Hipersensitivitas
Pengertian Hipersensitivitas atau reaksi hipersensitivitas atau intoleransi adalah reaksi yang tidak diinginkan yang dihasilkan oleh sistem imun normal. Termasuk alergi dan autoimun. Reaksi ini bisa jadi merusak, membuat tidak nyaman, atau berakibat fatal. Reaksi hipersensitivitas memerlukan keadaan imun yang sudah disensititasi. Hipersensitivitas dikelompokan dalam 4 grup (P.G.H Gell dan Robin Coombs 1963)
Penyakit alergi sering dijumpai di masyarakat dengan tempat seperti napas, kulit, dan saluran pencernaan. Diagnosis cepat dan terarah dibutuhkan agar komplikasi tidak terjadi. Hal yang perlu dilakukan pada pasien dengan kecurigaan alergi adalah memastikan apakah pasien tersebut benar menderita alergi dengan melakukan:
kapan gejala timbul dan apakah munculnya mendadak atau bertahap. Anamnesis kapan gejala timbul dan apakah munculnya mendadak atau bertahap. karakter, lama, frekuensi, dan beratnya gejala, seperti urtikaria akut lebih mungkin disebabkan oleh alergen daripada urtikaria kronik. waktu timbulnya gejala seperti pada pagi, siang, atau malam hari. pekerjaan dan hobi. Pastikan apakah gejala muncul akibat pekerjaan seperti halnya 5% kasus asma. Kemudian, pastikan apakah terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi seperti faktor musim dan cuaca, hawa dingin, hewan piaraan, kelelahan, obat, makanan, emosi, kehamilan, asap, bau-bauan, kebiasaan merokok, dan lain-lain. Dalam hal mencari alergen, hubungan antara gejala, waktu, dan tempat menjadi sangat penting. jumlah, warna, dan kekentalan dahak perlu ditanyakan pada pasien asma atau alergi saluran napas lainnya. pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup. kaitan penyakit dengan riwayat keluarga.
2. Pemeriksaan fisis yang lengkap dengan perhatian lebih tertuju pada manifestasi di kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru. seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada peradangan kronik seperti ekskoriasi, bekas garukan, dan terdapat lesi urtikaria, angioedema, dermatitis, dan likenifikasi. mata diperiksa untuk melihat hiperemia konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan dan katarak terkait atopi atau pengobatan kortikosteroid dengan dosis tinggi. Kemudian, allergic shiners berupa daerah gelap dan bengkak di bawah mata, khas dijumpai pada penderita rhinitis alergi. pemeriksaan membran timpani untuk melihat otitis media, penyulit pada alergi saluran napas, perlu dilakukan. Kemudian, pada sinusitis, sinus dapat diperiksa secara palpasi dan transiluminasi.
pada pemeriksaan hidung, terdapat beberapa tanda seperti allergic salute dimana pasien menggosok hidung ke arah atas dengan telapak tangan, allergic crease berupa garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung, allergic facies berupa pernapasan mulut, dan kelainan gigi-geligi. pada pemeriksaan mulut dan orofaring dinilai eritema, edema, hipertrofi tonsil, dan post nasal drip. Mukosa kemerahan dan edema sering dijumpai pada pasien rhinitis alergi. inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada pemeriksaan dada untuk menilai adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan mengi. pemeriksaan lainnya berupa tekanan darah yang rendah (90-110 mmHg) sering dijumpai pada pasien penyakit alergi.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, dan bukan untuk menentukan diagnosis. Adapun indikasi dari tes alergi adalah rhinitis alergi, angioedema dan sengatan lebah, alergi makanan, dermatitis kontak, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang untuk alergi meliputi:
Pemeriksaan Laboratorium 1. Jumlah leukosit dan hitung jenis sel Jumlah leukosit normal pada penyakit alergi. Sel eosinofil normal pada orang dewasa adalah 0-450 sel/mm3. Pada penyakit alergi, eosinofilia sering dijumpai tapi tidak spesifik dan berkisar 5-15% beberapa hari setelah pajanan. Hal ini dapat menjadi penanda dan beratnya hipersensitivitas tersebut. 2. Sel eosinofil pada sekret konjungtiva, hidung, dan sputum Eosinofil banyak dijumpai pada sekret pasien rhinitis alergi. Namun, apabila terdapat infeksi maka neutrofil lebih dominan.
3. Serum IgE total Pemeriksaan ini mulai ditinggalkan karena peningkatan serum IgE total dapat dijumpai pula pada infeksi parasit, sirosis hati, mononukleosis, penyakit autoimun, dan lain-lain. Pemeriksaan masih dilakukan apabila alergi pada anak dengan riwayat orang tua yang juga menderita alergi, alergi pada anak dengan bronkiolitis membedakan asma dan rhinitis alergi dengan non alergik, d)membedakan dermatitis atopi dengan lainnya diagnosis aspergilosis bronkopulmoner alergik. Pada rhinitis alergi, terjadi peningkatan serum IgE.
3. IgE spesifik Pengukuran ini dilakukan pada pasien dengan penyakit kulit yang luas, tidak dapat menghentikan pengobatan, dan kasus alergi berat sehingga menghalangi tes kulit. IgE diukur secara in vitro dengan teknik RAST (Radio Allergo Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay). Rasio ikatan dan tidak terikat IgE ≥ 2 menggambarkan respons spesifik terhadap alergen. Namun, tes ini kurang sensitif (tapi lebih spesifik) dibanding tes kulit dan hasilnya tidak langsung diketahui.
4. Pemeriksaan komplemen Pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria dilakukan pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen.
Tes Kulit Tes tusuk (prick test) Sebelum melakukan tes ini, pasien harus menghentikan penggunaan obat seperti antihistamin (generasi I minimal 72 jam dan generasi II minimal 1 minggu sebelum tes) dan kortikosteroid (dosis kecil seperti prednisone <20 mg dihentikan 3 hari sedangkan dosis tinggi 1 minggu). Sedangkan teofilin, obat simpatomimetik, dan nedocromil tidak perlu dilarang karena tidak mempengaruhi hasil tes.1 Tes boleh dilakukan pada pasien berusia > 2 tahun. Kontraindikasi absolut dari tes ini adalah lesi luas pada kulit, kooperasi pasien buruk, dan pasien tidak bisa menghentikan pengobatan yang dapat mengganggu hasil. Sedangkan kontraindikasi relatif berupa asma yang persisten dan instabil, anafilaksis, kehamilan, dan penggunaan obat-obatan seperti antihistamin, antidepresan trisiklik, dan beta blocker.
Bagian volar lengan bawah, lengan atas, atau punggung dibersihkan dengan alkohol. Ketika kering, dibuat garis dengan jarak 2-3 cm. Lalu, dengan jarum disposibel ukuran 26, dilakukan tusukan dangkal dengan ujung jarum pada daerah yang sudah diteteskan kontrol negatif (larutan phosphate buffered saline dengan fenol 0,4%) atau kontrol positif (larutan histamin fosfat 0,1%). Setiap penusukan, dilakukan dengan jarum yang baru. Dengan metode yang sama, alergen diinjeksikan dengan jarum sehingga disebut intradermal skin test, biasanya dipakai untuk alergen spesifik seperti bisa lebah atau penisilin. Akan tetapi, tes intradermal tidak digunakan untuk alergi makanan karena hasil positif palsu yang tinggi dan risiko terjadinya reaksi alergi yang parah. Sedangkan scratch test sudah jarang dilakukan karena hasilnya yang inkonsisten.
Pembacaan dilakukan 15-20 menit dengan mengukur diameter bentol dan eritema. Positif apabila rata-rata diameter satu bentol 3 mm lebih besar daripada kontrol negatif. Adapun interpretasi hasil tes: Hasil negatif: sama dengan kontrol negatif. Hasil +1 : 25% dari kontrol positif. Hasil +2 : 50% dari kontrol positif. Hasil +3 : 100% dari kontrol positif. Hasil +4 : 200% dari kontrol positif.1
Keuntungan : Cepat Mempunyai korelasi yang baik dengan tes intradermal Relative lebih aman Kerugian : Hanya memberikan penilaian kualitatif pada alergi Bisa terjadi kesalahan pada keadaan alergi yang lemah (false – negatif) Grade pada kulit bersifat subjektif Prick tes merupakan jalan cepat untuk menyeleksi antigen yang banyak. Jika skin tes positif, kemudian pasien lebih sering alergi, tetapi konversi yang didapat tidak benar. Jika pasien mempunyai sejarah yang positif dan negative pada prick test, maka dokter harus menggabungkan prosedur dengan pemeriksaan tes intradermal.
Pacth Tes Tes pacth merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi zat yang memberikan alergi jika terjadi kontak langsung dengan kulit. Metode ini sering digunakan oleh para ahli kulit untuk mendiagnosa dermatitis kontak yang merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana reaksi yang terjadi baru dapat dilihat dalam 2 – 3 hari. Pemeriksaan pacth tes biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan menggunakan skin prick tes memberikan hasil yang negative.(10) Pada pelaksanaan pemeriksaan disiapkan 25 – 150 material yang dimasukkan ke dalam kamar plastic atau aluminium dan di letakkan di belakang punggung. Sebelumnya pada punggung diberikan tanda tempat-tempat yang akan ditempelkan bahan allergen tersebut. Setelah ditempelkan, kemudian dibiarkan selama 48 sampai 72 jam. Kemudian diperiksa apakah ada tanda reaksi alergi yang dilihat dari bentol yang muncul dan warna kemerahan.
Keterangan : Kiri Alergen dimasukkan ke dalam ruang aluminium Kanan Logam aluminium di tempelkan di punggung
Hasil yang dinilai atau didapatkan bisa berupa : Ø Negatif (-) Ø Reaksi iritasi (IR) Ø Meragukan/tidak pasti (+/-) Ø Positif lemah (+) Ø Positif kuar (++) Ø Reaksi yang ekstrem (+++) Reaksi iritasi terdiri dari sweat rash, follicular pustules dan reaksi seperti terbakar. Reaksi yang meragukan berupa warna merah jambu dibawah kamar tes. Reaksi positif lemah berupa warna merah jambu yang sedikit menonjol atau plak berwarna merah. Reaksi positif kuat berupa papulovesicle dan reaksi ekstrem berupa kulit yang melepuh atau luka. Reaksi yang relevan tergantung dari jenis dermatitis dan allergen yang spesifik. Interprestasi dari hasil yang didapatkan membutuhkan pengalaman dan latihan
Hipersensitivitas Tipe Nama Penyakit Media Deskripsi Pemeriksaan Laboratorium I Alergi Asma, atopy, anafilaksis IgE Respon cepat dalam hitungan menit, Antigen berikatan dengan IgE dari sel mast dan basofil Ig E total II Sitotoksik, Autoimun anemia hemolitik, trombositopenia IgM atau IgG, Komplemen, Membran Attack Complex (MAC) Antibodi (IgM atau IgG) berikatan dengan target sel yang sebenarnya adalah sel sendiri, sel sendiri dianggap sebagai sel asing dan akan dihandurkan oleh MAC Direk dan Indirek Coombs test III Kompleks Imun Rhematoid artitis, Sistemic lupus eryhematosus (LE) IgE, Komplemen, Netrofil Antibodi bigG erikatan dengan antigenterlarut akan membentuk komplek imun yang bersikulasi (hanyut dalam pembuluh darah) lalu menempel di dinding pembuluh darah di sendi dan ginjal memicu reaksi radang lokal Sel LE, ANA Test, RA Test
Tipe Nama Penyakit Media Deskripsi Pemeriksaan Laboratorium IV Delayed Type hipersensitivitas atau respon imunmemory berperantara sel Dermatitis, Multiple sclerosis T cells Sel T helper (Th1) diaktifkan oleh APC (Antigen Presenting Cell) jika antigen dipresentasikan kembali di masa mendatang, sel Th1 memory akan mengaktifkan makrofag dan menyebabkan respon peradangan. Akhirnya menimbulkan kerusakan jaringan Mantoux tes V Penyakit Autoimun ,berperantara reseptor Penyakit Graves, Myasthenia Gravis IgM atau IgG, Komplemen Antibodi bukannya berikatan dengan komponen permukaan sel, antibodi justru mengenali dan berikatan dengan reseptor permukaan sel sehingga menghambat pengikatan ligan sehingga: Menghambat pengikatan ligan dengan reseptor atau Meniru efek ligan sehingga mengacaukan sinyal sel T3, T4, TSHS
Referensi: Tanjung A, Yunihastuti E. Prosedur diagnostik penyakit alergi. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal. 377-81. MedLine Plus. Allergy testing. Diunduh dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/ article/ 003519 .htm. Diakses pada 28 Maret 2012, pk. 20.00 WIB. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Allergies, anaphylaxis, and systemic mastocytosis: introduction. In Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. USA: The.McGraw-Hill Companies; 2008, chap.311.
TERIMA KASIH