tdk tjd PHK Bila segala upaya telah dilakukan dan PHK tdk dpt dihindari, mk PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha, SP atau pekerja ybs Bila perundingan sbgmn Ayat (2) tdk menghasilkan persetujuan, pengusaha dpt memutuskan PHK setelah memperoleh penetapan dr lembaga penyelesaian Hubungan Industrial.
Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan: (Ps 153 (1) UU 13/2003) pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; pekerja menikah;
PHK pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
8. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; 9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; 10.Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Cara Terjadinya PHK: PHK demi Hukum PHK oleh Buruh PHK oleh Majikan PHK atas dasar putusan pengadilan
1. PHK demi Hukum Terjadi karena alasan batas waktu kerja yg disepakati telah habis atau apabila pekerja meninggal dunia Berdasarkan Ps. 61 (1) UU 13/2003 Perjanjian Kerja berakhir apabila: Pekerja meninggal dunia Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yg telah berkekuatan hukum tetap Adanya keadaan atau kejadian ttt yg dicantumkan dlm perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yg dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja
2. PHK oleh Buruh Terjadi apabila buruh mengundurkan diri atau telah terdapat alasan yg mendesak yg mengakibakan buruh minta di PHK Berdasarkan Ps 151 (3) huruf b UU 13/2003: PHK krn kemauan sendiri tanpa ada indikasi tekanan/intimidasi dr pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dg perjanjian kerja waktu ttt untuk pertama kali. Pengunduran diri buruh dpt dianggap tjd apabila buruh mangkir paling sedikit dalam waktu 5 hari kerja berturut-turut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara tertulis, ttp pekerja tdk dpt memberikan keterangan tertulis dg bukti yg sah
3. PHK oleh Majikan Terjadi apabila buruh tidak lulus masa percobaan, apabila majikan mengalami kerugian shg menutup usahanya, serta apabila buruh melakukan kesalahan Lamanya masa percobaan 3 bulan, dg syarat dinyatakan scr tegas oleh majikan pd saat hub kerja dimulai. Jika tidak, maka dianggap tdk ada masa percobaan Apabila majikan menerapkan training maka masa percobaan tdk boleh dilakukan
4. PHK Karena Putusan Pengadilan Akibat adanya sengketa antara buruh dan majikan yang berlanjut sampai ke proses peradilan. Datangnya perkara dapat dari buruh atau majikan Bentuknya dapat melalui gugat ganti rugi ke PN apabila diduga ada perbuatan yg melanggar hukum dari salah satu pihak atau dapat melalui PHI (Pengadilan Hubungan Industrial)
Hak-hak Buruh yang di-PHK Uang pesangon (Ps 156 (2) UU 13/2003) Uang penghargaan masa kerja (Ps 156 (3) UU 13/2003) Ganti kerugian (Ps 156 (4) UU 13/2003)
Penghitungan uang pesangon (Ps 156 (2) UU 13/2003) masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (Ps 156 (3) UU 13/2003) masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (ganti kerugian) meliputi: Psl 156 (4) UU 113/2003 cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Upaya Hukum bagi Pekerja yg di-PHK 1. Sebelum terbentuknya lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Pengadilan Hubungan Industrial) upaya yg dilakukan adalah upaya administratif administratif : - Bipartit --- Sepakat --- kekuatan hukum - Bipartit --- tidak sepakat --- Disnaker setempat --- P4P / P4D --- Menaker utk memperoleh veto (jk anjuran Disnaker tdk diterima) --- dimintakan fiat eksekusi di PN spy putusan dapat dijalankan (jika anjuran Disnaker diterima)
Contoh soal Menghitung Hak Buruh yang di-PHK Amin bekerja pada CV. Berkah selama 5 tahun dengan gaji pokok Rp 1 juta/bulan. Krisis ekonomi menyebabkan CV. Berkah mem-PHK karyawannya termasuk Amin. Satu tahun terakhir sebelum di-PHK, Amin belum mengambil hak cuti setahun selama 12 hari (ganti kerugian Rp 20.000/hari). Hak-hak apasajakah yang akan diperoleh Amin? Berapa besarnya?
Perhitungan hak buruh(Amin) yang di-PHK: Uang pesangon: 6 bulan upah= Rp 6 juta Uang penghargaan masa kerja: 2 bulan upah = Rp 2 juta Uang ganti kerugian (cuti tahunan): 14 hari x Rp 20.000 = Rp 280.000 TOTAL = Rp 8.280.000
Upaya Hukum bagi Pekerja yg di-PHK 2. Sejak adanya UU 2/ 2004 ttg PPHI (LN Th 2004 No. 6, TLN No. 4356) upaya hukum bagi pekerja yg alami PHK akan dilakukan secara: - Bipartit dg musyawarah mufakat - Mediasi - Konsiliasi - Arbitrase - PHI
SESSION 4 OUTSOURCING
Apa yang Dimaksud dengan Outsourcing? Outsourcing terbagi atas dua suku kata: out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam bahasa Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core (penunjang) oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.
Mengapa kita harus mengalihkan pekerjaan yang sifatnya non-core? Karena perusahaan lain dapat mengerjakannya dengan lebih murah, lebih cepat, lebih baik dan yang lebih utama lagi adalah karena kita punya pekerjaan lain yang sifatnya core (inti) yang lebih penting.
Dasar Hukum Outsourcing Dasar hukum outsourcing adalah Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan: Pasal 64 Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa Pekerja/Buruh yang dibuat secara tertulis.
Berdasarkan ketentuan pasal di atas, outsourcing dibagi menjadi dua jenis: 1. Pemborongan pekerjaan Yaitu pengalihan suatu pekerjaan kepada vendor outsourcing, dimana vendor bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pekerjaan yang dialihkan beserta hal-hal yang bersifat teknis (pengaturan operasional) maupun hal-hal yang bersifat non-teknis (administrasi kepegawaian). Pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan yang bisa diukur volumenya, dan fee yang dikenakan oleh vendor adalah rupiah per satuan kerja (Rp/m2, Rp/kg, dsb.). Contoh: pemborongan pekerjaan cleaning service, jasa pembasmian hama, jasa katering, dsb.
2. Penyediaan jasa Pekerja/Buruh Yaitu pengalihan suatu posisi kepada vendor outsourcing, dimana vendor menempatkan karyawannya untuk mengisi posisi tersebut. Vendor hanya bertanggung jawab terhadap manajemen karyawan tersebut serta hal-hal yang bersifat non-teknis lainnya, sedangkan hal-hal teknis menjadi tanggung jawab perusahaan selaku pengguna dari karyawan vendor.
Outsourching adalah penyerahan sebagian pekerjaan dari perusahaan kepada perusahaan lain. Tenaga kerja yang masuk dalam outsourching dapat berstatus PKWT dan PKWTT. Outsourching terjadi jika perusahaan penyedia tenaga kerja mendapat order pekerjaan dan dilimpahkan ke perusahaan lain.
Dalam outsourching hubungan kerja terjadi pada perusahaan penyedia tenaga kerja dan perusahaan pemberi kerja, sedangkan tenaga kerja outsourching memiliki hubungan kerja dengan perusahaan penyedia tenaga kerja.
Kontrak Kerja Ps 59 (1) dan (2) UU 13/2003 Kontrak kerja tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yg bersifat tetap dan hanya dapat dibuat untuk pekerjaan ttt yg menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan akan selesai dalam waktu ttt, yaitu: pekerjaan yang sekali selesai atau yg sementara sifatnya Pekerjaan yg diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yg tdk terlalu lama dan paling lama 3 tahun Pekerjaan yg bersifat musiman Pekerjaan yang berhubungan dg produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan
Pekerjaan yang Dapat Dialihkan Ps. 65 dan 66 Pasal 65 UU 13/2003 (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. (2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung. (3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi Pekerja/Buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. (6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan Pekerja/Buruh yang dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja Pekerja/Buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja Pekerja/Buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8). maka hubungan kerja Pekerja/Buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
Pasal 66 UU 13/2003: (1) Pekerja/Buruh dari perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
(2) Penyediaan jasa Pekerja/Buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Adanya hubungan kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh; b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak; c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh; dan d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa Pekerja/Buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
(3) Penyedia jasa Pekerja/Buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. (4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf (a), huruf (b), dan huruf (d) serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh beralih menjadi hubungan kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan pemberi pekerja.
Kesimpulan Ps. 65 (2) dan 66 (1) Berdasarkan ketentuan dalam pasal 65 ayat 2 dan pasal 66 ayat 1, pekerjaan yang dapat dialihkan adalah pekerjaan yang bersifat penunjang dan tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, atau dalam istilah bisnis disebut sebagai “non-core”.
Cara Menentukan Core atau Non-Core Suatu Pekerjaan Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.220/MEN/X/2004 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 Kepmenaker di atas, suatu pekerjaan dikategorikan sebagai core atau non-core adalah sepenuhnya ditetapkan oleh perusahaan.
Perusahaan membuat alur kegiatan proses secara keseluruhan dan menetapkan kegiatan/pekerjaan apa saja yang dikategorikan sebagai core atau non-core. Alur kegiatan ini kemudian dilaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat sebagai landasan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada vendor outsourcing.
Keuntungan Melakukan Outsourcing Fokus pada kompetensi utama Penghematan dan pengendalian biaya operasional Memanfaatkan kompetensi vendor outsourcing Perusahaan menjadi lebih ramping dan lebih gesit dalam merespon pasar Mengurangi resiko Meningkatkan efisiensi dan perbaikan pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya non-core
Penyebab Gagalnya Proyek Outsourcing Kurangnya komitmen, dukungan dan keterlibatan pihak manajemen dalam pelaksanaan proyek outsourcing Kurangnya pengetahuan mengenai siklus outsourcing secara utuh dan benar Terburu-buru dalam mengambil keputusan outsourcing.
4. Kurang baiknya cara mengkomunikasikan rencana outsourcing kepada seluruh karyawan Komunikasi harus dilakukan secara efektif dan terarah agar tidak muncul rumor dan resistensi dari karyawan yang dapat mengganggu kemulusan proyek outsourcing. Resistensi ini muncul karena: a. Kekhawatiran karyawan perusahaan akan adanya PHK. b. Adanya penentangan dari karyawan atau serikat pekerja. c. Kekhawatiran outsourcing dapat merusak budaya yang ada. d. Kekhawatiran akan hilangnya kendali terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dialihkan. e. Kekhawatiran bahwa kinerja vendor dalam melakukan pekerjaan yang dialihkan ternyata tidak sebaik saat dikerjakan sendiri oleh perusahaan.
5. Outsourcing dimulai tanpa visi yang jelas dan pondasi yang kuat 5. Outsourcing dimulai tanpa visi yang jelas dan pondasi yang kuat. Tanpa visi yang jelas dan pondasi yang kuat, tujuan dari proyek outsourcing tidak akan tercapai karena: a. Harapan perusahaan terhadap vendor tidak jelas. b. Perusahaan tidak siap menghadapi perubahan proses. c. Perusahaan tidak membuat patokan kinerja sebelum pengalihan kerja ke vendor. d. Peran dan tanggungjawab antara klien dan vendor yang tidak jelas. e. Tidak adanya dukungan internal. f. Lemahnya komunikasi atau manajemen internal. g. Lemahnya manajemen proyek, keputusan diserahkan sepenuhnya kepada vendor.
Hak - Hak Kepersonaliaan Karyawan Outsourcing Gaji / Income (overtime dan benefit lain) Hak Istirahat (mingguan, cuti tahunan dan cuti khusus) Jamsostek Hak keselamatan dan kesehatan Perlindungan lain yang ditentukan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku Jangan ada faktor pembeda dengan karyawan sendiri
Telaah kritis atas ketentuan/regulasi tentang outsourcing (ketenagakerjaan) Sistem Hukum (Struktur, Aparat Penegak, Kultur) Sibernetika Tallcot Parson Aliran Hukum Progressive Demi Hukum Vs Demi - Demi (aspek sosial-ekonomi) yang lain Prinsip “executorial title”
Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 ttg Outsourcing Mahkamah Kostitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materiil UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan Didik Suprijadi, pekerja dari Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML). Dalam putusannya MK menilai, pekerjaan yang memiliki obyek tetap tak bisa lagi dikerjakan lewat mekanisme kontrak atau outsourcing.
Oleh MK, aturan untuk pekerja outsourcing (penyedia jasa pekerjaan) dalam UU tersebut, yaitu Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b dianggap bertentangan dengan UUD 1945. MK menilai, UU Ketenagakerjaan tidak memberi jaminan kepastian bagi pekerja/buruh outsourcing untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan yang layak dalam hubungan kerja dan tidak adanya jaminan bagi pekerja.
Nantinya, pekerja-pekerja seperti Didik Suprijadi, yang inti pekerjaannya membaca meteran listrik, tidak dibenarkan dipekerjakan secara outsourcing karena obyek kerjanya tetap. Sistem outsourcing atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dengan menggunakan jasa perusahaan penyedia tenaga kerja hanya bisa dilakukan untuk pekerjaan yang objeknya tak tetap. Objek tak tetap contohnya pekerjaan pembangunan.
Amar Putusan MK: Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya; Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Karena putusan MK ini, maka dua pasal yang ada di UU nomor 13 tahun 2003 itupun berubah dengan dihilangkannya kalimat 'perjanjian kerja waktu tertentu' dan 'perjanjian kerja untuk waktu tertentu’.
'Bunyi dua pasal itu menjadi: Pasal 65 ayat 7 Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. Pasal 66 ayat 2 huruf b Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Inti putusan MK ini artinya tak lagi memberi kesempatan pada sebuah perusahaan untuk memberikan pekerjaan yang sifat objeknya tetap meskipun itu bersifat penunjang seperti pengamanan, kurir dan lainnya. Alhasil, bank-bank yang saat ini banyak mempekerjakan teller atau costumer service menggunakan sistem outsourcing tidak dibenarkan lagi.
Sebelum dihapuskan, dalam dua pasal itu terkandung kalimat perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dua frasa itu yang bermakna outsourcing sebelumnya disandingkan dengan kalimat pekerjanjian kerja waktu tidak tertentu.
SESSION 5 REGULASI TENTANG TKI
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri DASAR HUKUM: Undang-Undang no. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Pengertian TKI Setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
Pengertian CTKI setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pengertian Penempatan TKI Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan,pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.
Pengertian Perlindungan TKI Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Istilah-istilah KTKLN = Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri SIPPTKI = Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI SIP = Surat Izin Pengerahan
Asas Penempatan dan Perlindungan TKI/CTKI (Ps.2) Keterpaduan Persamaan hak Demokrasi Keadilan sosial Kesetaraan dan keadilan gender Anti diskriminasi Anti perdagangan manusia
Tujuan Penempatan dan Perlindungan TKI/CTKI: (Ps.3) a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia; c. Meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Pasal 4 Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri.
Tugas, Tanggung Jawab, dan Kewajiban Pemerintah (Ps. 5) (1) Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 6: Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri.
Kewajiban Pemerintah (Ps. 7) a. Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri; b. Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI; c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; d. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan e. Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.
HAK TKI (Ps. 8) a. Bekerja di luar negeri; b. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri; c. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri; d. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya; e. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan; f. memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan; g. Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri; h. Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal; i. Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
Kewajiban TKI (Ps. 9) a. Menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan; b. Menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja; c. Membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan d. Memberitahukan atau melaporkan kedatangan, keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
Pelaksana penempatan TKI di luar negeri (Ps. 10): a. Pemerintah; dan b. Pelaksana Penempatan TKI swasta (PPTKI)
PASAL 11 Penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan.
PPTKI swasta (Ps 12) Wajib mendapat izin tertulis dari menteri berupa SIPPTKI
Syarat memperoleh SIPPTKI (Ps.13 (1)) a.PPTKI berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT). b. Memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan, sekurang-kurangnya sebesar Rp 3 Miliar c. Menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp 500 juta pada bank pemerintah; d. Memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun berjalan; e. Memiliki unit pelatihan kerja; dan f. Memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI.
Tata Cara Penempatan TKI di luar negeri (Ps 27) Penempatan TKI hanya dapat dilakukan di negara tujuan yang telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI atau negara tujuan tersebut mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing. Atas pertimbangan keamanan, pemerintah menetapkan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI. Pertimbangan Keamanan yang dimaksud yakni: Perang Bencana Alam Terjangkit wabah penyakit menular
Ketentuan Pidana (Ps 102) Kategori Kejahatan: min. 2 th, max. 10 th dan/atau denda min. 2 Miliar, max. 15 Miliar, setiap orang yang menempatkan: a. Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri b. Menempatkan TKI tanpa izin c. Menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan
Ketentuan Pidana (Ps 103) Kategori Kejahatan: Dipidana dg pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 1 Miliar dan paling banyak Rp 5 Miliar setiap orang yang: a. Mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI b. Mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain c. Melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan d. Menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja e. Menempatkan TKI yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan psikologi f. Menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen g. Menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi h. Memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di penampungan
Ketentuan Pidana (Ps. 104) Kategori Pelanggaran: dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan max. Rp 1 Miliar setiap orang yang : Menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha b. Menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) c. Mempekerjakan calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46; d. menempatkan TKI di luar negeri yang tidak memiliki KTKLN e. Tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen
ALHAMDULILLAH