AKUNTANSI EKUITAS Dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) Modal adalah: Bagian hak pemilik dalam perusahaan. Selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada. Bukan merupakan ukuran nilai jual perusahaan. Investasi pemilik dan Hasil usaha perusahaan. Modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank, selain untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter.
Menurut Peraturan Bank Indonesia no 7/15/PBI/2004 yang disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 9/16/PBI/2007 mengenai Modal Inti Minimum Bank Umum, yaitu: Bank Umum wajib memenuhi jumlah Modal Inti paling sedikit sebesar Rp 80.000.000.000,00 (80 milyar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2007. Selain kewajiban di atas juga harus memenuhi kewajiban Modal Inti paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (100 milyar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010.
Bank International Settlement BIS (Bank for International Settlement) Bank for International Settlement (BIS) mengatur ketentuan berapa besarnya modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. Tahun 1988 Basel Supervisory Committee (BSC) menghasilkan suatu kesepakatan yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan perbankan, yaitu memberikan metodologi umum untuk pengukuran resiko dan perhitungan kebutuhan modal minimum.
Metodologi umum yang digunakan untuk pengukuran resiko secara keseluruhan adalah Risk Weighted Asset (RWA) RWA adalah suatu perkalian nominal aktiva dengan prosentase tertentu yang ditetapkan berdasarkan jenis aktiva dan counterparty. Ketentuan ini ditetapkan di Indonesia oleh BI, dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001, tentang kewajiban penyediaan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR), terhitung sejak Desember 2001.
Kelemahan Basel Capital Accord (BCA) 1988 Masih terdapat kelemahan dalam BCA, terutama dalam hal pengukuran resiko: Basel Capital Accord 1988 mengabaikan kualitas kredit, karena seluruh eksposur kredit kepada corporate counterparties dikenakan bobot resiko sebesar 100% tanpa memperhatikan kualitas kredit dari masing-masing counterparty. Basel Capital Accord 1988 mengabaikan efek diversifikasi, karena bank pada dasarnya dapat mengurangi total resiko yang dihadapinya dengan mendiversifikasikasi eksposur kreditnya ke berbagai jenis industri dan atau negara. Contoh: bank yang banyak menyalurkan kredit di sektor perdagangan dikenakan bobot resiko yang sama. Basel Capital Accord 1988 mengabaikan proteksi terhadap resiko pasar, karena pada dasarnya perhitungan modal minimum hanya didasarkan pada perhitungan resiko kredit, dan belum mensyaratkan bank mencadangkan modal untuk menutup potensi dari resiko pasar.
Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut tahun 1996 Basel Committee melakukan amandemen terhadap basel capital accord 1988. Amandemen dilakukan dengan memasukkan perhitungan resiko pasar sebagai dasar perhitungan kebutuhan modal minimum. Pada pendekatan pengukuran resiko pasar yang ditetapkan oleh basel committee terdapat dua jenis pendekatan: pendekatan standard model dan pendekatan internal model. Dalam pendekatan standard model, pengukuran resiko pasar dilakukan terhadap: Interest rate risk Foreign exchange risk Equity position risk Comodity risk
Pendekatan Internal Model, pada intinya adalah penerapan metode Value at Risk (VaR), untuk menghitung kerugian maksimum yang diperkirakan dapat terjadi dari suatu posisi atau portofolio, akibat perubahan indikator pasar dalam waktu tertentu. Basel Committee memutuskan untuk mengajukan metode pengukuran resiko yang lebih risk sensitive pada Juni 1999, yang dikenal dengan nama Three Pillars of The New Capital Accord, yaitu: Penyempurnaan standar kuantitaif yang telah ada Supervisory review process Market dicipline
Jumlah Modal Regulator New Capital Accord 2001 Pilar-1: Minimum Capital Requirement definisi modal dan persyaratan modal minimum yang berjalan selama ini tidak berubah, hanya metode perhitungan resiko diperluas yang memasukkan resiko pasar dan resiko operasional, sehingga rasio kecukupan modal minimum (Capital Adequacy Ratio-CAR) dapat dihitung dengan rumus: CAR = Jumlah Modal Regulator RWA kredit + 12,5 x (beban modal resiko pasar + beban modal resiko operasional)
Pilar-2: Supervisory Review Process New Capital Accord menekankan bahwa manajemen bank perlu mengembangkan proses penilaian modal internal, dan menetapkan target modal yang sesuai dengan profil resiko yang dihadapinya. Pengawas perbankan berkewajiban mengevaluasi cara bank menilai kecukupan modalnya dibandingkan dengan resiko yang dihadapinya. Pilar-3: Market Dicipline Pilar ketiga ditujukan untuk mendukung market dicipline melalui peningkatan keterbukaan (disclosure) oleh bank. Keterbukaan yang efektif dapat menjamin bahwa market participant dapat memahami dengan lebih baik profil resiko yang dihadapi oleh bank, dan kecukupan modal yang dimiliki oleh bank.
Dasar Pencatatan Ekuitas Beberapa dasar yang selama ini sudah digunakan sebagai landasan pencatatan ekuitas perbankan adalah: Undang-Undang No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas PSAK 21: Akuntansi Ekuitas PSAK 27: Akuntansi Perkoperasian PSAK 16: Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain PSAK 11: Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing
Klasifikasi Modal Bank Komponen modal yang digunakan dalam perhitungan penyediaan modal minimum terdiri atas: Modal Inti (Tier 1) Modal inti terdiri atas modal disetor, modal sumbangan, cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak. Modal Pelengkap (Tier 2) Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba, modal pinjaman serta pinjaman subordinasi. Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3)
Modal Inti (Tier 1) Modal Inti (Tier 1) Modal inti, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Modal Sumbangan (modal donasi), yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan dari RUPS.
Modal Inti (Tier 1) Cadangan tujuan, yaitu bagian laba yang dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan RUPS. Laba ditahan, laba bersih setelah dikurangi pajak dan dividen yang mendapat persetujuan RUPS. Laba tahun lalu adalah laba-laba tahun lalu setelah dikurangi pajak yang penggunaannya belum ditetapkan oleh RUPS. Laba tahun berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak. Diperhitungkan sebesar 50% sebagai modal inti
Contoh Modal Inti Tanggal 2 Januari 2008 telah diterima setoran awal dari Bapak Badrodin Haiti untuk modal bank, uang sebesar Rp1.000.000.000,00, aktiva tetap berupa gedung sebesar Rp1.500.000.000,00, Kendaraan sebesar Rp250.000.000,00, inventaris kantor sebesar Rp 250.000.000,00. Debit Kas Rp 1.000.000.000,00 Aktiva Tetap – Gedung 1.500.000.000,00 Aktiva Tetap – Kendaraan 250.000.000,00 Aktiva Tetap – Inventaris Kantor Kredit Modal Disetor – Badrodin Haiti Rp 3.000.000.000,00
Apabila contoh di atas modal disetornya dicatat dalam bentuk saham biasa untuk 300.000 lembar dengan nilai nominal Rp 10.000,00 per lembar, dan kurs 105%. Maka jurnalnya: Debit Kas Rp 1.000.000.000,00 Aktiva Tetap – Gedung 1.500.000.000,00 Aktiva Tetap – Kendaraan 250.000.000,00 Aktiva Tetap – Inventaris Kantor Kredit Modal Disetor – Saham Biasa Rp 3.000.000.000,00 Agio Saham 150.000.000,00
Apabila terjadi penambahan modal karena penjualan saham dengan harga pasar lebih tinggi dari nilai nominal saham, maka kelebihannya dicatat sebagai agio saham (premium). Misalkan dijual sebanyak 10 juta lembar saham dengan nominal Rp1.000,00 dan harga pasar sebesar Rp1.250,00, maka atas transaksi tersebut dilakukan pembukuan dengan jurnal: Debit Kas Rp 12.500.000.000,00 Kredit Modal Disetor – Saham Biasa Rp 10.000.000.000,00 Agio Saham 2.500.000.000,00
PT ABC pada tanggal 1 April 2008 menerima pesanan untuk saham sebanyak 10.000 lembar, nominal Rp 1.000,00; dengan harga Rp 9.000,00 per lembar. Pada saat pemesanan, diterima uang muka sebesar 50%. Sisanya dilunasi pada 1 Mei 2008, Jurnal yang dibuat untuk mencatat pesanan saham: Debit Kas Rp 40.500.000,00 Piutang Pesanan Saham 40.500.000,00 Kredit Modal Saham Pesanan Rp 10.000.000,00 Agio Saham 80.000.000,00
Jurnal yang dibuat untuk mencatat pelunasan pesanan saham: Debit Kas Rp 40.500.000,00 Modal Saham Pesanan 10.000.000,00 Kredit Piutang Saham Pesanan Modal Disetor – Saham Biasa
Modal Pelengkap (Tier 2) Cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetuan dari Dirjen Pajak. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktifnya. Modal Pinjaman (Modal Kuasi/hybrid debt/equity capital instrument) adalah pinjaman yang didukung dengan menggunakan instrumen yang disebut capital assets, loan stock, atau warkat lain yang dipersamakan dan mempunyai sifat seperti modal.
Sifat Modal Pinjaman: Dalam perhitungan CAR modal pinjaman termasuk komponen modal pelengkap. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan Telah dibayar penuh. Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan Bank Indonesia. Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti. Pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.
Pinjaman Subordinasi, sumber dana yang kedudukannya sama dengan modal bank, karena jangka waktunya sangat panjang dan mempunyai hak tagih paling akhir. atau pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada. Pinjaman Subordinasi dalam perhitungan komponen CAR adalah sebesar 50% dari modal inti.
Sifat Pinjaman Subordinasi: Ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Bank mengajukan permohonan persetujuan harus menyampaikan program pembayaran kembali pinjaman subordinasi tersebut. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah dibayar penuh. Jangka waktu pinjaman minimal 5 tahun. Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank yang bersangkutan tetap sehat. Hak tagihnya berlaku paling akhir dalam hal terjadi likuidasi (kedudukannya sama dengan modal bank).
Jurnal Modal Pinjaman Saat penerbitan atau penjualan warkat Debit Giro bank-bank lain Rp xxxx Biaya penerbitan modal pinjaman dibayar di muka xxxx Kredit Modal pinjaman Saat amortisasi biaya penerbitan Debit Biaya penerbitan modal pinjaman Rp xxxx Kredit Biaya penerbitan modal pinjaman dibayar di muka
Saat penyesuaian bunga Debit Biaya bunga Rp xxxx Kredit Bunga modal pinjaman yang masih harus dibayar Saat pembayaran bunga Debit Bunga modal pinjaman yang masih harus dibayar Rp xxxx Kredit Kas/Giro bank-bank lain/Giro BI
Saat pelunasan pokok pinjaman Debit Modal Pinjaman Rp xxxx Kredit Kas/Giro bank-bank lain/Giro BI
Jurnal Pinjaman Subordinasi Saat dimulainya pinjaman subordinasi dilaksanakan, dibuat rekening administratif rupiah Debit RAR Fasilitas Pinjaman Subordinasi disetujui dan belum direalisasi Rp xxxx Kredit Kontra fasilitas Pinjaman Subordinasi disetujui dan belum direalisasi Saat pinjaman subordinasi direalisasi Debit RAR Kontra fasilitas Pinjaman Subordinasi disetujui dan belum direalisasi Rp xxxx Kredit Fasilitas Pinjaman Subordinasi disetujui dan belum direalisasi
Saat penyesuaian bunga akhir setiap akhir periode Debit Giro BI Rp xxxx Kredit Pinjaman Subordinasi Saat penyesuaian bunga akhir setiap akhir periode Debit Biaya Bunga Rp xxxx Kredit Bunga yang masih harus dibayar
Saat pembayaran bunga setelah penyesuaian bunga Debit Bunga yang masih harus dibayar Rp xxxx Kredit Giro BI/Giro bank-bank lain Saat pelunasan pinjaman subordinasi Debit Pinjaman Subordinasi Rp xxxx Kredit Giro BI/Giro bank-bank lain
Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3) Bank dapat memperhitungkan Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) untuk tujuan perhitungan Kebutuhan Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR) secara individual dan atau secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) dalam perhitungan KPMM hanya dapat digunakan untuk memperhitungkan Resiko Pasar. Pos yang dapat diperhitungkan sebagai Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) adalah Pinjaman Subordinasi Jangka Pendek yang memenuhi kriteria: (a). Tidak dijamin oleh Bank atau Perusahaan Anak yang bersangkutan dan telah dijamin penuh.
(b). Memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2 tahun. (c). Tidak dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman kredit dengan persetujuan Bank Indonesia. (d). Terdapat klausula yang mengikat (lock-in clause) yang menyatakan bahwa tidak dapat melakukan pembayaran pokok atas bunga, termasuk pembayaran pada saat jatuh tempo, apabila pembayaran dimaksud dapat menyebabkan KPMM secara individual atau secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. (e) terdapat perjanjian pinjaman yang jelas termasuk jadwal pelunasannya.
(f). Memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Modal Pelengkap Tambahan untuk memperhitungkan Resiko Pasar hanya dapat digunakan dengan memenuhi kriteria: (a). Tidak melebihi 250% dari bagian Modal Inti yang dialokasikan untuk memperhitungkan Resiko Pasar. (b). Jumlah Modal Pelengkap (tier 2) dan Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) paling tinggi sebesar 100% dari Modal Inti. Modal Pelengkap (tier 2) yang tidak digunakan dapat ditambahkan untuk Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) dengan memenuhi persyaratan pada poin 4. Pinjaman Subordinasi dengan ketentuan melebihi 50% Modal Inti, dapat digunakan sebagai Modal Pelengkap Tambahan selama tetap memenuhi persyaratan nomer 4 di atas.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Tata Cara Perhitungan Kecukupan Modal BPR: Dalam menghitung ATMR, pos-pos aktiva diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada resiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau resiko yang didasarkan pada jenis aktiva, golongan debitur, penjamin atau sifat barang jaminan. Rincian bobot resiko adalah sebagai berikut: (a). Kas 0% (b). Seritifikat Bank Indonesia (c). Kredit dengan agunan berupa SBI, tabungan dan deposito yang diblokir pada BPR yang bersangkutan, disertai dengan surat kuasa pencairan, emas dan logam mulia, sebesar nilai terendah antara agunan dan baki debit. (d). Kredit kepada Pemerintah Pusat
(a). Giro, Deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan serta tagihan lainnya kepada bank lain 20% (b). Kredit kepada atau yang dijamin oleh bank lain atau Pemerintah Daerah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dijamin oleh hak tanggungan pertama dengan tujuan untuk dihuni. 40% Kredit kepada atau yang dijamin oleh BUMN (lembaga penjamin kredit milik Pemerintah Pusat) atau BUMD (BUMD yang melakukan usaha sebagai penjamin dan melakukan perjanjian kerja sama penjaminan kredit dengan lembaga penjamin kredit milik Pemerintah Pusat . 50% Kredit kepada Pegawai (PNS, Polri/TNI, BUMN/D) dan Pensiunan Pegawai (pensiunan PNS, Polri/TNI, BUMN/D)
Pegawai/Pensiunan yang dijamin dengan asuransi jiwa yang memenuhi kriteria sebagai berikut: Memiliki ijin usaha dari instansi yang berwenang. Laporan keuangan terakhir telah diaudit oleh akuntan publik dan memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas minimum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tidak merupakan pihak terkait dengan BPR 50% Pembayaran angsuran/pelunasan kredit bersumber dari gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa Memotong Gaji/Pensiun kepada BPR. BPR menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surat keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur.
Kredit kepada usaha mikro dan kecil (UMKM) Kredit kepada usaha mikro dan kecil (UMKM). Kredit kepada usaha mikro adalah kredit dengan plafon s/d Rp 50.000.000,00. Kredit kepada usaha kecil adalah kredit dengan plafon di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 85% (a). Kredit kepada atau yang dijamin oleh perorangan 100% (b). Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku) (c). Aktiva lainnya selain tersebut di atas
Aktiva produktif dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet dalam perhitungan ATMR dinilai sebesar nilai buku: yaitu setelah dikurangi dengan PPAP Khusu dari aktiva produktif dengan Kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Penilaian kualitas aktiva produktif (KAP) dan PPAP mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai KAP dan PPAP BPR
Perhitungan ATMR KOMPONEN 1 NO KOMPONEN BOBOT RISIKO (BARU) 1 Kas, SBI, Kredit dengan agunanTab&Deposit yg di blokir, emas/logam mulia, dan Kredit kepada PemerintahPusat 2 Giro, Deposito, Sert Deposito, tagihan Bank Lain dan Kredit kepada/dijamin Bank lain/Pemda 20 3 KPR yg dijamin dengan Hak Tanggungan I (utk dihuni) 40 4 Kredit kpd/yg dijamin oleh BUMN/BUMD 50 5 Kredit kpd pegawai/pensiunan 6 Kredit kpd UMK 85 7 Kredit kepada/yg dijamin oleh perorangan, koperasi dan/atau kelompok/perusahaan lain 100 8 Aktiva Tetap dan Inventaris (nilai buku) 9 Aktiva selain tersebut di atas
Contoh Perhitungan ATMR KETERANGAN NOMINAL BOBOT A T M R K a s, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 5.989.043.250 Kredit yang dijamin dengan deposito berjangka & Tabungan pada bank ybs Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito serta tagihan lainnya kepada bank lain dan kredit kepada/dijamin Bank Lain /Pemda 27.484.908.613 20 5.496.981.723 Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yg dijamin Hipotik pertama dgn tujuan untuk dihuni 40 Kredit kepada/yang dijamin oleh BUMN/BUMD 50 Kredit kepada Pegawai/pensiunan Kredit kepada UMK 146.380.863.830 85 124.423.734.256 Kredit kepada / yang dijamin oleh perorangan, koperasi dan atau kelompok/ perusahaan lain 100 Aktiva Tetap dan inventaris (nilai buku) 2.277.585.671 Aktiva lainnya selain tsb. diatas 1.061.308.900 JUMLAH AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RESIKO (ATMR) 133.259.610.550
Perhitungan Capital Adequacy Ratio