LAPORAN KASUS BELL’S PALSY Avelina Irene Djedoma Program Internsip Dokter Indonesia RSUD Klungkung
BAB I PENDAHULUAN Bell’s palsy (BP) : paresis nervus fasialis perifer bersifat akut penyebabnya tidak diketahui pasti (idiopatik) Apabila faktor penyebab jelas maka disebut paralisis fasialis perifer dan bukan bell’s palsy Insiden BP dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut Terdapat 10–30 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur Quality Standards Subcommittee of the American Academy of Neurology (AAN) : steroid merupakan obat yang efektif dan antiviral (asiklovir) merupakan obat yang mungkin efektif dalam meningkatkan probabilitas pemulihan fungsi nervus fasialis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan lesi nervus fasialis Insiden BP dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur terbanyak pada usia 21–30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria adanya riwayat terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy
Teori iskemik vaskuler 4 teori etiologi Bell’s palsy Patofisiologi Bell’s Palsy Teori iskemik vaskuler Teori herediter Teori infeksi virus Teori imunologi
Gambaran Klinis timbul secara mendadak penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang kedipan mata berkurang
Diagnosis Diagnosa Banding Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN NEUROLOGI PEMERIKSAAN PENUNJANG Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis Herpes Zoster Otikus Trauma kapitis Sindroma Guillain – Barre dan Miastenia Gravis Leukimia Tumor Intrakranialis
Terapi Istirahat terutama pada keadaan akut Kortikosteroid : steroid sangat efektif dan harus digunakan untuk meningkatkan kemungkinan pemulihan kembali fungsi nervus fasialis. Dosis : 60 mg/hari selama 5 hari lalu dilakukan penurunan dosis dalam waktu 5 hari berikutnya yaitu diturunkan 10 mg/hari Medikamentosa Terapi Antiviral : Dosis Acyclovir diberikan 400 mg 5 kali sehari selama 10 hari atau Valaciclovir 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari Bell’s palsy awitan awal antiviral yang dikombinasikan dengan steroid tidak meningkatkan probabilitas pemulihan kembali nervus fasilalis >7% Fisioterapi Operasi
Komplikasi Prognosis Prognosis Bell’s palsy baik yaitu sekitar 80-90% penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tiga bulan tanpa ada kecacatan Crocodile tear phenomene Synkinesis Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah Bell’s palsy kambuh pada 10-15 % penderita Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis
LAPORAN KASUS Identitas pasien Nama : Siderah Umur : 36 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Kusamba Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Tanggal Pemeriksaan: 11 November 2014 LAPORAN KASUS Keluhan utama : Mulut mencong ke kanan sejak 1 hari yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan mulut mencong ke kanan sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasakan terutama saat pasien berkumur-kumur di pagi hari dan merasakan air keluar dari mulutnya. Di pagi hari saat bangun pagi , mulut penderita mencong ke kanan, mata kiri tidak menutup sempurna sehingga terasa perih dan berair, pipi terasa kencang. Sisi wajah sebelah kiri terasa tebal, kaku, dan bergerak sendiri. Makan baik, bila minum air sering keluar dari sisi mulut sebelah kiri. Tidak ada keluhan nyeri di sekitar telinga kiri. Riwayat keluar cairan dari telinga kiri tidak ada, tidak ada gangguan pendengaran. Keluhan pusing berputar, gangguan pendengaran, rasa makanan berkurang, demam, batuk, pilek tidak ada. Pasien memiliki riwayat tidur di lantai dan menggunakan kipas angin saat malam hari sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat diabetes, hipertensi, dan trauma tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga : Hanya penderita yang sakit seperti ini. Riwayat Sosial : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Kebiasaan pasien setiap hari adalah pergi ke pasar jam 5 pagi dan jarang menggunakan helm. Pasien sering tidur di lantai dan menggunakan kipas angin karena cuaca sangat panas. Pasien adalah pengguna jaminankesehatan JKBM.
Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis GCS : E4V5M6 Tanda vital : TD 130/90 mmHg; N 64x/m; R 20x/m; S 36.3°C Pemeriksaan Fisik Status General Kepala : Normocephali Mata : anemia -/-, ikt-/- THT : dalam batas normal; wajah tidak ditemukan vesikel pada daerah sekitar telinga dan tidak terdapat pembengkakan atau massa pada kelenjer parotis Thorax : Cor : S1S2 normal, murmur (-) Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen : distensi (-),bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : dalam batas normal.
Status Neurologi Kepala Bentuk : mesosefal Simetri : (+) Nyeri tekan : (-) Pulsasi : (-) Leher Sikap : tegak Pergerakan : bebas ke segala arah Kaku kuduk : (-) Saraf otak
Extremitas A. Superior Inspeksi Atrofi otot : ( - ) Pseudohypertrofi : ( - ) Palpasi Nyeri : ( - ) kontraktur : ( - ) konsistensi : lembek Perkusi normal : normal reaksi myotonik : ( - )
Motorik Kekuatan otot ( N.B : 5 = normal (100%) , 4 = dpt melawan tahanan minimal (75 %), 3= dpt melawan gravitasi (50%), 2= dpt menggerakan sendi (25%), 1 = msh ada kontraksi otot (10%), 0 = tidak ada gerak sama sekali (0%). Lengan kanan kiri M. Deltoid (abduksi lengan atas) : 5 5 M. biceps (flexi lengan bawah) : 5 5 M. Triceps (ekstensi lengan bawah) : 5 5 Flexi sendi pergelangan tangan : 5 5 Ekstensi pergelangan tangan : 5 5 Membuka jari – jari tangan : 5 5 Menutup jari – jari tangan : 5 5
Tonus otot - tonus otot lengan (N) (N) - hypotoni (-) (-) - Spastik (-) (-) - rigid (-) (-) - rebound Phenomen tidak dilakukan Refleks fisiologis B P R (+) (+) T P R (+) (+) Refleks Patologis Hoffman (-) (-) tromner (-) (-)
SENSIBILITAS Eksteroseptik : tidak dilakukan Propioseptik : tidak dilakukan Enteroseptik : tidak dilakukan Rasa kombinasi : tidak dilakukan B. Inferior inspeksi : normal palpasi : normal perkusi : normal
Motorik Kekuatan otot ( N.B : 5 = normal (100%) , 4 = dpt melawan tahanan minimal (75 %), 3= dpt melawan gravitasi (50%), 2= dpt menggerakan sendi (25%), 1 = msh ada kontraksi otot (10%), 0 = tidak ada gerak sama sekali (0%). Tungkai kanan kiri Flexi artic coxae (tungkai atas) : 5 5 Extensi artic coxae (tungkai atas) : 5 5 Flexi sendi lutut (tungkai bawah) : 5 5 Extensi sendi lutut (tungkai bawah) : 5 5 Flexi plantar kaki : 5 5 Ekxtensi dorsal kaki : 5 5 Gerakan jari-jari : 5 5
Tonus otot tungkai KANAN KIRI - hypotoni (-) (-) - Spastik (-) (-) - rigid (-) (-) - rebound Phenomenon (-) (-) Refleks fisiologis - KPR (+) (+) - BPR (+) (+) Refleks patologis Babinsky (-) (-) Chaddok (-) (-) Openheim (-) (-) • Gordon (-) (-) Gonda (-) (-) Schaeffer (-) (-) Rossolimo (-) (-) Mendel-Bechterew (-) (-) Stransky (-) (-)
SENSIBILITAS Eksteroseptik : tdk dilakukan Propioseptik : tdk dilakukan Enteroseptik : tdk dilakukan Rasa kombinasi : tdk dilakukan
Gait dan keseimbangan Koordinasi Jari tangan-jari tangan : (+) Jari tangan-hidung : (+) Ibu jari kaki-tangan : tdk dilakukan Tumit-lutut : tdk dilakukan Pronasi-supinasi : tdk dilakukan Tapping dgn jari-jari tangan : tdk dilakukan Tapping dgn jari-jari kaki : tdk dilakukan Gait station : tdk dilakukan Fungsi luhur : dbn Refleks-refleks primitif : - Susunan saraf otonom : dbn
Diagnosis Terapi Prognosis Diagnosa klinis : Bell’s Palsy Sinistra Diagnosa topis : Sekitar foramen stilomastoideus Diagnosa etiologi : Idiopatik Fungsional : Penurunan kemampuan fungsional dalam melakukan aktivitas sehari-hari (makan/mengunyah, minum/berkumur, tersenyum) Terapi Methylprednisolone 3x4 mg Mecobalamin 3x 1 tab Fisioterapi Prognosis Ad vitam : dubius ad bonam Ad fungsional : dubius ad bonam
PEMBAHASAN Data epidemiologi: prevalensi Bell’s palsy rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati Terbanyak pada usia 21–30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Telah dilaporkan suatu kasus Bell’s palsy pada pasien perempuan berusia 36 tahun
Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin Pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin seperti naik kendaraan dengan kaca terbuka, tidur di lantai atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy. Pada pasien ini didapatkan riwayat tidur di lantai dan menggunakan kipas angin saat malam hari sebelumnya Anamnesis : didapatkan bahwa terdapat kelumpuhan pada nervus fasialis tipe perifer : mulut pasien mencong ke kanan mata kiri tidak menutup sempurna pipi terasa kencang Sisi wajah sebelah kiri terasa tebal, kaku, dan bergerak sendiri Pemeriksaan Fisik: kelemahan pada otot wajah sisi kiri dan menunjukkan lesi pada N.VII perifer Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Pada Bell’s palsy ditemukan adanya lesi nervus fasialis (N.VII) perifer yang dapat dinilai saat pasien dalam keadaan diam dan saat gerak (kontraksi otot-otot yang dipersarafi N.VII) Lesi di luar foramen stylomastoideus
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis kasus Bell’s palsy, kecuali bila dicurigai adanya penyebab yang lain. Pemeriksaan laboratorium, CT scan, MRI dan elektrodiagnostik tidak dilakukan pada pasien ini Pada pasien ini kortikosteroid kita berikan pada hari kedua onset penyakit dengan dosis 3x 4 mg methylprednisolone yang direncanakan diturunkan dosisnya pada hari kelima Pada pasien Bell’s palsy dengan onset yang baru, steroid sangat efektif dan harus digunakan untuk meningkatkan kemungkinan pemulihan kembali fungsi nervus fasialis. dosis prednisolon yang digunakan adalah 60 mg/hari selama 5 hari lalu dilakukan penurunan dosis dalam waktu 5 hari berikutnya yaitu diturunkan 10 mg/hari. Pemberian methylprednisolone yang minimal pada kasus ini adalah karena pertimbangan efek samping seperti mual muntah yang sering terjadi dengan dosis prednisolone 60 mg/hari
Pada penelitian yang dilakukan oleh ANA tahun 2012 didapatkan bahwa pada pasien dengan Bell’s palsy awitan awal, antiviral yang dikombinasikan dengan steroid tidak meningkatkan probabilitas pemulihan kembali nervus fasilalis >7% Pada pasien ini tidak diberikan antivirus pasien dapat diberikan antiviral tetapi diinformasikan mengenai keuntungan antiviral yang belum dapat dibuktikan pasien dirujuk ke bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan fisioterapi. Fisioterapi sering dikerjakan bersama-sama pemberian kortikosteroid, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh.
TERIMA KASIH
House Brackmann Facial grading system