Assalamu’alaikum…
Zuzun Tri Ainur Fadhila Warda Norma Ayuni Zuzun Tri Ainur Fadhila Siti Mahmudah
Perubahan Dan Krisis Kehidupan Bab ini berusaha untuk menggambarkan kejadian-kejadian dan mendiskusikan dua kerangka konsep yang sudah dijabarkan sebelumnya untuk menjelaskan pengalaman dari orang orang yang pernah mengalami krisis dan perubahan dalam kehidupannya. Selama rentang kehidupan ada beberapa tingkat atau periode dalam kehidupan seseorang, dimana mengalami perpindahan dari keadaan satu ke keadaan yang lain.
Beberapa Psikolog merujuk periode dalam kehidupan ini sebagai “Krisis”, yang harus diseleseikan sebelaum individu mampu melanjutkan ke tingkat berikutnya. Semua individu mampu melalui tiap tahap perkembangan, tetapi cara mereka menyeleseikan krisis dalam tiap tahap tertentu tersebut yang membentuk kepribadian mereka.
Perspektif Perkembangan Teori Erikson Model Kompetensi ???
Teori Erikson (1980) Erikson Mengajukan delapan tahap perkembangan. Ia menamainya sebagai Krisis Perkembangan. Menurutnya krisis harus dilihat lebih sebagai dilema atau periode yang sulit dan bukan sebagai bencana. Tiap tahapan menggunakan istilah yang berlawanan antara dua karakter dan individu diharuskan untuk mengatasi tiap tahap atau tugas perkembangan tersebut agar dapat mencapai tahap selanjutnya. Berikut adalah tahapan perkembangan menurut Erikson
Percaya VS tidak percaya (dari lahir sampai 1 tahun) Tahap 1 Percaya VS tidak percaya (dari lahir sampai 1 tahun) Pokok persoalannya adalah apakah bayi dapat mengembangkan rasa percaya pada dunia, atau ia akan merasa tidak percaya pada orang-orang dari kejadian-kejadian yang terjadi disekitarnya. Tahap 2 Autonomi VS malu dan ragu-ragu (1 sampai 3 tahun) Krisis yang terjadi adalah antara pengembangan rasa percaya diri dan kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu.
Inisiatif VS Rasa Bersalah (3 sampai 6 Tahun) Tahap 3 Inisiatif VS Rasa Bersalah (3 sampai 6 Tahun) Masalah utama dari tahap ini adalah jika anak “bertindak terlalu jauh”, maka orang tua akan membatasi dan memberi hukuman. Hal ini akan menyebabkan berkembangnya rasa bersalah. Tahap 4 Industri VS Rendah diri (7 sampai 11 tahun) Pada masa ini dalam perkembangan anak pengaruh kelompok seumur memberi pengaruh dalam daftar prioritas anak. Masalah akan timbul jika anak tidak mampu mengembangkan kemampuan yang diharapkan dan kemudian merasa rendah diri.
Intimasi VS Isolasi diri (Dewasa Awal) Tahap 5 Identitas VS kekacauan peran (12 sampai 18 Tahun) Masa ini adalah masa dimana individu mencari identitas diri secara terus menerus, tidak mengherankan jika remaja mengalami tahap tertentu dalam kekacauan peran pada masa ini. Krisis diseleseikan saat perasaan terhadap diri sendiri sudah terintegrasi yaiitu remaja tahu apa yang ingin dan akan dilakukannya. Hanya jika identitas yang terintegrasi dengan baik dapat terbentuk dari 5 tahap maka keakraban psikologis dengan orang lain memungkinkan. Tahap 6 Intimasi VS Isolasi diri (Dewasa Awal)
Generativitas VS Stagnasi (Dewasa Tengah) Generativitas didefinisikan sebagai minat dalam menuntun dan membangun generasi selanjutnya. Hal ini biasanya tercapai melalui mengasuh anak dan usaha produktif. Bagaimanapun juga hal ini bukan hanya membesarkan anak, tetapi juga berhubungan dengan keyakinan d masa yang akan datang; kepercayaan pada jenisnya sendiri. Tahap 7 Generativitas VS Stagnasi (Dewasa Tengah) Tahap 8 Integritas Vs Putus Asa (Dewasa Akhir) Jika seseorang berhasil menangani kesenam tahap sebelumnya, maka perasaan “Intergritas” sudah terbentuk. Tapi jika seseorang menganggap masa lalunya tidak memuaskan dan berfikri tidak ada waktu untuk memulainya kembali maka akan timbul perasaan “Putus Asa”.
(Danish dan D’Augelli (1980) Model Kompetensi (Danish dan D’Augelli (1980) Danish dan D’Augelli telah memilih perspektif perkembangan daur hidup manusia untuk model kompetensi mereka. Dimana, mereka lebih mementingkan bagaimana mengembangkan teknik-teknik untuk membantu individu mengatasi perubahan dalam kehidupan dengan gangguan sekecil mungkin. Model intervensi perkembangan yang mereka ajukan dipusatkan pada peningkatan kemampuan personal, ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan pada diri dendiri dan membuat perencanaan untuk kehidupan. Lebih banyak sumber-sumber untuk individu, lebih baik kemampuan mereka dalam menangani kejadian-kejadian dalam kehidupan dan keuntungan dari pengalaman.
Ciri-ciri Model Kompetensi Fokus sentral pada kejadian-kejadian dalam kehidupan. Perkembangan yang melawan terjadinya penyakit Keyakinan bahwa kejadian-kejadian di masa lalu membantu seseorang untuk mempersiapkan diri terhadap kejadian-kejadian di masa yang akan datang
Program yang dirumuskan untuk mengajarkan ketrampilan kehidupan 2. Penambahan Pengetahuan 3. Pengambilan Keputusan 4. Pengkajian Resiko 5. Penciptaan dukungan sosial 6. Perencanaan Perkembangan Ketrampilan 1. Pengkajian Sasaran
Hopson (1981) dan Scally (1991) mengajukan model tujuh fase dari tahapan yang menyertai terjadinya perubahan. Model Hopson
Kegembiraan/kesedihan Jika seseorang tiba dirumah pada suatu sore dan menemukan bahwa rumahnya sudah habis terbakar, reaksi pertama yang timbul adalah rasa tidak percaya diri, mati rasa bahwa hal seperti itu tidak mungkin terjadi pada dirinya. Tahap I Syok menyebabkan perubahan besar pada suasana hati baik kegembiraan ataupun kesedihan. Tahap II (i) Kegembiraan/kesedihan Kegembiraan dan kesedihan akan diikuti oleh pengulangan pengkajian. (ii) Pengurangan
Meragukan diri sendiri Hopson dan Adams (1976) menyebut tahap ini sebagai tahap depresi, yang sesuai digunakan untuk beberapa kejadian dalam kehidupan yang sifatnya negatif. Tahap III Meragukan diri sendiri Adanya perubahan atau transisi dari masa lalu ke masa yang akan datang. Tahap IV Melepaskan Masa percobaan dimana individu mencoba pilihan-pilihan baru, identitas dan keterikatan afektif. Tahap V Menguji
Tahap VI Mencari Makna Tahap VII Integrasi Tahap ini menggambarkan suatu usaha untuk belajar dari pengalaman. Tahap VI Mencari Makna Individu merasa adanya perasaan integrasi antara gaya hidup yang baru dengan krisis Tahap VII Integrasi
Model Moos Moos (1986) menyatakan bahwa suatu krisis mengajukan tugas-tugas adaptif dimana kemampuan koping dapat diaplikasikan.
Menetapkan arti dan kepentingan 5 macam tugas adaptif Menetapkan arti dan kepentingan Mengahadapi kenyataan Mempertahankan hubungan dengan keluarga dan teman Mempertimbangkan emosi yang sesuai Mempertahankan gambaran diri yang memuaskan
Kehilangan Penting untuk membedakan antara kehilangan, berduka, dan berkabung Kehilangan mengacu pada suatu keadaan kehilangan yang diakibatkan oleh kematian dari orang yang berarti Berduka mengacu pada ekspresi emosi yang sedang mengalami kehilangan Berkabung mengacu pada cara mengungkapkan kehilangan dan berduka
TAHAPAN BERDUKA Parkes (1986) dan Parkes et al (1991) membatasi empat tahap dari reaksi berduka karena kematian seseorang yang dicintai : Mati Rasa dan Mengingkari Kerinduan atau pining Putus Asa dan Depresi Penyembuhan atau reorganisasi Bagaimanapun juga, tahapan ini tidak selalu dialami berurutan atau dalam urutan yang sama.
Kematian yang tiba-tiba Kematian yang tiba-tiba bukan saja tidak diduga-duga tetapi juga menyebabkan orang yang ditinggalkan tidak dapat menyelesaikan “urusan yang belum selesai” dengan orang yang meninggal. Wright (1993) menyatakan bahwa kematian yang terjadi secara tiba-tiba akan membuat orang yang ditinggalkan mengalami kesulitan dalam mengalami coping. Menarik diri Mengingkari Kemarahan Respon yg tidak tepat Tawar menawar Isolasi Rasa Bersalah Menangis, terisak, tersedu2 Masalah yg belum terselesaikan
Kematian yang diantisipasi Mengetahui bahwa seseorang yang dekat dengan kita akan meninggal memberi orang beberapa waktu “menyelesaikan” beberapa masalah yang berhubungan dengan kematian yang akan terjadi. Kübler-Ross (1989) merumuskan teori tentang lima tahap yang dialamai orang yang akan meninggal. Mengingkari dan Isolasi Kemarahan Tawar menawar Depresi Penerimaan
Hubungan Hubungan antara orang yang ditinggalkan denga orang yang meninggal menentukan respon yangmi terjadi pada kehilangan. Untuk lebih memahami berduka lebih utuh, orang harus menilai efek kematian pada anak terhadap orang tua, sama halnya efek kematian istri atau suami terhadap pasangan. Respon anak terhadap kehilangan orang tua atau saudaranya dapat diketahui melalui tingkat perkembangannya. TINGKAT 1-III
Anak melihat kematian dengan cara yang lebih konkret Tingkat 1 (Usia 3-5thn) Anak melihat kematian sebagai keadaan yang sifatnya sementara sama seperti tidur Tingkat II (Usia 5-9 thn) Anak melihat kematian dengan cara yang lebih konkret Tingkat III (9 thn-keatas) Anak melihat kematian sebagai sesuatu yang sifatnya universal dan tidak dapat diulangi
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA SEMOGA BERMANFAAT