PELAYANAN.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PEDOMAN PENGOBATAN RASIONAL DAN OBAT GENERIK
Advertisements

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 21 Tahun 2011
Manajemen Asuhan Keperawatan Disampaikan Oleh: Ns
MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN ANAK DI RUMAH SAKIT Sekilas tentang Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit dan Metode Pelatihan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
Tindakan Awal Mengatasi Demam Tinggi
MANAJEMEN FARMASI I PENGELOLAAN RESEP DI APOTEK
KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT
Monitoring Efek Samping Obat ( MESO )
DI BIDANG OBAT TRADISIONAL
Konseling dan PIO Hening Pratiwi, M.Sc., Apt.
PERATURAN TENTANG PERAPOTEKAN
ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI.
DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA UTARA
PAFI JABAR 2017 Nova Petrika Maulana Mantik, S.Farm.,Apt
KONSELING HIV.
TELUSUR SISTEM MANAJEMEN DAN PENGGUNAAN OBAT
Menerapkan manajemen dan administrasi di bidang Farmasi
REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt
Standar Kompetensi: Menerapkan Distribusi Sediaan Obat Bebas, Bebas Terbatas, dan Obat Keras, Obat Psikotropika dan Narkotika.
TUJUAN PENGATURAN PENYELENGGARAAN PONDOKAN
TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Konseling KTD
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU MASA NIFAS
Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Praktik Kedokteran
INEL MASRAYANTI IB PRINSIP POKOK ASUHAN KEHAMILAN Prinsip-prinsip pokok asuhan antenatal konsisten dengan dan didukung oleh prinsip-prinsip.
PENGANTAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DAN RUMAH SAKIT
PENGGOLONGAN OBAT MENURUT UNDANG-UNDANG
PERANAN OBAT TRADISIONAL DALAM KESEHATAN MASYARAKAT
HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER-PASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT
PENGGOLONGAN OBAT.
PERSYARATAN ADMINISTRATIF
KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT
Pelayanan Informasi Obat
Pemantauan Terapi Obat (Drug Therapy Monitoring)
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
MANAJEMEN FARMASI I PENGELOLAAN RESEP DI APOTEK
Ria Anggreiny Permenkes No.9 Thn 2017 Tentang Apotek  Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
PENDAHULUAN APOTEK.
RESEP DAN SALINAN RESEP
KEPATUHAN.
Cakupan Ilmu Toksikologi
MANAJEMEN FARMASI I PENGELOLAAN RESEP DI APOTEK
PENYIMPANAN DAN PEMUSNAHAN RESEP
KEBIJAKAN OBAT  .
UNDANG-UNDANG KESEHATAN
tika afriani,m.farm.,apt. universitas mohammad natsir
Pekerjaan Kefarmasian
PENGGOLONGAN,CARA PEMAKAIAN OBAT DAN CARA PENYIMPANAN OBAT
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Risalandi Nugroho Santoso ( )
MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN EDUKASI (MKE )
PENGGOLONGAN OBAT.
Manajemen K3 dr. Elfizon Amir, SpPD, Finasim. Manajemen risiko pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko,  tujuan.
PENGGOLONGAN OBAT BERDASAR KELAS TERAPI
M. SIDROTULLAH PENGELOLAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA.
KONSELING HIV.
Pasien Rawat Jalan Sugito Wonodirekso
PRESKRIPSI Membaca resep, menganalisis resep dan Pengkajian resep Ari Susiana wulandari, M.Sc., Apt.
HAK PASIEN DAN KELUARGA (HPK). 1.. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; 2.. Memperoleh informasi tentang.
Meminta Pendapat Lain/ Pendapat kedua. Pendapat medis yang diberikan oleh dokter lain terhadap suatu diagnosis atau terapi maupun rekomendasi medis lain.
DOKUMENTASI KEBIDANAN
PENGGOLONGAN,CARA PEMAKAIAN OBAT DAN CARA PENYIMPANAN OBAT.
Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) Fiqi daynul iqbal, S.Farm., Apt.
R E S E P HERYANTI P,S.Si., Apt.. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan, kepada apoteker untuk memberikan obat kepada.
ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI. DEFINISI Keperawatan merupakan salah satu profesi yang bergerak pada bidang kesejahteraan manusia yaitu dengan.
Transcript presentasi:

PELAYANAN

Pendahuluan Peraturan mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 Menetapkan adanya keharusan adanya pelayanan farmasi klinik di apotek Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup (outcome) pasien Penggolongan obat terdiri atas obat bebas, obat bebas terbatas, Obat Wajib Apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika (Permenkes RI Nomor 949 Tahun 2000)

A. PELAYANAN RESEP Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku Tahapan pelayanan resep Skrining resep Penyiapan Obat

1. Skrining Resep Persyaratan Administratif Nama, SIP, dan alamat dokter Tanggal penulisan resep Tanda tangan dan paraf dokter Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien Kesesuaian Farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompabilitas, cara dan lama pemberian Pertimbangan Klinis: alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat)

2. Penyiapan Obat Peracikan Kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah Harus dibuat prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar Manfaat suatu prosedur tetap: Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat Adanya pembagian tugas dan wewenang Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru Membantu proses audit

2. Penyiapan Obat b. Etiket c. Kemasan Obat yang Diserahkan Harus jelas dan dapat dibaca Etiket putih untuk obat yang melalui mulut dan ditelan Etiket biru untuk obat luar, seperti obat kumur, obat suntik, obat topikal c. Kemasan Obat yang Diserahkan Dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok agar terjaga kualitasnya d. Penyerahan Obat Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien

2. Penyiapan Obat e. Informasi Obat f. Konseling Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini Sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi f. Konseling Konseling diberikan oleh apoteker sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan sediaan farmasi atau yang lain Pada pasien dengan penyakit kronis, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan g. Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, termasuk untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lain

Salinan Resep Salinan resep adalah salinan tertulis dari suatu resep Dapat digunakan sebagai ganti resep asli, misalnya apabila obat baru diambil sebagian atau untuk resep ulangan Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli harus memuat pula: Nama dan alamat apotek Nama dan nomor SIPA dari APA Tanda tangan atau paraf APA Tanda det=detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne det=ne detur untuk obat yang belum diserahkan Tulisan p.c.c yang menyatakan pro copy conform atau resepdisalin sesuai aslinya Nomor resep dan tanggal pembuatan

B. PELAYANAN OWA Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter Penggolongan obat ke dalam OWA ini ada sejak tahun 1990 dengan adanya Kepmenkes Nomor 347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek OWA diharapkan dapat meningkatkan masyarakat dalam swamedikasi Peningkatan swamedikasi oleh masyarakat secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat Selain masyarakat dapat menggunakan obat tanpa resep (obat bebas dan obat bebas terbatas), dirasa perlu untuk mengadakan kriteria obat keras yang dapat diberikan tanpa resep

Hal yang melatarbelakangi ditetapkannya peraturan OWA: Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang sekaligus menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional Peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri

Obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria: Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orangtua diatas 65 tahun Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia Obat yang dimaksud memiliki rasio, khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri

Apoteker dalam melayani pasien yang memerlukan OWA diwajibkan: Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan Memberikan informasi yang meliputi dosis dan aturan pakainya, kontra indikasi, efek samping dll yang perlu diperhatikan oleh pasien

Dinamika Aturan OWA Kepmenkes Nomor 347 Tahun 1990 berisikan tentang obat-obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker (OWA no 1) Kepmenkes Nomor 924 Tahun 1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 Permenkes tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1 Kepmenkes RI Nomor 1176 Tahun 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3

Contoh OWA Nama Obat Indikasi Jumlah tiap jenis obat per pasien Catatan Metoklopramid Mual, muntah Maksimal 20 tablet Apabila mual, muntah berkepanjangan, pasien dianjurkan agar kontrol ke dokter Kombinasi Linestrenol-Etinil Estradiol Kontrasepsi 1 siklus Pasien dianjurkan kontrol ke dokter tiap 6 bulan, untuk siklus pertama harus dengan resep dokter Asam mefenamat Sakit kepala/gigi Sirup 1 botol Ranitidin Antiulkus, peptik Maksimal 10 tablet 150 mg Pemberian obat harus atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Allopurinol Antigout Maksimal 10 tablet 1 00 mg

Nama Obat Indikasi Jumlah tiap jenis obat per pasien Catatan Diklofenak Natrium Antiinflamasi dan antirematik Maksimal 10 tablet 25 mg Pemberian obat harus atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Salbutamol Asma Inhaler 1 tabung Pemberian obat-obat asma hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Triamcinolone Acetonide Sariawan berat Maksimal 1 tube Gentamicin Infeksi bakteri pada kulit/lokal Karbosistein Mukolitik Maksimal 1 Tube Sirup 1 botol Cetirizin Antihistamin Omeprazol Gangguan lambung 7 tablet

Alur Pelayanan OWA Skrining pasien sesuai dengan kondisi dan keluhan yang dialami Memilihkan obat yang tepat disertai pemberian informasi Melakukan pembukuan OWA: pencatatan nama pasien, alamat pasien, keluhan, nama obat serta jumlah obat yang diserahkan ke pasien Dibutuhkan peran apoteker untuk meningkatkan pengobatan yang tepat, aman dan rasional

Perubahan OWA Nama Generik Golongan Semula Golongan Baru Pembahasan Bromheksin Obat keras/OWA Obat Bebas Terbatas Ibuprofen Obat keras Tablet 200 mg, kemasan tidak lebih dari 10 tablet Mebendazol Semua materi untuk promosi harus mengemukakan risiko bahaya obat Aminofilin Obat keras dalam substansi/OWA (suppositoria) Obat Baebas Terbatas Pemberian obat harus atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Heksetidine Sebagai obat luar untuk mulut dan tenggorokan (kadar ≤ 0,1%)

C. PELAYANAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS Swamedikasi: upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri Biasanya untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan seperti demam, nyeri, pusing, batuk dll Alternatif untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan Namun, swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan karena keterbatasan masyarakat akan obat dan pengobatannya Apoteker dituntuk untuk dapat memberikan informasi Obat bebas dan obat bebas terbatas dapat menjadi alternatif dalam mengobati penyakit ringan

Lanjutan Obat bebas: obat bebas yang dapat dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter Obat ini pada kemasannya terdapat tanda khusus berupa lingkaran hijau dan garis tepi hitam Sesuai SK Menkes Nomor 2380 Tahun 1983 tentang tanda khusus obat bebas Contoh: vitamin, rivanol, parasetamol dll

Lanjutan Obat bebas terbatas: obat yang penggunaannya cukup aman. Apabila berlebihan dapat menyebabkan efek samping yang kurang menyenangkan Obat yang pemakaiannya tidak perlu di bawah pengawasan dokter tetapi penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tertera dalam kemasan Memiliki tanda lingkaran biru dengan garis tepi hitam dan peringatan Sesuai SK Menkes Nomor 6355 Tahun 1969 Tanda peringatan yang selalu tercantum pada kemasan Obat Bebas Terbatas berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih

Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas

Cara untuk menentukan jenis obat yang dibutuhkan perlu diperhatikan: Gejala atau keluhan penyakit Kondisi khusus, misal: hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, DM dll Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap, tanyakan kepada apoteker

Cara penggunaan obat Penggunaan obat tidak untuk pemakaian terus-menerus Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur Apabila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan kepada apoteker atau dokter Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap, tanyakan kepada apoteker

D. PELAYANAN OBAT GENERIK Obat generik: obat dengan nama resmi International Nonpropietary Names (INN) yang telah ditetapkan dalam FI atau buku standar lain untuk zat berkhasiat yang dikandungnya Obat paten: obat yang masih memiliki hak paten, biasanya selama 20 tahun, setelah 20 tahun baru boleh diproduksi oleh perusahaan lain Obat generik bermerek/bernama dagang (branded): obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan

E. PELAYANAN FARMASI KLINIK Meliputi: a. pengkajian Resep; b. dispensing; c. Pelayanan Informasi Obat (PIO); d. konseling; e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care); f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Lanjutan A. Pengkajian dan Pelayanan Resep Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi: 1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; 2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan 3. tanggal penulisan Resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: 1. bentuk dan kekuatan sediaan; 2. stabilitas; dan 3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).

Lanjutan Pertimbangan klinis meliputi: 1. ketepatan indikasi dan dosis Obat; 2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat; 3. duplikasi dan/atau polifarmasi; 4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis lain); 5. kontra indikasi; dan 6. interaksi.

Lanjutan Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

Lanjutan B. Dispensing Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut: 1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep; b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat. 2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan 3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: a. warna putih untuk Obat dalam/oral; b. warna biru untuk Obat luar dan suntik; c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. 4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Lanjutan Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut: 1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep); 2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; 3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien; 4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat; 5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain; 6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;

Lanjutan 7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya; 8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan); 9. Menyimpan Resep pada tempatnya; 10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

Lanjutan C. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Lanjutan Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: 1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan; 2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan); 3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien; 4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi; 5. melakukan penelitian penggunaan Obat; 6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah; 7. melakukan program jaminan mutu.

Lanjutan Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6 sebagaimana terlampir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat : 1. Topik Pertanyaan; 2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan; 3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon); 4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium); 5. Uraian pertanyaan; 6. Jawaban pertanyaan; 7. Referensi; 8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

Lanjutan D. Konseling Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.

Lanjutan Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: 1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). 2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). 3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). 4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). 5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat. 6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Lanjutan Tahap kegiatan konseling: 1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien 2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime Questions, yaitu: a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut? 3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat 4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan Obat 5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.

Tahapan Konseling pada Pasien dengan Resep (Rantucci, 2007) Diskusi Pembuka Pengumpulan informasi dan identifikasi kebutuhan Diskusi penyusunan rencana asuhan dan mengatasi masalah Diskusi pemberian informasi dan edukasi Diskusi penutup

a. Diskusi Pembuka Untuk menciptakan kenyamanan pasien dan mendorong pasien untuk aktif dalam sesi konseling Berisi perkenalan diri dari seorang apoteker, cek nama pasienapakah resep tersebut untuk pasien sendiri, percakapan sederhana untuk menciptakan kenyamanan dengan pasien, penjelasan tujuan konseling, apa saja yang akan dilakukan selama sesi konseling dan alasannya serta waktu yang dibutuhkan

b. Pengumpulan informasi dan identifikasi kebutuhan Diawali dengan menanyakan informasi dasar pasien seperti nama, alamat, berat badan, no telpon, usia dan jenis kelamin Riwayat pasien juga perlu ditanyakan: riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan, alergi dan obat yang sudah digunakan sebelum datang ke dokter Ditanyakan TPQ: apa yang sudah dijelaskan dokter mengenai tujuan pengobatan, penggunaan obat dan harapan (sasaran terapi dan efek merugikan yang mungkin timbul)

c. Diskusi Penyusunan Rencana Asuhan dan Mengatasi Masalah Dapat dilakukan dengan bentuk SOAP Perlu digali masalah aktual dan potensial Masalah didiskusikan dengan pasien sehingga pasien sepakat dengan bagaimana penanganannya Perlu dijelaskan hasil terapi dan pemantauannya

d. Diskusi Pemberian Informasi dan Edukasi Berupa nama dan gambaran obat, tujuan pengobatan, cara dan waktu penggunaan obat, saran ketaatan dan bagaimana pemantauan sendiri dari pasien, efek samping dan bagaimana penanganan efek samping jika muncul, petunjuk penyimpanan dan informasi pengulangan resep (jika ada) serta rencana pemantauan

e. Diskusi Penutup Berupa kesempatan pasien untuk bertanya, pasien diminta untuk mengulangi informasi penggunaan obat, menekankan hal yang penting, tindak lanjut konseling dan sumber informasi tambahan Sumber informasi tambahan dapat berupa bacaan seperti leaflet Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sbg bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan formulir 7

Lanjutan E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care) Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Lanjutan Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi : 1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan 2. Identifikasi kepatuhan pasien 3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin 4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum 5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien 6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

Lanjutan F. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien: 1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. 2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis. 3. Adanya multidiagnosis. 4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. 5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit. 6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.

Lanjutan Kegiatan: 1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria. 2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain 3. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat 4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi

Lanjutan 5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki 6. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. 7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

Lanjutan G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan: 1. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat. 2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO) 3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir. Faktor yang perlu diperhatikan: 1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain. 2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.