KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
POLITIK HUKUM KEKUASAAN KEHAKIMAN (Pertama) UU NOMOR 19 TAHUN 1964 UU NOMOR 14 TAHUN 1970 PASAL 19: Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, Presiden dapat turut atau campurtangan dalam soal-soal pengadilan PASAL 10 Ayat 2: Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi Pasal 11 Ayat 2: Badan-badan yang melakukan peradilan tersebut di Pasal 10 Ayat 1 organisatoris, administratif dan finansial ada di bawah kekuasaan masing-masing Departemen yang bersangkutan
POLITIK HUKUM KEKUASAAN KEHAKIMAN (Kedua) UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Tap MPR RI Nomor X/MPR/1999 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara menuntut adanya pemisahan yang tegas antara fungsi lembaga yudikatif dengan eksekutif UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Perubahannya adalah “penghapusan campurtangan kekuasaan eksekutif terhadap kekuasaan kehakiman (yudikatif)
PERUBAHAN PENTING Segala urusan organisatoris, administrasi dan keuangan MA dan badan peradilan di bawah MA berada di bawah kekuasaan MA, sebelumnya ada di Departemen Kehakiman RI
UUDNRI 1945 Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24: Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ...
Pasal 24A: MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan per-UU-an di bawah UU terhadap UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU Hakim agung … Calon hakim agung diusulkan oleh KY kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden Ketua dan wakil ketua MA … …
Pasal 24B: KY bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim Anggota KY … Anggota KY diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR …
Pasal 24C: MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wapres menurut UUD MK memiliki 9 anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden yang diajukan masing-masing 3 orang oleh MA, DPR dan Presiden Ketua dan Wakil Ketua MK … Hakim konstitusi … Pengangkatan dan pemberhentian …
Pasal 25: Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk memberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan UU
POLITIK HUKUM KEKUASAAN KEHAKIMAN (Ketiga) UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
KEKUASAAN KEHAKIMAN Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUDNRI 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum RI Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh MA dan badan peradilan yang berada di bawahnya
MAHKAMAH AGUNG UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA diubah menjadi UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA
KEWENANGAN MA MA bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: Permohonan kasasi Sengketa tentang kewenangan mengadili Permohonan peninjauan kembali Menguji peraturan per-UU-an yang di bawah UU terhadap UU Kewenangan lain yang diberikan oleh UU
PERKARA-PERKARA YANG TIDAK DAPAT DIAJUKAN KASASI Putusan praperadilan Perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau diancam pidana denda Perkara TUN yang obyek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan SK-nya hanya berlaku di daerah yang bersangkutan
KEWENANGAN LAIN MA Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya dalam menjalankan kekuasaan kehakiman Melakukan pengawasan organisatoris dan administratif Meminta keterangan tentang hal-hal yang berkaitan dengan teknis peradilan Memberi petunjuk, teguran dan peringatan kepada lembaga peradilan di bawahnya Memberi pertimbangan hukum kepada Presiden dalam hal grasi dan rehabilitasi Memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat hukum kepada lembaga negara dan pemerintahan
PERADILAN UMUM UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI PERADILAN UMUM PN PN merupakan pengadilan tingkat pertama Kewenangan PN adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata dan pidana di tingkat pertama, kecuali UU menentukan lain PT PT merupakan pengadilan tingkat banding yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara yang diputus oleh PN dan merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai kompetensi relatif antar PN di wilayah hukumnya
PERADILAN KHUSUS Pengadilan Anak Pengadilan Tipikor Pengadilan Niaga Pengadilan Perikanan Pengadilan HAM
PERADILAN AGAMA UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Peradilan Agama khusus bagi mereka yang beragama Islam
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI PERADILAN AGAMA PA PA merupakan pengadilan tingkat pertama PA berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara antara “orang- orang yang beragama Islam” sesuai dengan peraturan per-UU-an Makna “orang-orang yang beragama Islam” adalah orang-orang yang menundukkan diri secara sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan PA Kewenangan PA menurut UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sodakoh dan ekonomi syariah PTA PTA merupakan pengadilan tingkat banding Kewenangannya memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara yang telah diputus oleh PA dan merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai kompetensi relatif antar PA di wilayah hukumnya
PERADILAN SYARIAH ISLAM DI NAD Pasal 3A UU Nomor 50 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, bahwa Peradilan Syariah Islam di NAD merupakan peradilan khusus di lingkungan peradilan agama dan merupakan peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum Diatur oleh UU Mahkamah Syariah di Provinsi NAD yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Daerah Aceh sebagai Provinsi NAD Keppres Nomor 11 Tahun 2003 merubah istilah PA menjadi Mahkamah Syariah dan PTA menjadi Mahkamah Syariah Provinsi, dengan kewenangan memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara: Hukum keluarga (ahwal syahsiyah) Hukum perdata (muamalah) Hukum pidana (jinayah)
PERADILAN MILITER UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer PM merupakan peradilan khusus bagi prajurit TNI PM meliputi: Pengadilan Militer Pengadilan Militer Tinggi Pengadilan Militer Utama Pengadilan Militer Pertempuran Kewenangan PM adalah memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai peraturan per-UU-an
Kewenangan PM antara lain: Mengadili tindak pidana yang dilakukan seseorang yang pada saat melakukan tindak pidana adalah: Prajurit Berdasarkan UU dipersamakan dengan prajurit Anggota suatu kelompok yang dipersamakan sebagai prajurit oleh UU Seseorang yang bukan termasuk a, b dan c tetapi atas persetujuan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan PM Memeriksa, mengadili dan memutus sengketa tata usaha AB Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara dalam satu putusan
Pengadilan Militer memeriksa, mengadili dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya: Prajurit berpangkat Kapten ke bawah Mereka yang masuk dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan c, termasuk tingkat kepangkatannya Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili di Pengadilan Militer Pengadilan Militer Tinggi memeriksa, mengadili dan memutus: Pada tingkat pertama: Prajurit yang berpangkat Mayor ke atas Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili di Pengadilan Militer Pada tingkat banding: Permintaan banding Sengketa kewenangan relatif antara Pengadilan Militer yang berada di wilayah hukumnya
Pengadilan Militer Utama memutus tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili: Antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di wilayah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan Antar Pengadilan Militer Tinggi Antar Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Pengadilan Militer Utama memutus tingkat pertama dan terakhir perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah Perkara dengan Oditur tentang diselesaikannya suatu perkara di luar pengadilan atau lingkungan peradilan umum atau peradilan militer
Peradilan TUN UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN sebagaimana diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI PERADILAN TUN PTUN Pengadilan tingkat pertama Kewenangannya memeriksa, mengadili dan memutus sengketa TUN di tingkat pertama Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul di bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN baik di pusat maupun daerah sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian Yang dimaksud dengan KTUN adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN yang berisikan tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan per-UU-an yang berlaku yang bersifat final, konkrit dan individual, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata Tidak termasuk KTUN jika: KTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata KTUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum KTUN yang masih memerlukan persetujuan KTUN yang dikeluarkan berdasarkan KUHAP atau lainnya yang bersifat hukum pidana KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan KTUN mengenai Tata Usaha TNI Keputusan KPU pusat maupun daerah atas hasil pemilu
PTTUN Pengadilan tingkat banding Berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara- perkara yang diputus oleh PTUN dan merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai kompetensi relatif antar PTUN di wilayah hukumnya Berwenang mengadili perkaran tingkat pertama terhadap perkara yang telah menggunakan upaya administratif sebelumnya
MAHKAMAH KONSTITUSI Lihat: Pasal 24C UUDNRI 1945 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK MK adalah salah satu lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan MK berwenang mengadili: Menguji UU terhadap UUDNRI 1945 Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUDNRI 1945 Memutus pembubaran partai politik Memutus perselisihan tentang hasil pemilu Putusan MK bersifat final dan mengikat