SEJARAH SASTRA JAWA
ZAMAN DINASTI MATARAM KUNO Pada masa Jawa kuno kesusastraan dalam bentuk puisi adalah kesusastraan yang paling menonjol. Pendidikan puisi merupakan pendidikan yang harus diikuti oleh umum, kalangan pegawai istana dan pemuka masyarakat. Keadaan mengenai makna penting kedudukan ilmu bahasa, sastra, antropologi, kemanusiaan, kemasyarakatan, keagamaan, dan tata negara telah memberi inspirasi para pejabat kerajaan untuk mendirikan, mengembangkan dan membantu proses pendidikan pada saat itu yang berbentuk padepokan dan peguron.
Karya Sastra yang tertua adalah Serat Candrakarana yang dibuat pada zaman Dinasti Syailendra yang berkuasa sekitar tahun 700 Caka. Serat ini ditulis di atas daun rontal berisi tentang ajaran moral, seni tembang, tata bahasa, dan kamus. Pada Zaman ini juga ditulis terjemahan Kakawin Ramayana pada tahun 825 Caka atau 903 Masehi, yang merupakan terjemahan Kitab Ramayana karangan Walmiki. Isi Kakawin Ramayana ada 7 kandha yang terdiri dari 24000 seloka.
1. BALA KANDHA Berisi cerita tentang Prabu Dasarata, raja di negerin Kosala yang beribukota di Ayodya. Dalam Lakon Sayembara Widekadirja atau Sayembara Mantili, Dewi Sinta, putri Prabu Janaka disunting oleh Rama. 2. AYODYA KANDHA Berisi kisah Rama, Sinta, dan Lesmana yang disingkirkan di hutan Dandaka (Lakon Rama Tundhung).
3. ARANYA KANDHA Berisi kisah Sinta yang diculik Rahwana (Lakon Rama Gandrung) 4. SUNDARA KANDHA Berisi tentang kisah kepahlawanan Anoman yang berhasil berjumpa dengan Dewi Sinta di Alengka (Lakon Rama Gandrung) 5.KISKENDHA KANDHA Beris tentang kisah Rama yang menyebrangi Samudra untuk menuju Alengka (Lakon Rama Tambak).
6. YUDHA KANDHA Berisi kisah peperangan antara tentara Alengka dengan tentara Rama, yang berakhir dengan kemenangan Rama Sinta ke Ayodya (Lakon Brubuh Alengka). 7. UTTARA KANDHA Berisi kisah Rama Sinta kembali ke Ayodya. Rakyat Ayodya menyangsikan kesucian SInta, maka dilakukan pembakaran atas diri Sinta (Sinta Obong).
ZAMAN KERAJAAN JAWA TIMUR KERAJAAN MEDANG Pada masa pemerintahan Empu Sindok antara tahun 851-809 Caka atau 929-947 Masehi ditulis sebuah Kitab Budha Mahayana yang bernama Sang Hyang Kamahayanikan dan Brahmanda purana.
Sang Hyang Kamahayanikan banyak berbahasa Sansekerta yang dideskripsikan dalam bentuk bahasa Jawa Kuno. Cerita Dewa-dewanya mirip dengan relief candi Borobudur, sedangkan Cerita Brahmandapurana berisi tentang kosmologi, kosmogoni, sejarah para resi, dan cerita pertikaian antar kasta.
Setelah pemerintahan Empu Sindok, yaitu pada masa Prabu Dharmawangsa Teguh yang memerintah antara tahun 913-929 Caka atau 991-1007 Masehi pustaka sastra Jawa berkembang pesat. Karya sastra yang dihasilkan antara lain: Serat Mahabharata, Uttarakanda, Adiparwa, Sabhaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Asramawasaparwa, Masalaparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohanaparwa, Rohanaparwa.
KERAJAAN KAHURIPAN Pengganti Dharmawangsa Teguh adalah Airlangga, nama Medang diganti menjadi Kahuripan. Pada masa ini Empu Kanwa menulis Kakawin Arjunawiwaha. Sebelum Airlangga wafat, beliau membagi kerajaannya menjadi Jenggala dan Kediri. Dua kerajaan ini sering menjadi ilham bagi para pujangga kesusaastraan Jawa untuk menciptakan karya-karya romantisnya, yaitu Cerita Panji. Yang menceritakan perjalanan Panji Asmarabangun yang menjalin asmara dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana. Cerita ini sering ditampilkan dalam bentuk drama tradisional, yaitu ketoprak.
KERAJAAN KEDIRI Kerajaan Kediri merupakan kerajaan yang cukup populer, termasuk masih berpengaruh pada kehidupan masyarakat awam dalam menanggapi fenomena kontemporer. Kadangkala masyarakat marjinal yang miskin dan putus asa sering bernostalgia pada kerajaan Kediri. Mitos Ratu Adil yang diwakili oleh Prabu Jayabaya masih kuat dalam ingatan masyarakat Kejawen. Hal ini karena semasa memerintah Prabu Jayabaya terkenal bijaksana dan adil terhadap rakyatnya.
Fenomena kontemporer masyarakat awam sering merujuk pada ramalan Prabu Jayabaya, tanpa berpikir ramalan tersebut benar atau tidak. Dan sampai saat ini makam Jayabaya di Mamenang masih ramai dikunjungi para peziarah dengan bermacam-macam tujuan. Yang pasti para peziarah meyakini bahwa Prabu Jayabaya mampu menangkap keluh kesahnya. Bila perlu mereka minta doa restu agar cita-citanya terkabul.
Karya sastra pada masa Kerajaan Kediri ini adalah karya Empu Trihuna (pada masa Prabu Warsajaya) yaitu Kakawin Krsnayana. Cerita Krsnayana ini bisa dibandingkan dengan relief Candi Panataran di Blitar Jawa Timur. Selain itu, Kakawin Sumanasantaka karya Empu Manoguna, dan Kakawin Smaradahana dan Bhomakawya karya Empu Dharmaja. Di antara raja-raja Kediri, Prabu Jayabaya yang paling populer. Pada masa ini, Empu Sedah menulis Kakawin Bharatayuda (bersama Empu Panuluh). Empu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Gathotkacasraya.
KERAJAAN SINGOSARI Pada masa pemerintahan Ken Arok, Empu Tanakung mengarang Kitab Wrttasancaya dan Lubdhaka.
KERAJAAN MAJAPAHIT Kesusastraan yang dihasilkan pada zaman Majapahit adalah Parthayadnya, Niticastra, Nirarthaprakreta, Dharmacunya, Haricraya, Tantu Panggelaran, Calon Arang, Tantri Kamandaka, Korawacrama, Pararaton, Dewaruci, Sudamala, Kidung Subrata, Panji Angreni, dan Sri Tanjung. Karya sastra pada zaman Majapahit ini terdiri dari kitab-kitab Jawa Kuno yang tergolong muda dan sebagian lagi berbahasa Jawa Tengahan.
Karya sastra lain yang dihasilkan pada zaman Majapahit ini adalah Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca (pada masa Raja Hayamwuruk, masa keemasan Majapahit dimana Majapahit berhasil mempersatukan nusantara). Kata Pancasila juga berasal dari Kitab Negarakertagama. Kitab Arjunawijaya dan Kitab Sutasoma (Purusadasanta atau Parthayadnya) karya Empu Tantular juga dihasilkan pada masa Hayamwuruk.
ZAMAN DEMAK-PAJANG Setelah Kerajaan Majapahit redup dari panggung sejarah, kemudian muncul Kerajaan Demak dengan rajanya yang pertama Raden Patah (Sultan Syekh Alam Akbar) yang masih keturunan Dinasti Majapahit yaitu keturunan Brawijaya, raja Majapahit yang terakhir.
Kitab-kitab yang terbit pada periode ini karena terpengaruh agama Islam: Het Book van Bonang Eem Javaans Geschrift uit de 16 Eeuw Suluk Sukarsa Koja-kojahan Suluk Wujil Suluk Malang Sumilang
Nitisruti Nitipraja Sewaka Menak Rengganis Manikmaya Ambiya Kandha
KERAJAAN DEMAK Kerajaan Demak ini diperintah oleh para sultan yang didukung oleh para wali yaitu yang dikenal dengan sebutan wali sanga. Wali sanga bisa dimaknai secara denotatif dan konotatif. Secara denotatif 9 orang wali yang ditugaskan untuk berdakwah di wilayah tertentu. Secara konotatif, bisa dimaknai wali sanga adalah orang yang mampu mengendalikan babahan hawa sanga (9 lubang pada diri manusia), maka dia akan memperoleh predikat kewalian yang mulia dan selamat dunia akhirat
1. MAULANA MALIK IBRAHIM Maulana Malik Ibrahim mempunyai beberapa nama, yaitu -Maulana Magribi -Syekh Magribi -Sunan Gresik Beliau merupakan salah satu wali sanga yang menyiarkan agama Islam di Gresik, Jawa Timur. Maulana Malik Ibrahim masih keturunan Ali Zainal Abidin Al Husein.
Sunan Gresik berasal dari daerah Magribi, Afrika Utara Sunan Gresik berasal dari daerah Magribi, Afrika Utara. Beliau datang pada zaman Majapahit 1379 untuk syiar Islam bersama raja Cermin dan putra-putrinya. Raja Cermin adalah Raja Hindustan (lihat Ensiklopedi) Islam. Maulana Malik Ibrahim ini wafat tahun 1419 Masehi atau 882 H. Makamnya di Gapura Wetan Gresik Jawa Timur.
2. SUNAN AMPEL Lahir tahun 1401. Nama kecilnya Raden Rakhmat. Beliau mempunyai 4 putra-putri: -Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) -Syarifudin (Sunan Drajat) -Putri Nyai Ageng Maloka - Dewi Sarah (istri Sunan Kalijaga) Beliau mendirikan pondok pesantren di Ampeldenta. Waktu pembangunan Mesjid Agung Demak (1479) beliau berpartisipasi aktif.
Untuk menghormati jasa-jasa Sunan Ampel dalam menyiarkan agama Islam namanya diabadikan oleh IAIN Sunan Ampel di Surabaya. Dalam syiarnya. Sunan Ampel ini selalu menggunakan idiom-idiom budaya lokal. Puji-pujian yang merupakan ciri khas sastra pesantren berkembang di Ampeldenta. Masyarakat Jawa Timur sangan menghormati jasa Sunan Ampel, bahkan pernah ada suatu peristiwa konflik antar warga di Madura, H. M. Noer Gubernurnya pada waktu itu berhasil mendamaikan pihak-pihak yang bertikai di depan makam Sunan Ampel.
3. SUNAN BONANG Putra sulung Sunan Ampel. Nama lainnya adalah Raden Makdum atau Maulana Makdum Ibrahim. Dalam bidang sastra budaya sumbangan beliau: -mendirikan Mesjid Demak -Dakwah melalui pewayangan -Menyempurnakan istrumen gamelan, bonang, kenong, kempul. - Suluk Wujil
Sunan Bonang termasuk wali yang sukses dalam menyiarkan agama Islam Sunan Bonang termasuk wali yang sukses dalam menyiarkan agama Islam. Ajaran-ajaran Sunan Bonang ini disampaikan dengan pesan-pesan simbolik yang harus ditafsirkan secara jernih. Ajarannya ini termuat dalam Suluk Wujil.
4. SUNAN DRAJAT Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Nama lainnya Syarifudin. Hidup sekitar 1478 Masehi. Jasanya dalam bidang sastra budaya: -Berpartisipasi dalam pembangunan mesjid Demak -Menciptakan tembang pangkur
5. SUNAN KALIJAGA Merupakan wali yang paling populer di kalangan orang Jawa. Bahkan sebagian orang Jawa menganggapnya sebagai guru agung dan suci di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mempunyai nama kecil Raden Mas Syahid. Pada masa mudanya Raden Mas Syahid gemar berjudi dan merampok. Karena saktinya beliau mendapat julukan Lokajaya. Suatu saat beliau bertemu dengan Sunan Bonang. Beliau disuruh menjaga tongkat di tepi sungai. Maka beliau diberi gelar Sunan Kalijaga. Gelar kewaliannya adalah Syekh Malaya yang artinya berkelana.
. Karya-karya beliau adalah: -Tiang mesjid Demak -Gamelan Nagawilaga -Gamelan Guntur Madu -Gamelan Nyai Sekati -Gamelan Kyai Sekati -Wayang Kulit Purwa -Baju Takwa -Tembang Dhandhanggula -Syair puji-pujian pesantren
Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak. Ajaran Sunan Kalijaga tentang makna kehidupan: Urip iki ing donya tan lami Upamane jibeng menyang pasar Tan langgeng neng pasar wae Tan wurung nuli mantuk Mring wismane sangkane uni
Ing mengko aja samar Sangkan paraning Ing mengko padha weruh Yen asale sangkan paran duking nguni Aja nganti kesasar Yen kongsia kesasar dening pati Dadya tiwas uripe kesasar Tanpa pencokan sukmane
saparan-saparan nglangut kadya mega katut ing angin wekasan dadi udan mulih marang banyu dadi bali witing bradhag ing wajibe suksma tan kena ing pati langgeng donya akhirat (Babad Demak, Dhandhanggula)
Artinya: Hidup itu tidak lama ibarat orang ke pasar tak abadi di pasar saja kemudian juga pulang pada rumah asalnya itu nantinya jangan cemas asal mulanya tadi pada saatnya sama tahu kalau asal mula kehidupan tersebut jangan sampai kesasar
Jika sampai kesasar oleh mati hidupnya menjadi tersesat tanpa pijakan sukmanya kemana saja ngelantur seperti awan tertiup angin lalu jadi hujan kembali ke air jadi badan lagi padahal sukma itu tak mati langgeng dunia akhirat.
6. SUNAN GIRI Di daerah Gresik dan sekitarnya, Dinasti Giri sangat dihormati dan ditaati. Bahkan urusan politik juga diserahkan kepada Dinasti Giri, sehingga disana juga berdiri komunitas yang mirip kerajaan. Pada masa Mataram, Dinasti Giri merupakan oposisi yang cukup merisaukan para penguasa Mataram. Sunan Giri ini salah satu wali sanga yang bertugas menyiarkan Islam di kawasan Jawa Timur.
Tepatnya di daerah Gresik Tepatnya di daerah Gresik. Beliau hidup 1365-1428) Ayahnya bernama Maulana Ishak dari Pasai. Nama kecil Sunan Giri adalah Jaka Samudra. Kemudian menjelang dewasa berguru pada Sunan Ampel dan diberi gelar Sunan Paku. Sunan Paku ini mendirikan pesantren di Giri, Gresik sehingga disebut Sunan Giri. Dakwah Islamnya menggunakan jalur budaya. .
Sunan Giri menciptakan: -Permainan Jetungan -Jamuran -Gula Ganti -Cublak-Cublak Suweng -Tembang Asmarandana -Tembang Pocung Warisan seni budaya Sunan Giri adalah lagu ilir-ilir:
Lir ilir tandure wis sumilir Tak ijo royo-royo Tak sengguh temanten anyar Bocah angon penekna blimbing kuwi Lunyu-lunyu penekna kanggo masuh dodotiro Dodotiro kumitir bedhah ing pinggir Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore Mumpung padhang rembulane Mumpung jembar kalangane .
Terjemahan: Lir ilir tanaman sudah bersemi nampak menghijau ibarat pengantin baru wahai penggembala, panjatlah blimbing itu meski licin panjatlah untuk mencuci kain kain yang sedang robek pinggirnya jahitlah dan tamballah untuk menghadapi nanti sore mumpung bulan terang dan lebar tempatnya .
Lagu ilir-ilir memberikan rasa optimis kepada seseorang yang sedang melakukan amal kebaikan. Amal itu berguna untuk bekal di hari akhir.
7. SUNAN KUDUS Sunan Kudus atau Jaffar Shaddiq adalah salah satu wali sanga yang bertugas melakukan syiar Islam di Jawa Tengah. Sunan Kudus menciptakan karya sastra dan budaya: -Tembang Maskumambang -Tembang Mijil -Mesjid Menara Kudus
8. SUNAN MURIA Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Disebut Sunan Muria karena wilayah syiar Islamnya di sekitar Gunung Muria. Karyanya: -Tembang Sinom -Tembang Kinanthi Sunan Muria ikut memindahkan pesantren Ampeldenta ke Demak. Pengaruh Sunan Muria hingga kini masih besar. Pada waktu tertentu masih banyak yang ngalap berkah ke makam Sunan Muria. Terjemahan: Lir ilir tanaman sudah bersemi nampak menghijau ibarat pengantin baru wahai penggembala, panjatlah blimbing itu meski licin panjatlah untuk mencuci kain kain yang sedang robek pinggirnya jahitlah dan tamballah untuk menghadapi nanti sore mumpung bulan terang dan lebar tempatnya .
9. SUNAN GUNUNG JATI Masyarakat Cirebon dan sekitarnya sangat menghormati Sunan Gunung Jati. Banyak peziarah yang mendatangi makamnya. Nama lain Sunan Gunung Jati. -Fatahillah -Falatehan -Syarif Hidayatullah -Syekh Nuruddim Ibrahim Ibnu Maulana Ismail -Said Kamil -Maulana Syekh Makdum Rahmatullah
Beliau lahir di Aceh dan merantau ke kerajaan Demak di Jawa Beliau lahir di Aceh dan merantau ke kerajaan Demak di Jawa. Akhirnya beliau diambil menantu oleh Sultan Trenggana. Ekspansi Portugis ke Jawa Barat kurang berkenan di hati kerajaan Demak. Di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah Demak berhasil membendung Portugal di Jawa Barat. Fatahillah Juga berhasil Menguasai Sunda Kelapa. Fatahillah ini kemudian tinggal di Cirebon untuk melakukan syiar Islam. Beliau meningggal di Gunung Jati 1950. Oleh karena itu disebut Sunan Gunung Jati. Beliau salah satu peletak fondasi syiar Islam di Jawa Barat.