(Dalam Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup) Mengenal Badan Hukum: (Dalam Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup)
Dalam memahami: terjadinya suatu pelanggaran hukum, penting untuk lebih dahulu untuk memahami beberapa hal diawal penyidikan; diantaranya: upaya memastikan “siapa” yang bertanggung jawab untuk suatu perbuatan hukum tertentu?; intuisi dan pengetahuan anda: mengenai hubungan hukum antara pelaku ataupun konstruksi “siapa” pelakunya menjadi krusial sebelum memulai penyidikan
BADAN HUKUM Pengertian Badan Hukum himpunan dari orang sebagai perkumpulan, baik perkumpulan itu diadakan atau diakui oleh pejabat umum, maupun perkumpulan itu diterima sebagai diperolehkan, atau telah didirikan untuk maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan yang baik (Pasal 1653 KUH Perdata); Pengertian badan hukum: dari segi kewenangannya dibagi menjadi 2 macam: a. kewenangan atas harta kekayaan; b. kewenangan untuk mempunyai hak dan mempunyai kewajiban;
Unsur-unsur badan hukum: a. mempunyai tujuan tertentu; b mempunyai harta kekayaan; c. mempunyai hak dan kewajiban, baik untuk menggugatmaupun digugat; d. mempunyai organisasi;
Dasar Hukum Badan Hukum: KUH Perdata Ketentuan tentang badan hukum di dalam KUH Perdata sangat sederhana. Dalam KUH Perdata hanya terdapat 13 pasal yang mengatur tentang badan hukum yang dimulai dari Pasal 1653 sampai dengan Pasal 1665 KUH Perdata; KUH Dagang; NBW Belanda; Undang-Undang Perseroan Terbatas UU No: 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas: - 16 Agustus 2007; UU Nomor 40 Tahun yang paling update sehingga anda wajib merujuk secara konsisten kepada UU tsb;
Badan Hukum: Pemisahan kekayaan antara pendiri dan badan hukum; Pembatasan dan membedakan antara tanggung jawab pendiri dan tanggung jawab badan hukum; Membutuhkan pengesahan dari Menteri Hukum & HAM mengenai legalitas dan keabsahan badan hukum tersebut;
Bentuk-bentuk Badan Hukum: Pilihan badan hukum Negara dlm menjalankan usaha: Perjan (Perusahaan (Negara) Jawatan) – TVRI, RRI. Perum (Perusahaan (Negara) Umum) – Pegadaian Perusahaan Negara Perseroan (PTP, Indosat, Telkom, Angkasa Pura, Pelindo, Bank Pemerintah
Perjan (Perusahaan (Negara) Jawatan) – TVRI, RRI. menjalankan public services atau pelayanan kpd masyarakat Usaha berbentuk Perjan ini dititik beratkan pada pelayanan masyarakat, sehingga semata-mata tidak untuk mencari keuntungan menjadi bagian dari Departemen/ Direktorat Jenderal/ Direktorat/ Pemerintah Daerah tertentu. Modal Perjan termasuk bagian dari anggaran belanja yang menjadi hak departemen yang bersangkutan tidak dipimpin oleh suatu Direksi tetapi oleh seorang kepala yang merupakan bawahan suatu bagian dari Departemen/ Direktorat Jenderal/ Direktorat/ Pemerintah Daerah Pengawasan dilakukan secara hirarki dan fungsional
Perum (Perusahaan (Negara) Umum) – Pegadaian Melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan UU Pada umumnya bergerak di bidang jasa-jasa vital (public utilities) Mempunyai nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak seperti perusahaan swasta, untuk mengadakan atau masuk ke dalam suatu perjanjian, kontrak-kontrak dan hubungan-hubungan dengan perusahaan lainnya Dapat dituntut dan menuntut, serta hubungan hukumnya diatur secara hubungan hukum perdata Modalnya seluruhnya dikuasai oleh negara dan dapat menerima dana atau kredit dlm dan luar negeri atau obligasi dari masyarakat Dipimpin oleh suatu Direksi Policy management ada pada direksi akan tetapi kebijaksanaan keuangan ada pada menteri yang membawahi Pegawainya adalah pegawai perusahaan negara yang diatur secara tersendiri di luar ketentuan yang berlaku bagi PNS atau perusahan swasta atau Usaha Negara Perseroan
Perusahaan Negara Perseroan (PTP, Indosat, Telkom, Angkasa Pura, Pelindo, Bank Pemerintah. Berstatus sebagai badan hukum swasta ; Hubungan-hubungan usahanya diatur menurut hukum perdata ; Makna usahanya untuk mencari keuntungan ; Modalnya secara keseluruhan atau sebagian dikuasai oleh negara dan dengan demikian dapat melakukan join dengan pihak swasta (nasional atau asing) ; Sebagai suatu usaha yg berdiri sendiri, dalam arti tidak memperoleh fasilitas dari negara ; Dipimpin oleh suatu direksi yang mempunyai keahlian tertentu ; Pengangkatan direksi berdasarkan keahlian, bukan berdasarkan jabatan dalam pemerintahan ; Peranan pemerintah hanya sebagai pemegang saham ;
Koperasi UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini meliputi: 1) ketentuan umum; 2) landasan, asas, dan tujuan; 3) fungsi, peran, dan prinsip koperasi; 4) pembentukan; 5) perangkat organisasi; 6) modal; 7) lapangan usaha; 8) sisa hasil usaha; 9) pembubaran koperasi; 10) lembaga gerakan koperasi; 11) pembinaan; 12) ketentuan peralihan; 13) penutup.
Koperasi – Lihat UU No 25/1992 dan UKM UU No 9/1995 merupakan suatu badan usaha berbentuk badan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Tanggungjawab; ada pada semua anggota koperasi. Tanggungjawab ini bisa terbatas dan tidak terbatas, ketentuannya sebagaimana diatur dalam anggaran dasar. Bagi anggota yang tanggungjawabnya terbatas, maka kerugian yang terjadi hanya dapat dibebankan pada kekayaan koperasi. Status : Badan Hukum
Pengertian Persekutuan : Diatur dalam Buku III KUH Perdata Pasal 1618 s/d Pasal 1652 KUH Perdata. persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membawa keuntungan karenanya (Pasal 1618 KUH Perdata) Unsur-unsur : a. adanya konsensus antara dua orang atau lebih; b. memasukkan sesuatu dalam persekutuan; c. maksudnya untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanva; Segala persekutuan harus mengenai usaha yang halal dan harus dibuat untuk keuntungan bersama. Hal-hal yang dapat dimasukkan oleh para sekutu, yaitu: Uang, barang lain, atau kerajinannya dalam perusahaan.
Jenis-Jenis Persekutuan dua macam: a. persekutuan penuh, dan b. persekutuan khusus (Pasal 1620 KUH perdata). Persekutuan penuh: suatu persekutuan yang penuh mengatur keuntungan yang akun diperoleh para pihak dengan nama apa pun, selama berlangsungnya persekutuan sebagai hasil kerja sama mereka. Persekutuan penuh yang dilarang, yaitu: segala persekutuan, baik dari semua kekayaan maupun dari sebagian dari kekayaan seseorang secara percampuran pada umumnya. Persekutuan khusus: persekutuan yang hanya mengenal barang tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil-hasil yang akan didapatnya dari barang itu, atau mengenai sesuatu perusahaan maupun dalam hal menjalankan sesuatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
Momentum Berlakunya Persekutuan diatur dalam Pasal 1621 KUH Perdata. persekutuan mulai berlaku sejak saat terjadinya persesuaian pernyataan kehendak antara para sekutu kecuali para sekutu menentukan yang lain. Hak dan Kewajiban Para Sekutu diatur dalam Pasal 1625 - Pasal 1641 KUH Perdata; Masing-masing sekutu berutang kepada persekutuan tentang segala apa yang disanggupinya. Masing-masing sekutu diwajibkan untuk memasukkan sejumlah uang kepada persekutuan. Diwajibkan memberi perhitungan kepada perusahaan tentang keuntungan yang di peroleh dengan kerajinan. Masing-masing sekutu diwajibkan memberikan ganti rugi kepada persekutuan tentang kerugian yang diderita persekutuan yang disebabkan karena salahnya dari sekutu. Hak para sekutu yang utama adalah berhak untuk mendapatkan keuntungan dari hasil para sekutu berdasarkan besar kecilnya yang telah dimasukkan ke persekutuan.
Hubungan antara Para Sekutu dengan Pihak Ketiga Pada dasarnya tidak semua sekutu terikat pada pihak ketiga. Yang terikat hanyalah sekutu yang telah melakukan hubungan atau perbuatan hukum tersebut dan tidaklah mengikat sekutu yang lainnya, kecuali sekutu yang lain telah memberikan kuasa kepada orang/sekutu yang tidak ada hubungannya. Berakhirnya Persekutuan ditentukan secara tegas dan rinci Pasal 1646 KUH Perdata. Persekutuan berakhir, karena: a. telah lewat waktunya yang telah ditentukan oleh para sekutu; b. musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan c. atas kehendaknya semata-mata dari beberapa orang atau sekutu untuk membubarkannya; d. meninggalnya salah seorang sekutu atau ditaruh di bawah pengampu atau dinyatakan pailit; e. salah satu dari sekutu sakit secara terus-menerus.
Yayasan UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan diamandemen dengan UU No.25 Tahun 2004 pendirian yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada UU yang jelas; Yayasan di Indonesia telah berkembang dalam berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan. UU No 16/2001 terdiri atas 16 bab dan 73 pasal mengatur hal-hal berikut: 1) ketentuan umum (Pasal 1 s/d Pasal 8); 2) pendirian (Pasal 9 s/d Pasal 16); 3) perubahan anggaran dasar (Pasal 16 s/d Pasal 23): 4) pengumuman (Pasal 24 s/d Pasal 25); 5) kekayaan (Pasal 26 s/d Pasal 27); 6) organ yayasan (Pasal 28 s/d Pasal 47); 7) laporan tahunan (Pasal 48 s/d Pasal 52); 8) pemeriksaan terhadap yayasan (Pasal 53 s/d Pasal 56) 9) pengabungan (Pasal 57 s/d Pasal 61); 10) pembubaran (Pasal 62 s/d Pasal 68); 11) yayasan asing (Pasal 69); 12) ketentuan pidana (Pasal 70); 13) ketentuan peralihan (Pasal 71); 14) ketentuan penutup (Pasal 72 s/d Pasal 73).
Yang dapat diangkat menjadi pembina: Organ yayasan: a. pembina (pendiri); b. pengurus; c. pengawas; Pembina organ yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar; Yang dapat diangkat menjadi pembina: pendiri yayasan ataupun mereka yg diputuskan oleh rapat anggota pembina; Kewenangan Pembina: - keputusan mengenai perubahan anggaran dasar; - pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas; - penetapan kebijakan umum yayasan; - pengesahan program kerja dan anggaran tahunan; - keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan.
Pengurus melaksanakan kepengurusan Yayasan; diangkat pembina berdasarkan keputusan rapat pembina untuk jangka waktu 5 tahun & dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan; tidak boleh merangkap Pembina atau Pengawas; Susunan pengurus: minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara; bertanggung jawab penuh atas kepengurusan; yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun diluar pengadilan; dapat mengangkat/memberhentikan pelaksana kegiatan; tidak berwenang: mengikat Yayasan sebagai penjamin utang, mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dgn persetujuan Pembina, atau membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain; Dilarang: mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan kecuali perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan; Setiap pengurus: bertanggung jawab penuh secara pribadi bila ybs dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan AD yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga;
Pengawas organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan; diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina; diangkat Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun & dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan; dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus untuk kemudian ditindaklanjuti oleh pembina. (wajib melaporkannya secara tertulis dalam tempo 7 hari sejak pemberhentian sementara kepada pembina); -- Pembina wajib memanggil & memberikan waktu untuk membela diri dan memberi keputusan untuk mencabut atau -- memberhentikan anggota Pengurus; Bila pembina tidak melaksanakan, maka pemberhentian gugur demi hukum;
Yayasan: dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha Pasal 3:1 dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan Pasal 7:1 dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan Pasal 7:2 Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai : Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2). (Pasal 7:3);
VI. Firma Di dalam peraturan Per UU an tidak disebutkan secara tegas tentang kedudukan hukum firma maupun komanditer. Ada dua pandangan yang mengemuka, yaitu: a. bahwa firma merupakan badan hukum, dan b. bahwa firma bukan merupakan badan hukum. Firma sebagai badan hukum: karena: "Perseroan firma yang dianggap sebagai bentuk khusus dari maatshap/venootshap telah mula-mula diragukan apakah ia merupakan badan hukum, karena meskipun ia mempunyai kekayaan sendiri namun para peseronya masih juga dapat dipertanggungjawabkan untuk utang- utang firma. Sekarang: pada umumnya firma dianggap sebagai badan hukum dan adanya para pesero dapat dipertanggungjawabkan dianggap sbg suatu tanggungjawab cadangan (subsidair)
Rusdi Hardijan: berpendapat bahwa: "Dalam kenyataannya firma itu secara hukum dianggap ada dan karena itu, dapat melakukan perbuatan hukum dan ini berarti bahwa firma adalah badan hukum. Persoalan modal pribadi para pemodal firma terikat atas perikatan firma tidaklah merupakan penentu bahwa firma itu bukanlah badan hukum, tetapi tidak dapatnya suatu badan hukum melakukan perbuatan hukumlah yang merupakan penentu bahwa badan tersebut bukan badan hukum"
Pandangan yang berpendapat: firma, persekutuan perdata, persekutuan komanditer bukan merupakan badan hukum yang merupakan badan hukum: Perseroan terbatas, Koperasi;
H.M.N. Purwosutjipto. "Perbedaan esensial antara badan hukum dan bukan badan hukum terletak pada prosedur mendirikanbadan-badan tersebut. Untuk mendirikan suatu badan hukum mutlak diperlukan pengesahan dari pemerintah, misalnva perseroan terbatas, koperasi, dan perkumpulan saling menanggung. Untuk mendirikan perkumpulan yang bukan badan hukum maka pengesahaan akta pendirian oleh pemerintah itu tidak diperlukan, misalnya : a. untuk mendirikan persekutuan perdata, tidak perlu adanya formalitas sedikitpun, cukup dengan adanya kesepakatan para pihak, tanpa pendaftaran dan tanpa pengumuman; b. untuk mendirikan persekutuan firma, biasanya didirikan dengan akta notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat atau diumumkan dalam Berita Negara RI; c. untuk mendirikan persekutuan komanditer, cukup bila dilakukan sebagai halnya mendirikan persekutuan firma.”
Pandangan I: firma, persekutuan perdata, dan komanditer merupakan badan hukum, karena dalam kenyataan badan itu ada dan melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian firma, persekutun perdata, dan komanditer digolongkan sebagai badan hukum. Pandangan II: pembagian badan hukum dan bukan badan adalah dari aspek prosedur dalam pengesahan badan hukum. Firma, persekutuan perdata, dan komanditer bukan badan hukum karena tidak disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pada dasarnya banyak yang sependapat dengan pandangan yang kedua ini, bahwa badan hukum baru dapat melakukan perbuatan hukum secara mandiri apabila akta pendiriannya telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. Firma, persekutuan perdata, dan komanditer para anggotanya melakukan perbuatan hukum secara tanggung renteng dan tanggung jawab bersifat individual. Jadi, firma, persekutuan perdata, dan komanditer adalah sama dengan manusia atau orang secara individual dalam melakukan perbuatan hukum, tetapi sebagai subjek hukum, yang bukan badan hukum.
Firma;: tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama (Pasal 16 KUHD) Biasanya nama Firma: diambil dari salah satu nama peserta persekutuan, misalnya Fa. Salim Bersaudara, dll. Pemakaian nama ini tidak mengikat, yang terpenting adalah tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum dan kesusilaan ; Pertanggungjawaban : disamping harta kekayan persekutuan Firma, harta kekayaan masing-masing peserta persekutuan firma bertanggungjawab dan dapat dipakai untuk memenuhi kewjiban-kewajiban persekutuan firma terhadap pihak ketiga; Status hukum: KUHD tidak memberikan keterangan yang jelas tentang status hukum Firma. Dalam praktek umumnya Firma diktegorikan bukan sebagai badan hukum. Hal ini karena pendiriannya tidak memerlukan pengesahan dari pemerintah (cq Menteri Kehakiman)
VII. CV (Commanditer Venootschap) Persekutuan Komanditer: persekutuan secara melepas uang yang juga dinamakan persekutuan komanditer didirikan antara satu orang atau lebih sekutu yang secara tanggung menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya kepada pihak satu, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang kepada pihak lain (Pasal 19 ayat (1) KUHD) Status hukum : KUHD tidak memberikan keterangan yang jelas tentang status hukum Persekutuan Komanditer. Dalam praktek umumnya dikategorikan bukan sebagai badan hukum. Hal ini karena pendiriannya tidak memerlukan pengesahan dari pemerintah (cq Menteri Kehakiman). Pendirian CV : tidak mewajibkan menggunakan akta notaris tetapi saat ini pada umumnya untuk menjadi bukti adanya perjanjian tersebut maka para pihak melakukannya dengan Akta Notaris untuk lebih memastikan keabsahan perjanjian diantara mereka.
Perubahan: Persekutuan komanditer dibagi atas 2 bagian Sekutu Komplementer sekutu aktif atau sekutu yang mengurus persekutuan (sekutu pengurus, sekutu pemelihara). Sekutu ini aktif menjalankan perusahaan serta bertanggungjawab terhadap pihak ketiga. Tanggungjawab sekutu ini adalah tanggungjawab pribadi untuk keseluruhan (termasuk harta pribadi bertanggung jawab untuk kewajiban persekutuan) ; Sekutu Komanditer Sekutu ini hanya menyerahkan uang. Sekutu komanditer tidak ikut mengurus persekutuan dan tidak boleh mencampuri tugas sekutu komplementer (Pasal 20 KUHD). Tanggungjawab sekutu ini hanya sebatas modal yang disetor ke persekutuan. Apabila sekutu komanditer mencampuri urusan sekutu komplementer, maka tanggungjawabnya diperluas menjadi tanggung jawab pribadi seperti sekutu komplementer (Pasal 21 KUHD) ; Perubahan: tidak mewajibkan adanya mekanisme seperti RUPS di PT yang wajib meminta persetujuan pemegang saham yang lainnya.
VIII. Perusahaan Terbatas Dasar Hukum Perseroan Terbatas : Pasal 36-56 Buku I Titel III KUHD; Diubah dengan UU No.4/1971; Diubah dengan UU No.1/1995 pada tanggal 7 Maret 1995; Diamandemen kembali dengan UU No.40/2007 dalam Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756 pada tanggal 16 Agustus 2007’
Pengertian : Badan Hukum (rechtspersoon) PT sebagai Persona standi in judicio:subjek hukum mandiri & memiliki hak dan kewajiban Atas Dasar Perjanjian Melakukan Kegiatan Usaha Modal Dasar Terdiri Atas Saham Memenuhi Persyaratan Dalam UU BUMN dikecualikan, boleh 1 Pemegang Saham
Prinsip Prinsip Dalam Hukum Perusahaan Prinsip Fiduciary Duty: - suatu doktrin yg berasal dari sistem hukum Common Law. - Prinsip ini mengajarkan bahwa antara direktur dengan perseroan terdapat hubungan fiduciary, sehingga pihak direktur bertindak seperti seorang trustee atau agen semata yang mempunyai kewajiban mengabdi sepenuhnya dan sebaik-baiknya kepada perseroan. duty of care, duty of loyalty, duty of diligence atau bagian dari fiduciary duty dari seroang Direktur UUPT tidak secara tegas menganut prinsip fiduciary duty karena adanya Dewan Komisaris yang dapat sewaktu-waktu memberhentikan Direksi. dalam UU PT No. 40 tahun 2007 yg mengandung prinsip fiduciary duty: Pasal 97 ayat (1) berbunyi : “ (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).” Pasal 98 ayat (1) berbunyi : ” (1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.”
Corporate Opportunity : mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest. - Prinsip ini adalah konsekuensi dari berlakunya prinsip fiduciary duty. di atur dalam: Pasal 97 ayat (2) yang berbunyi : ” (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab.” Pasal 99 ayat (1) yang berbunyi : ” (1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila : terjadi perkara di Pengadilan dengan anggota Direksi yang bersangkutan yang bersangkutan ; anggota Direksi yang bersangkutan
Self Dealing: - artinya setiap transkasi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri, baik yang dilakukan oleh direktur sendiri secara lagsung atau tidak secara langsung (melalui saudara-saudaranya misalnya). - Hukum perseroan di negara-negara Anglo Saxon pada awalnya melarang sama sekali self dealing ini, akan tetapi lambat laun diperbolehkan sepanjang direktur yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa transaksi tersebut berjalan fair dan tidak terjadi kerugian atau penghamburan aset perseroan. - Diatur antara lain dalam: Pasal 97 ayat (5) huruf c yang berbunyi : ” (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan : tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;
Business Judgement Rule mengandung makna bahwa seorang direktur tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya secara pribadi atas tindakan yang dilakukannya dalam kedudukannya sebagai direktur yang dia yakini sebagai tindakan terbaik buat perseroan dan dilakukan secara jujur, beritikad baik dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. UUPT mengatur tentang prinsip ini dimana UUPT mengakui pembagian organ-organ perseroan dan alokasi kewenangan masing-masing organ.
Business Judgement Rule Dalam UU PT No. 40 tahun 2007 antara lain di atur dalam Pasal 97 ayat (5) yang berbunyi : ” (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: - kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; - telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; - tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; - telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Piercing the Corporate Veil - Dalam hukum perseroan, diterima bahwa masing-masing pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap pihak ketiga. Tanggungjawab pemegang saham terbatas sebesar jumlah saham yang dimilikinya. - Menurut prinsip piercing the corporate veil dalam keadaan tertentu pemagang saham dapat bertanggung jawab secara pribadi.
Ketentuan dalam UU PT No Ketentuan dalam UU PT No. 40 tahun 2007 yang mengandung prinsip ini adalah Pasal 3 ayat (2) bahwa pemegang saham bertanggung secara pribadi dalam hal : Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Ultra Vires Perseroan tidak dapat melakukan kegiatan ke luar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaan Perseroan dimuat dalam Anggaran Dasar. Jadi oleh karena itu perseroan tidak boleh melakukan kegiatan di luar kekuasaan yang dirinci dlam Aanggaran Dasarnya. Ketentuan dalam UUPT yang mengandung prinsip ultra vires Pasal 97 ayat (3) berbunyi : “Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).” Selain itu prinsip ini juga diatur dalam Pasal 114 ayat (3) berbunyi : ”Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”
Derivative Action adalah gugatan yang dilakukan seorang atau lebih pemegang saham yang mewakili perseroan. Artinya gugatan yang seharusnya dilakukan oleh dan atas nama perseroan, dilakukan seorang atau lebih pemegang saham saja atas nama perseroan. Dalam hal ini yang digugat direktur ataupun pihak ketiga. Jika gugatan ini berhasil, maka hasil gugatan untuk perseroan bukan pemegang saham yang bersangkutan.
Dalam Pasal 61 ayat (1) menyebutkan : “ Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke Pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.” Dalam pasal 97 ayat (6) disebutkan : “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.”
Perlindungan Minoritas Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan- ketentuan tentang perseroan harus melindungi pemegang saham minoritas dalam perseroan. Jika tidak ada perlindungan kepada pemegang saham minoritas maka senantiasa mereka dapat dirugikan. Dalam pasal 97 ayat (6) disebutkan : “Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.”
Corporate Ratification Prinsip ini mengandung makna perseroan dapat menerima tindakan yang dilakukan oleh organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih tanggungjawab organ lain dimaksud. Penerapan prinsip ini dapat dilihat dalam Pasal 13 ayat (1) yang berbunyi : ”Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuata hukum yang dilakukan oleh calan pendiri atau kuasanya.”
Organ Dalam Perusahaan: UU No.40/2007 Bab I Pasal 1 4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Pasal 75 -91 5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Pasal 92 -107 6. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Pasal 108 - 121
Kemungkinan terjadinya jabatan rangkap melalui Perusahaan Kelompok (Consern/Group Company) Beberapa materi UU No. 1 tahun 1995 sebelumnya ada menyinggung tentang perusahaan kelompok atau kegiatan-kegiatan kearah terbentuknya perusahan kelompok, seperti merger, akuisisi dan peleburan perseroan. Beberapa pasal dapat disebutkan, antara lain : Pasal 30 ayat (1) tentang anak perusahaan dan Pasal 56 tentang neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup disamping neraca dari masing-masing perseroan tersebut ; Pasal 102-109 tentang merger, akuisisi dan peleburan; Meskipun dalam pasal-pasal tsb disebutkan istilah anak perusahaan dan perusahaan kelompok tapi tidak ada ketentuan yang jelas dan lengkap tentang perusahaan kelompok dalam perundang-undangan tentang perseroan di Indonesia;
Perusahaan kelompok dapat dikategorikan menjadi terintegrasi secara vertikal melalui melalui rangkaian usaha yang membentangi seluruh proses produksi. Satu grup itu menangani mulai dari bahan baku ,perolehan dan pengangkutannya, produksi, bahan setengan jadi sampai produk akhir ditangani masing-masing perseroan secara berurutan menurut proses – lihat Pasal 14 UU No.5/1999; Secara horizontal adalah bila tidak menangani hanya satu jenis usaha/produksi – konglomerasi; Pengertian: perusahaan Kelompok adalah satuan ekonomi dalam mana badan-badan hukum atau perseroan -perseroan secara organisatoris terikat sedemikian rupa sehingga mereka berada di bawah satu pimpinan;
Ada 2 unsur dalam pengertian tersebut, yaitu : a. terdapat beberapa perseroan yang dalam aspek yuridis masing-masing perseroan tersebut berdiri sendiri ; b. adanya kesatuan dari aaspek ekonomi dari beberapa perseroan tersebut menjadi satu kesatuan yang secara organisatoris dipimpin oleh satu pimpinan sentral; Apakah badan-badan usaha diluar PT (CV, Firma, ) dapat menjadi anggota Perusahaan Kelompok. Kesulitannya adalah masalah pertanggungjawaban, dimana Firma misalnya dikenal tanggungjawab bersifat pribadi; Di Belanda pengertian anak perusahaan termasuk tidak berbentuk badan hukum (CV/Firma). Perusahaan induk bertanggungjawab penuh terhadap perusahaan anak & diminta pertanggung jawabannya terhadap pihak ke 3. Berbeda dengan anak perusahan yang berbentuk badan hukum (PT), masing-masing perusahaan (anak dan induk) adalah badan hukum mandiri - . jadi induk tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secara langsung atas perbuatan anak terhadap pihak ketiga;
Umumnya disebut “perusahaan induk” (parents company/mother company), dan yang lain “perusahaan anak” (daughter company). Kaitan antara perusahaan anak satu sama lain biasa disebut “sister company”; Yang terpenting adalah “ikatan organisatoris sedemikian rupa sehingga pengurus perseroan-perseroan dalam kelompok tersebut harus mematuhi instruksi dari satu pimpinan pusat” Bahwa sebuah perusahaan anak menjadi anggota kelompok kalau perusahaan induk dapat menjalankan pimpinan di dalamnya. Umumnya keadaan seperti ini tercipta bila induk menguasai lebih dari 50 % saham dengan hak suara yang sah pada perusahaan anak. Namun dapat juga terjadi bahwa kepemilikan lebih dari 50 % saham tidak menciptakan kedudukan berkuasa, dalam arti bahwa yang satu memang benar menjadi induk dari yang lain, namun keduanya tidak otomatis berada dalam satu kelompok;
Beberapa Sebab Terjadinya Hubungan Anak dan Induk a. penguasaan saham: perusahaan induk menguasai sebagian besar saham dalam perusahan anak. Perusahaan induk mendirikan suatu perusahaan anak atau perusahaan induk memperoleh saham dari perusahaan lain sehingga penguasaan saham sebagian besar dikuasai oleh perusahaan induk, perusahaan induk menentukan kebijakan pada perusahaan anak; b. karena perjanjian: suatu perseroan menjadi perusahaan induk bukan karena menguasai mayoritas saham dalam perusahaan anak, tetapi perseroan tersebut memiliki sebagian besar suara dalam RUPS berdasarkan perjanjian dengan satu atau beberapa pemegang saham yl, sehingga kenyataannya perseroan yang menerima hak menggunakan suara tersebut menentukan kebijakan perusahaan; c. karena fakta unipersonal: hubungan induk & anak terjadi karena sebagian besar anggota Dewan Direksi perusahaan anak adalah anggota Dewan Direksi perusahaan induk, sehingga kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk;
Cara terbentuknya perusahan kelompok: adalah akibat pembesaran, a Cara terbentuknya perusahan kelompok: adalah akibat pembesaran, a.l karena merger, akuisisi, konsolidasi, pemisahan atau join venture; Dapat juga secara kontraktual: contoh praktek dapat disebutkan adalah hubungan antara Shell Koninklijk Maatschapij Petrolium (KMP Netherland) dengan Sehell Transport and Trading Co. dari Inggris. Atas dasar kontraktual mereka membentuk perusahaan kelompok (terjadi hubungan induk dan anak) dan kedua perusahaan tersebut sama-sama duduk di puncak perusahaan kelompok. Lima direksi dari KMP Belanda dan tiga General Manager dari Shell Inggris duduk sebagai Direksi dalam Perusahaan Kelompok. Oleh karena itu semua perseroan dari Shell yang termasuk dalam Cabang Nederland dan Inggris merupakan satu grup yang berada di bawah pimpinan dua perusahaan induk;
Cara lain terbentuknya perusahaan kelompok adalah melalui memecah diri menjadi beberapa perseroan (spin off); Alasan pembenaran: lebih baik memecah perseroan ke dalam beberapa perseroan. Masing-masing perseroan berdiri sendiri dan berusaha pada bidang-bidang tertentu. Tujuannya mencegah resiko bagi perusahaan. Jika perusahaan tunggal, maka jika terjadi kerugian pada perusahaan, maka perusahaan itu sendirilah yang akan menanggungnya. Jika perusahaan dipecah, maka masing-masing menjadi berdiri sendiri secara hukum (secara organisatoris tetap dalam satu grup). Jika salah satu perusahaan mengalami kerugian maka resiko usaha ditanggung sendiri oleh perseroan tersebut;. Pertanyaannya: apakah dengan alasan satu group maka dapat dikatakan memiliki kontrol oligarkhi melalui direktur atau saham?;
Hubungan Perusahaan Induk & anak terhadap pemenuhan perjanjian yang dibuat anak perusahaan: apakah perusahaan induk secara langsung terikat oleh perjanjian kontrak yang dibuat perusahaan anak pada pihak 3; Perseroan dalam satu kelompok adalah badan yuridis mandiri. Hubungannya organisatoris bukan hubungan hukum. Perusahaan anak adalah badan hukum yang mandiri, maka perusahaan induk tidak bertanggungjawab secara penuh terhadap perikatan/kontrak yang dibuat oleh perusahaan anak dengan Pihak Ketiga. Demikianpun, perusahaan induk dapat memberi bantuan solider kepada perusahaan anak, akan tetapi bantuan ini bukan tanggungjawab hukum perusahaan induk; Ada kemungkinan pihak induk dapat dipertanggungjawabkan terhadap pihak ketiga berdasarkan suatu perjanjian. Bila perusahaan induk dalam suatu perjanjian menjadi penjamin perusahaan anak, maka dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya jika perusahan anak tidak memenuhi kewajibannya;
IX. Upaya membantu dalam penyidikan: Pastikan anda mengetahui bentuk badan hukum tersebut (apakah CV, Yayasan, PT, dll); Membuat check list dari bentuk badan hukum yang akan diperiksa; Sesudah itu urutkan mulai dari hal-hal yang umum sampai ke khusus menuju pokok penyidikan anda, misalnya dimulai dengan AD dan perubahan/pengesahannya, Akta RUPS; Periksa mengenai Surat Kuasa yang umumnya merupakan delegasi baik dari Komisaris kepada Direksi, Direksi kepada Manager dan lainnya untuk melaksanakan suatu perbuatan tertentu dari perseroan tersebut;
Beberapa langkah awal dalam penyidikan: e. Cek siapakah pelaku usahanya: dapat berupa orang perorangan dan badan hukum usaha baik yang badan hukum maupun bukan badan hukum; misalnya: Perseroan Terbatas; BUMD, BUMN, Perum;, Yayasan; Koperasi; CV; Firma; f. Perbuatan pelaku usaha: kontrak, lingkungan hidup, perizinan, perpajakan, ketenagakerjaan, persaingan usaha, penanaman modal, pasar modal, dll; g. Aset pelaku usaha: Harta kekayaan pelaku bisnis dapat berupa benda tetap, benda tidak tetap dan hak kekayaan intelektual; h. Permodalan (Pembiayaan): perbankan, pembiayaan non perbankan, antara lain: hukum tentang leasing dll;
Upaya membantu dalam penyidikan: Pertanyaan mengenai Direktur memberikan Kuasa Direksi untuk melakukan tindakan pengurusan; Dapat dilakukan dengan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu; j. Kuasa Direksi dan sebatas mana kekuatan hukum Kuasa Direksi tersebut; Kuasa Direksi pada dasarnya sama dengan bentuk pemberian kuasa yang lain, hanya saja disebut sebagai Kuasa Direksi karena kewenangan yang diberikan melalui kuasa itu merupakan kewenangan seorang Direksi yang diatur dalam undang-undang untuk melakukan pengurusan perseroan;
Kekuatan hukum Kuasa Direksi adalah ditentukan dari apa yang dikuasakan dalam Surat Kuasa Direksi. Bila Kuasa Direksi itu bersifat umum, maka kuasa yang diberikan merupakan kewanangan yang bersifat umum seorang Direktur sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang dan Anggaran Dasar. Bila kuasa yang diberikan bersifat khusus dengan menyebutkan kewenangan tertentu maka kewenangannya terbatas hanya pada apa yang disebutkan dalam Kuasa Direksi khusus tersebut. Direktur Cabang yang menerima Kuasa Direksi yang penuh dengan keweangan yang sama dengan kewenangan Direktur perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar suatu perseroan, maka Direktur Cabang tersebut bertanggung jawab sama seperti seorang Direktur perseroan tersebut.
Pertanggung jawaban seorang Kuasa Direksi Seorang Direktur cabang suatu perusahaan yang telah menyerahkan tugas dan tanggung jawab dalam bentuk Kuasa Direksi kepada Wakil Direktur atau penerima kuasa TIDAK menyebabkan Direktur yang bersangkutan tidak lagi menjabat selaku Direktur perusahaan tersebut dan segala pertanggung jawaban perbuatan Wakil Direktur atau penerima kuasa TETAP menjadi tanggung jawab Direktur pemberi kuasa. Direktur akan tetap menjadi Direktur sebagaimana ditetapkan baik dalam AD ataupun Kuasa Tertulis, sepanjang belum diberhentikan melalui RUPS atau pencabutan Kuasa Tertulis yang sudah dikeluarkan.
Dengan demikian seseorang yang menerima kuasa secara tertulis dalam bentuk Kuasa Direksi dengan kekuasaan yang sama sebagaimana kekuasaan seorang Direktur yang diatur dalam Anggaran Dasar suatu perseroan terbatas akan diperlakukan sama sebagaimana seorang Direktur perseroan terbatas. Aturan baku tentang Pembukaan dan Kuasa Mengurus Cabang suatu perusahaan diatur dalam Anggaran Dasar atau putusan RUPS perseroan terbatas tersebut. Pengertian kalimat Pembukaan dan Kuasa Mengurus Cabang sama pengertiannya dengan Cabang dimana cabang merepresentasikan pembukaannya dan penyelenggaraan kewenangan mengurus cabangnya. Pimpinan Cabang melaksanakan pengurusan perseroan di Cabang tersebut berdasarkan pendelegasian wewenang dari Direksi. Pendelegasian kewenangan secara hukum selalu disertai dengan pendelegasian pertanggung jawaban sehingga penerima Kuasa Direksi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewenangan yang diberikan.
Penggunaan istilah Direktur Cabang tidak baku dan tidak ditentukan dalam undang-undang. Sebagian ada yang menyebutnya dengan: Pimpinan Cabang, Kepala Perwakilan, Direktur Cabang, Kepala Divisi tetapi pada dasarnya substansi kewenangan yang dimiliki adalah sama dengan kewenangan seorang Direktur yang terbatas pada pengurusan kepentingan cabang yang bersangkutan. Pimpinan Cabang sebagai pelaksana Kuasa Direksi akan tetap dapat dimintakan pertanggung jawabannya terhadap segala tindakan yang dilakukannya ketika menerima Kuasa Direksi. Apabila perseroan yang Direksinya memberikan Kuasa Direksi ternyata sudah bubar maka penerima kuasa bertanggung jawab pribadi terhadap segala sesuatu yang dilakukannya. Dalam menjalankan cabang perseroan, maka Pimpinan Cabang tidak mungkin tidak mengetahui bahwa perseroan terbatas tersebut telah bubar atau tidak jelas keberadaannya.