The white membrane (Difteri) Blok 11 Sistem Respirasi Tutorial Kelompok 10A Skenario 5
Kelompok 10A Dhaneswara Pradipta S. 1361050058 Mawar Suci 1361050067 Anastasia Basaria 1361050073 Jack Benjamin Nalle 1361050120 Iglesia Rawati 1361050160 Risky Wulandari 1361050181 Benedick Johanes Alvian 1361050223 Daniels 1361050243 Yeni Rosa Sitohang 1361050247 Cindy Fransisca Ticoalu 1361050284
Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan: Definisi & Epidemiologi Difteri (1) Klasifikasi Difteri (1) Etiologi Difteri (1) Patofisiologi Difteri + Demam (2) Manifestasi Klinik Difteri (1) Diagnosis Difteri (2) Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Mind Map Definisi & Epidemiologi Etiologi dan Faktor resiko Difteri Definisi & Epidemiologi Etiologi dan Faktor resiko Patofisiologi Manifestasi Klinis Penatalaksanaan Pemeriksaan dan diagnosis Pem. Fisik Anamnesis Pemeriksaan penungjang Klasifikasi Mind Map
1. Definisi dan Epidemiologi Difteri Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Definisi Difteria Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,laring,hidung, adakalanya meny-erang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina. http://www.academia.edu/5541931/13758759-DIFTERI
Definisi Difteri Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae (FKUI, 1999). Difteri adalah toksiko infeksi yang disebabkan oleh Corynebacteryum diphtheriae ( Sarah S Long ,2003 ). Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang diserang terutama saluran pernafasaan bagian atas dengan tanda khas timbulnya pseudo membran (Ngastiyah, 2005) http://kamusaskep.blogspot.com/2012/12/difteri.html
Epidemiologi Penyakit Difteri
Epidemiologi Penyakit Difteri
Epidemiologi Penyakit Difteri
Epidemiologi Penyakit Difteri
Epidemiologi Penyakit Difteri
2. Klasifikasi Difteri 2 Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Klasifikasi berdasarkan berat ringannya penyakit Infeksi ringan pseudomembran terbatas pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan Infeksi sedang pseudomembran menyebar lebih luas sampai dinding post faring dg edema laring. Dapat diatasi dg pengobatan konservatif Infeksi berat ada sumbatan jalan nafas, dapat disertai gejala komplikasi miokarditis / paralisis. Hanya dapat diatasi dg trakeostomi
Klasifikasi berdasarkan letaknya [1] Difteri hidung gejala awal: pilek. Bisa epistaksis. Terdapat membrane putih pd septum nasi Difteri tonsil faring timbul pseudomembran di daerah tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan pallatum molle. Bisa timbul bullneck
Klasifikasi berdasarkan letaknya [2] Difteri laring perluasan difteri faring. Difteri paling berat: obstruksi jalan nafas gagal nafas kematian Difteri vulvovaginal, kulit, konjungtiva, telinga Difteri vulvovaginal: vulvovginitis purulenta dan ulseratif Difteri kulit: tukak di kulit Difteri pd mata: lesi pd konjungtiva berupa kemerahan, edema membrane konjungtiva palpebral. Difteri pd telinga: otitis eksterna, secret purulent dan berbau
3. Etiologi dan Faktor Resiko Difteri Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Penyakit Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheria.
Corynebacterium Diptheriae Kuman batang gram positif ukuran 1-8 μm & lebar 0,3-0,8 μm Tidak bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul Membuat koloni menjadi abu abu hitam mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (amino-terminal) & fragmen B (karboksiterminal) Corynebacterium difteri adalah kuman batang “gada” gram positif, (basil aerob) dengan ukuran 1 hingga 8 μm dan lebar 0,3 hingga 0,8 μm, tidak bergerak, pleomorfik dan tidak berkapsul. Kuman ini tidak membentuk spora, tahan dalam keadaan beku dan kering, dan mati pada pemanasan 60°C.
Klasifikasi Corynebacterium Diptheriae Tipe gravis. koloninya besar, kasar, irregular, berwarna abu-abu dan tidak menimbulkan hemolisis eritrosit. Tipe intermedius. koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam di tengahnya dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit. Tipe mitis. koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
Kuman difteri pada pewarnaan bisa terlihat dalam susunan palisade bentuk L, V, atau membentuk formasi mirip huruf Cina (gambar 3). Kuman tidak bersifat selektif dalam pertumbuhannya, isolasinya dipermudah dengan media tertentu yaitu sistin telurit agardarah. Media sistin telurit agar darah akan menghambat pertumbuhan organisme lain dan bila media direduksi oleh Corynebacterium difteri akan membuat koloni menjadi abu - abu hitam
Kuman difteri pada pewarnaan bisa terlihat dalam susunan palisade bentuk L, V, atau membentuk formasi mirip huruf Cina (gambar 3). Kuman tidak bersifat selektif dalam pertumbuhannya, isolasinya dipermudah dengan media tertentu yaitu sistin telurit agardarah. Media sistin telurit agar darah akan menghambat pertumbuhan organisme lain dan bila media direduksi oleh Corynebacterium difteri akan membuat koloni menjadi abu - abu hitam
Faktor Resiko Cakupan imunisasi kurang Kualitas vaksin tidak bagus Faktor lingkungan tidak sehat Tingkat pengetahuan ibu rendah Akses pelayanan kesehatan kurang 1. Cakupan imunisasi kurang, yaitu pada bayi yang tidak mendapat imunisasi DPT secara lengkap. Berdasarkan penelitian bahwa anak dengan status imunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri 46 kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi DPT dan DT lengkap. 2. Kualitas vaksin tidak bagus, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurang menjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitas vaksin. 3. Faktor Lingkungan tidak sehat, artinya lingkungan yang buruk dengan sanitasi yang rendah dapat menunjang terjadinya penyakit difteri. Letak rumah yang berdekatan sangat mudah menyebarkan penyakit difteri bila ada sumber penular. Tingkat pengetahuan ibu rendah, dimana pengetahuan akan pentingnya imunisasi rendah dan kurang bisa mengenali secara dini gejala penyakit difteri. 4. tingkat pengetahuan ibu rendah dimana, pengetahuan akan pentingnya imunisasi rendah dan kurang bisa mengenali secara dini gejala penyakit difteri 5. akses pelayanan kesehatan kurang, dimana hal ini data dilihat dari rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.
4. Patofisiologi Difteri dan Mekanisme Demam 4,5 4. Patofisiologi Difteri dan Mekanisme Demam Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Patogenesis Bakteri Difteri C difteri dalam hidung atau mulut, berkembang pada sel epitel mukosa saluran nafas atas terutama tonsil, kadang-kadang ditemukan di kulit dan konjungtiva atau genital. Basil ini kemudian menghasilkan eksotoksin, yang dilepaskan oleh endosome, sehingga menyebabkan reaksi inflamasi lokal, selanjutnya terjadi kerusakan jaringan dan nekrosis. Pada keadaan lebih lanjut toksin yang diproduksi lebih banyak, sehingga daerah nekrosis makin luas dan dalam sehingga terbentuk eksudat fibrosa (membrane palsu)yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, sel leukosit, sel eritrosit yang berwarna abu-abu sampai hitam. Membran ini sulit terkelupas, kalau dipaksa akan menimbulkan peradarahan.
Patofisiologi Penyakit Difteri Corynebacterium diphteriae Kontak dengan orang atau barang yang terkontaminasi. Masuk lewat saluran pencernaan atau saluran pernafasan. Aliran sistemik Masa inkubasi 2 – 5 hari. Membentuk pseudomembran dan mengeluarkan toksin (eksotoksin) Nasal, Tonsil, Laring Peradangan Mukosa, Tenggorokan sakit, Demam Ciri khas Corynebacterium difteri adalah kemampuannya memproduksi eksotoksin baik in vivo maupun in vitro. Eksotoksin merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya, dan mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (amino-terminal) dan fragmen B (karboksiterminal).
Patofisiologi Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas(vulva, kulit, mata jarang terjadi). Kuman membentuk psudo membrane melepaskan eksotoksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf. Sumbatan jalan nafas terjadi akibat dari fungsi pseudo membrane pada laring dan trachea dapat menyebabkan kondisi fatal.
Mekanisme Demam Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38°C (100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C (99°F). (Schmitt, 1984)
NAPN (National Association of Pediatrics Nurse) Mekanisme Demam Demam adalah suatu keadaan bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3° C. NAPN (National Association of Pediatrics Nurse)
Mekanisme Demam Demam adalah istilah umum, dan beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah pireksia atau febris. Apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40°C), demam disebut hipertermi. Interleukin-1 (penyebab demam), → menginduksi pembentukan salah satu prostaglandin E2 → bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam.
Mekanisme Demam Ketika pembentukan prostaglandin di hambat oleh obat (aspirin), demam sama sekali tidak terjadi atau paling tidak berkurang. Aspirin dapat menurunkan demam, karena aspirin mengganggu pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. Obat seperti aspirin yang menurunkan demam disebut antipiretik http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122730-S09021fk-Gambaran%20pengetahuan-Literatur.pdf
http://ayusulungnariratri.blogspot.com/2011/07/demam-mekanisme.html
5. Manifestasi Klinis DIfteri 6 5. Manifestasi Klinis DIfteri Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Manifestasi klinis Penyakit Difteri Demam Batuk Sakit tenggorokan Disfagia Dispnea, stridor pernafasan, mengi Demam Batuk Sakit tenggorokan Disfagia Dispnea, stridor pernafasan, mengi
Mekanisme Demam
Mekanisme Batuk
Manisfestasi klinis * Difteri hidung pada awalnya serous, Pilek ringan Tampak membran putih pada daerah septum nasi Difteri tonsil faring Nyeri tenggorokan demam sampai 38,5 Nadi cepat Anoreksia Nafas berbau Difteri Laring Suara parau Batuk kering Demam tinggi Pembengkakan pada kelenjar leher * Difteri hidung pada awalnya serous, kemudian serosanguinus, pada beberapa kasus terjadi epistaksis.
6. Diagnosis Difteri 7,8 Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang DD Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Anamnesis Pada Penyakit Difteri Biodata umur, suku bangsa, tempat tinggal Keluhan Utama demam, lesu, pucat, anoreksia, sakit kepala ) Riwayat Kesehatan Sekarang Demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
Riwayat Kesehatan Dahulu Peradangan kronis pada tonsil, faring, sinus, laring, dan sal nafas atas Riwayat Penyakit Keluarga Adanya keluarga yang mengalami difteri Pola Fungsi Kesehatan Pola nutrisi dan metabolisme Pola aktivitas Pola istirahat dan tidur Pola eliminasi
Pemeriksaan Fisik [1] Vital sign : - Nadi : meningkat - TD : menurun - RR : meningkat - Suhu : kurang dari 38°C Inspeksi : lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran Auskultasi : nafas cepat dan dangkal
Pemeriksaan Fisik [2] Pada diptheria tonsil – faring terdapat : Malaise Suhu tubuh < 38,9 º c Pseudomembran ( putih kelabu ) melekat dan menutup tonsil dinding faring Bulneck
Pemeriksaan Penunjang Difteri [1] Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman Corynebakterium difteri (Buku kuliah ilmu kesehatan anak, 1999).
Pemeriksaan Penunjang Difteri [2] Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan (Ngastiyah, 1997). Lekosit dapat meningkat atau normal, kadang terkadi anemia karena hemolisis sel darah merah (Rampengan, 1993 )
Pemeriksaan Penunjang Difteri [2] Pada neuritis difteri, cairan serebrospinalis menunjukkan sedikit peningkatan protein (Rampengan, 1993 ). Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita, suatu pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.
EKG NEUROLOGIS PEMERIKSAAN MUKOSA PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN DAERAH LEHER SISTEM KARDIOVASKULAR KEADAAN UMUM EKG NEUROLOGIS
KEADAAN UMUM Terlihat agak toksik Suhu : 38 Kesulitan bernafas Takikardi pucat
PEMERIKSAAN MUKOSA Karakteristik: Mukosa membran edema, hiperemis, dengan epitel yang nekrosis Biasanya berbentuk berkelompok, tebal, fibrinous, dan berwarna abu-abu kecoklatan, terdiri dari leukosit, eritrosit, sel epitel saluran pernafasan yang mati, dan mudah berdarah kalau terganggu atau dilepaskan dari dasarnya Bisa ditemukan pada palatum, faring, epiglotis, larinks, trakea sampai kepada daerah trakeo-bronkus
PEMERIKSAAN DAERAH LEHER Edema pada daerah submandibularis dan leher bagian depan “bull neck” Ditandai dengan suara yang parau, stridor,
PEMERIKSAAN SISTEM KARDIOVASKULER Takikardi Suara jantung lemah Irama mendua (presistolik gallops) Aritmia (fibrilasi atrium)
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAM Tanda-tanda miokarditis: Low voltage Depresi segmen ST Gelombang T terbalik Tanda-tanda blok : Pemanjangan PR interval Blok AV total
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Gerakan palatum berkurang Paralisis otot-otot mata yang menimbbulkan pengelihatan kembar Kesukaran akomodasi Strabismus internal
presumptif Anamnesis Definitif & identifikasi
DIAGNOSIS PRESUMPTIF (DIAGNOSIS AWAL CEPAT) Pemeriksaan langsung spesimen dengan pewarnaan : Methylene blue Pewarnaan gram imunoflouresens
DEFINITIF & IDENTIFIKASI BASIL Pemeriksaan kultur Pemeriksaan produksi toksin : elek plate test & polimerase pig inoculation test Pemeriksaan serum : shick test
Diagnosa Banding Difteria NASAL ANTERIOR Korpus alineum pada hidung Common cold sinnusitis FAUSIAL tonsilofaringitis mononukleusinfeksiosa larinks laringotrakeobronkitis Croup spasmodik/nonspasmodik Aspirasi benda asing Papiloma larinks
7. Penatalaksanaan Difteri 9 7. Penatalaksanaan Difteri Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Penatalaksanaan Difteri Tujuan Penatalaksanaan: menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria.
Penatalaksanaan Difteri Pengobatan Umum Pengobatan Khusus
Pengobatan Umum Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negative 2 kali berturut-turut Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat, makanan lunak yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori Khusus pada difteri laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer
Pengobatan Khusus Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS) Diberikan segera setelah diagnosis difteri Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih dahulu, oleh karena pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik
Pengobatan Khusus Uji Kulit Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Uji Mata Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi
Pengobatan Khusus Tabel Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian Difteria Hidung 20.000 Intramuscular Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular /Intravena Difteria Faring Difteria Laring Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 Terlambat berobat (>72 jam)
Pengobatan Khusus Antibiotik Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh bakteri, menghentikan produksi toksin dan mencegah penularan organisme pada kontak Yang dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin Eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk terapi difteri nasofaring
Pengobatan Khusus Dosis : Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m. tiap 2 jam selama 14 hari atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut (-). Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari. Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4 dosis
Imunisasi Lengkap
Program Imunisasi Nasional Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi (PPI) yang mencakup imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT, Polio dan campak.
Vaksin yang direkomendasikan Vaksin yang direkomendasi PP IDAI: BCG Hepatitis B Hepatitis A Polio DTP Campak HIB IPD Influenza Varisela MMR Tifoid HPV Rota virus
8. Komplikasi dan Prognosis Difteri 10 8. Komplikasi dan Prognosis Difteri Definisi & Epidemiologi Difteri (1) cindy10 Klasifikasi Difteri (1) dhanes1 Etiologi Difteri (1) igles5 Patofisiologi Difteri + Demam (2) mawar2 yeni9 Manifestasi Klinik Difteri (1) anastasia3 Diagnosis Pemeriksaan Difteri (2) riswul6 daniels8 Penatalakanaan Difteri + Imunisasi (1) beni7 Komplikasi dan Prognosis Difteri (1) jack4
Obstruksi Jalan Nafas (Lokal) Komplikasi Difteria Komplikasi yang timbul pada pasien difteri menurut Rampengan (1993) yaitu : Infeksi tumpangan Sistemik Obstruksi Jalan Nafas (Lokal) - Infeksi tumpangan oleh kuman lain, Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman Streptococus dan staphylococcus. Pasien dengan infeksi tumpangan kuman Streptococus sering mengalami panas tinggi. - Lokal ( obstruksi jalan nafas ) Obstruksi jalan nafas dapt terjadi akibat membran atau oedema jalan nafas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan atelektasis. - Sistemik
Komplikasi Sistemik 1. Laringitis difteri 2. Kelainan kardiovaskuler (miokarditis) 3. Kelainan neurologis 4. Ocular palsy 5. Paralisis diafragma 6. Nefritis 7. Paresis atau paralysis anggota gerak Laringitis difteri, dapat berlangsung cepat dan makin muda penderita, makin cepat timbul komplikasi ini. Pseudomembran menjalar ke laring sehingga menyebabkan gejala sumbatan laring. 2. Kelainan kardiovaskuler (miokarditis), terjadi pada sekitar 10%-25% penderita dan menyebabkan 50%-60% kematian. Manifestasi klinisnya berupa takikardi, suara jantung lemah, irama derap presistolik, aritmia (fibrilasi / blok atrium) dan gagal jantung. Pada EKG ditemukan low voltage,depresi segmen ST, gelombang T terbalik dan tanda-tanda blok dimulai dari pemanjangan interval PR sampai blok AV total 3. Kelainan neurologis, saat timbulnya komplikasi ini bervariasi bergantung pada jumlah toksin yang diproduksi dan cepat / lambatnya pemberian antitoksin. Biasanya kelainan terjadi bilateral dan motorik lebih dominan daripada sensorik, berupa : a. Paralasis / paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia, kesukaran menelan sifatnya reversible dan terjadi pada minggu ke satu dan kedua. b. Paralisis / paresis otot-otot mutu, sehingga dapat mengakibatkan strabisinus gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis, yang setelah minggu ke tiga. c. Paralisis umum yang dapat timbul setelah minggu ke 4, kelainan dapat mengenai otot muka, leher anggota gerak dan yang paling penting dan berbahaya bila mengenai otot pernafasan. 4. Ocular palsy Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh paralisis dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur,otot yang terkena adalah rectus exsternus. 5. Paralisis diafragma, dapat tejadi pada minggu ke5-7 Paralysis ini disebabkan oleh neuritis n. phrenicus dan bila tadak segera diatasi penderita akan meninggal. 6. Nefritis, pada urogenitalia dapat tejadi neftritis sehingga harus diperhatikan warna dan volumenya apakah normal atau tidak. 7. Paresis atau paralysis anggota gerak, dapat terjadi pada minggu ke6-10 Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, reflek tendon menghilang, cairan cerebrospinal menunjukan peningkatan protein yang mirip Guillian Barre Syndrom.
Prognosis 1 Umur pasien 2 Perjalanan penyakit 3 Letak lesi difteria Menurut Ngastiyah (2005) prognosis tergantung pada : 1 Umur pasien 2 Perjalanan penyakit 3 Letak lesi difteria 4 Keadaan umum pasien 5 komplikasi miokarditis 6 Pengobatan terlambat pemberian ADS Ngastiyah (2005) prognosis tergantung pada : 1 Umur pasien, makinmuda usianya makin jelek prognosisnya. 2 Perjalanan penyakit, makin terlambat diketemukan makin buruk keadaannya. 3 Letak lesi difteria, bila dihidung tergolong ringan. 4 Keadaan umum pasien, bila keadaan gizinya buruk, juga buruk. 5 Terdapat komplikasi miokarditis sangat memperburuk prognosis. 6 Pengobatan terlambat pemberian ADS, prognosis makin buruk.
Pembuktian Hipotesis “Berdasarkan faktor pencetus, gejala, dan pemeriksaan pasien mengalami infeksi bakteri difteri dan menderita difteri” Hipotesis kami terbukti kebenarannya atas apa yang telah kami diskusikan dan pelajari bersama. Bahwa gejala demam sejak 4 hari yang lalu dengan batuk, serta sulit menelan makanan merupakan gejala tepat pasien terkena difteri. Ditambah lagi dengan pemeriksaan fisik terdapat pseudomembran kuman corynebakterium difteria dan hasil ini positif terkena penyakit difteri.
Kesimpulan Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman corynebakterium diphtheria. Mudah menular dan yang diserang terutama adalah traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudomembran dan dilepaskan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. Tanda dan gejalanya adalah demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, penurunan berat badan, lemah, nyeri saat menelan, serak hingga adanya stridor.
Referensi Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN (2007). Robbins Basic Pathology (ed. 8th). Saunders Elsevier. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (ed. 6). EGC Warrel, D. A., Cox, Timothy M., Firth, John D. 2005. Oxford Textbook of Medicine. Oxford: Oxford University Press Anonim, 1998, Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta Harrison’s principles of internal medicine vol 1 IPD Jilid 3
Referensi Kemala, Rita Wahidi. 1996. Nursing Care in Emergency. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan UI Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta: EGC Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Rampengan, H.T, dkk. 1993. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC Staf Pengajar ll Buku Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1958. Buku Kuliah Ilmu Kesehalan Anak. Jakarta : Info Medika. Sulianti Suroso. 2004. Pengaruh Imunisasi pada anak.www.infeksi.com.7 juni 2008 Suradi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I. Jakarta : CV. Agung Seto. Keperawatan
http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html http://www.vaccinedecision.info/cgi-bin/viewcontent.cgi?article_id=24 http://www.who.int/gho/immunization/en/
Terimakasih