MANAGEMENT ANGKUTAN LAUT Prepared : dr. H. Mustika lukman arief, se., mm.
Rencana pembelajaran semester INTRODUCTION MERCHANT SHIPPING SHIPPING MARKET MULTIMODA TRANSPORTATION SHIPPING AS PART OF SUPPLY CHAIN SHIPPING MARKET ANALYSIS SHIPPING MANAGEMENT
NEXT SHIPPING MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SHIPPING ACTIVITIES LOGISTIC SHIPPING COST DISBURSEMENT MARINE FREIGHT MARKET SHIPPER & CONSIGNEE
Introduction of sea transportation management Transportasi laut sebagai sarana utama dalam pelayanan pengiriman barang sudah sepantasnya mendapat perhatian yang besar. Prinsip manajemen diberlakukan agar barang dapat sampai tepat waktu dan dalam kondisi yang baik.
next Manajemen transportasi laut sederhana yaitu bagaimana pengiriman barang dapat terlaksana dengan baik dan pengangkutan barang tersebut juga diatur dengan baik. Diatur mulai dari tempat pengiriman barang, pengangkutan dan juga pergudangan. Pengiriman barang melalui kapal harus memperhatikan besarnya muatan dan pemenuhan muatan agar biaya pengiriman tidak membengkak dan menghindari kecelakaan
Transportasi laut Sebagai acuan transportasi laut dapat memenuhi regulasi yang berlaku internasional ataupun yang ditetapkan didalam negeri. Menghindari terjadinya human error dikarenakan kurangnya pengawasan juga menjadi faktor utama dalam pemenuhan keselamatan kerja. Harus diakui bahwa jumlah armada kapal nasional memang masih jauh dari kebutuhan tetapi ini tidak berarti bahwa transportasi laut harus dipaksakan. Dengan mengirim barang diatas batas muatan kapal dengan alasan mengejar keuntungan tentu sangat dilarang. Tetapi hal ini bukan sepenuhnya menjadi kesalahan perusahaan pelayaran. Pemerintah juga harus turut andil dalam mengatasi hal ini. Dengan memberikan kemudahan birokrasi dan pelayanan kredit murah kepada perusahaan pelayaran akan mempermudah perusahaan untuk memperbaharui armada dan juga meningkatkan perawatan dan pelayanan transportasi laut. Pengawasan dan pemberian kemudahan birokrasi akan menjamin meningkatkan mutu manajemen transportasi laut. Mengingat transportasi laut memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pemasukan kas negara dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional maupun domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan menghubungkan wilayah pulau, baik daerah sudah yang maju maupun yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia memang amat membutuhkan transportasi laut. VALLEGA (2001) dalam perspektif geografis mengingatkan bahwa tantangan globalisasi yang berkaitan dengan kelautan adalah transportasi laut, sistem komunikasi, urbanisasi di wilayah pesisir, dan pariwisata bahari. Karena itu diperlukan kebijakan kelautan (ocean policy) yang mengakomodasi transportasi laut di sebuah negeri bahari. Perkembangan transportasi laut di Indonesia sampai saat ini masih dikuasai oleh pihak asing. Di bidang transportasi laut, Indonesia ternyata belum memiliki armada kapal yang memadai dari segi jumlah maupun kapasitasnya. Data tahun 2001 menunjukkan, kapasitas share armada nasional terhadap angkutan luar negeri yang mencapai 345 juta ton hanya mencapai 5,6 persen. Adapun share armada nasional terhadap angkutan dalam negeri yang mencapai 170 juta ton hanya mencapai 56,4 persen. Kondisi semacam ini tentu sangat mengkhawatirkan terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas. .
Pengelolaan pelabuhan Rendahnya kualitas pelayanan di pelabuhan tidak terlepas dari kesalahan sistem pengelolaan kepelabuhanan yang sentralistik, monopolistik dan tidak efisien. Peran pemerintah yang seharusnya sebagai regulator, dalam kenyataannya masih diwarnai oleh kepentingan satu badan usaha (PT Pelindo). Pencampuradukan fungsi ini telah menyebabkan tersendatnya perkembangan kepelabuhanan, dan menghambat usaha untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, deregulasi kepelabuhanan yang akomodatif dan mengarah kepada restrukturisasi tatanan kepelabuhanan seharusnya menjadi bahan pertimbangan utama untuk memperbaiki pengelolaan kepelabuhanan di Indonesia. Deregulasi dan restrukturisasi tatanan kepelabuhanan harus diarahkan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dalam kepengusahaan ekonomi di pelabuhan sehingga dapat menarik minat investor, baik asing maupun domestik, untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Iklim persaingan usaha yang sehat akan mampu mewujudkan layanan kepelabuhanan yang modern dan berdaya saing global. Masuknya investasi akan menyebabkan terjadinya modernisasi fasilitas pelabuhan dan peningkatan kualitas kinerja pelayanan kepelabuhanan serta memberikan efek berantai (multiplier effect) pada sektor lain, sehingga harapan pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi akan dapat dicapai.
Deregulasi kepelabuhanan Sesuai dengan pasal 10 ayat (3) UU No.22/1999 tentang otonomi daerah, maka pemerintah kota / kabupaten memiliki kewenangan di wilayah laut, sejauh sepertiga dari batas laut daerah propinsi. Kewenangan di wilayah laut ini meliputi: ekplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah dan bantuan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Mengingat tatatan kepelabuhanan terkait dengan tata ruang di wilayah laut, maka pemerintah kota / kabupaten berwenang untuk menyusun master plan kepelabuhanannya sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RUTW) daerah.
Peranan angkutan laut BAGI NEGARA-NEGARA MARITIME RATA 70 % EKSPOR IMPOR KOMODITINYA DIANGKUT DENGAN ANGKUTAN LAUT. BAHKAN BERDASARKAN DATA YANG ADA KEGIATAN EKSPOR IMPOR INDONESIA SEBESAR 97 % DIANGKUT MELALUI LAUT. KEUNGGULAN YANG DIMILIKI OLEH ANGKUTAN LAUT ADALAH : DAPAT MENGANGKUT BARANG DALAM JUMLAH YANG BESAR DAN DENGAN ONGKOS ANGKUT YANG RELATIVE LEBIH MURAH.
Pembagian pelayaran PELAYARAN INTERNASIONAL, YAITU MELAYARI TRAYEK ATAU JARINNGAN PELAYARAN ANTAR NEGARA YANG SERING DISEBUT JUGA SEBAGAI PELAYARAN SAMUDERA (OCEAN GOING). PELAYARAN DALAM NEGERI, YAITU YANG MELAYARI TRAYEK JARINGAN PELAYARAN DI DALAM WILAYAH TERITORIAL SUATU NEGARA, BAIK MENYUSUR PANTAI (COASTAL SHIPPING) MAUPUN ANTAR PULAU. (DOMESTIC SHIPPING). UNTUK PELAYARAN DALAM NEGERI ADA YANG DISEBUT DENGAN ISTILAH PELAYARAN RAKYAT ATAU JUGA DIKENAL DENGAN NAMA ARMADA SEMUT.
Stake holder dalam shipping SHIPPER/ PENGIRIM BARANG, ORANG ATAU BADAN YANG MEMILKI MUATAN KAPAL UNTUK DIKIRIM DARI SUATU PELABUHAN (PEMUATAN) KE PELABUHAN LAIN (PEMBONGKARAN). PENGANGKUT/CARRIER, YAITU PERUSAHAAN PELAYARAN YANG MELAKSANAKAN PENGANGKUTAN BARANG DARI PELABUHAN MUAT UNTUK DIANGKUT KE PELABUHAN TUJUAN. PENERIMA BARANG/ CONSIGNEE, YAITU ORANG ATAU BADAN HOKUM KEPADA SIAPA BARANG/ KOMODITI DI KAPALKAN. EKSPEDITUR/ EMKL, ATAU FORWARDING AGENT, ORANG/ BADAN YANG MENYELENGGARAKAN USAHA MENGURUS BERBAGAI MACAM DOKUMEN DAN FORMALITAS YANG DIPERLUKAN GUNA MEMASUKAN DAN/ ATAU MENGELUARKAN BARANG DARI KAPAL ATAU GUDANG PELABUHAN.
PERUSAHAAN PERGUDANGAN/ WAREHOUSING, YAITU USAHA PENYIMPANAN BARANNG-BARANG DI DALAM GUDANG PELABUHAN SELAMA BARANG MENUNGGU UNTUK DIMUAT KE KAPAL ATAU KELUAR DARI PELABUHAN. STEVEDORING, YAITU PERUSAHAAN PEMUATAN DAN PEMBONGKARAN BARANG-BARANG MUATAN KAPAL. DAPAT BERUPA PERUSAHAAN SENDIRI, ANAK PERUSAHAAN ATAUPUN BAGIAN DARI PERUSAHAAN PELAYARAN. DI INDONESIA PERUSAHAAN STEVEDORING SERING LEBIH DIKENAL DENGAN ISTILAH PERUSAHAAN BONGKAR MUAT BARANG (PBM) PERUSAHAAN LIGHTERAGE, YAITU USAHA JASA PENGANGKUTAN MUATAN KAPAL DARI DERMAGA KE KAPAL DAN SEBALIKNYA, DIMANA KAPAL TIDAK SANDAR DI DERMAGA SHIPPING CONFERENCE ADALAH SUATU KERJASAMA PERUSAHAAN PELAYARAN DALAM MEMPEROLEH MUATAN. SHIPPING CONFERENCE TIMBUL SEBAGAI AKIBAT TINGGINYA PERSAINGAN DALAM DUNIA SHIPPING, TERUTAMA DALAM PERANG TARIF. .
Jaringan trayek angkutan laut A. WILAYAH OPERASI ANGKUTAN LAUT PELAYARAN LOKAL, ADALAH USAHA PELAYARAN YANG BERGERAK DALAM BATAS DAERAH ATAU LOCAL TERTENTU DI DALAM SUATU WILAYAH PERAIRAN. (DAHULU TIDAK BOLEH LEBIH DARI 200 MIL) PELAYARAN PANTAI, YANG DISEBUT JUGA PELAYARAN INTERISULER/ ANTAR PULAU/ NUSANTARA, YAITU PELAYARAN YANG MELIPUTI SELURUH WILAYAH INDONESIA. PELAYARAN SAMUDERA/ OCEAN GOING, YAITU YANG BEROPERASI DALAM PERAIRAN INTERNASIONAL, ANTAR NEGARA YANG MENGANGKUT BARANG- BARANG EKSPOR DAN IMPOR.
. B. JARINGAN DAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT Angkutan Laut Dalam Negeri a. Trayek tetap dan teratur atau liner. Kegiatan Angkutan laut dalam negeri yang melayani trayek tetap dan teratur (liner) diselenggarakan dalam jaringan trayek, yang terdiri dari : - Trayek utama; Trayek utama adalah menghubungkan antar pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi; - Trayek Pengumpan; §Trayek pengumpan merupakan penunjang trayek utama yang diselenggarakan dengan memenuhi syarat pokok pelayanan angkutan laut, yakni: §Menghubungkan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi; atau §Menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi - Trayek Perintis menghubungkan daerah terpencil atau daerah yang belum berkembang dengan pelabuhan yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi atau pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi; .
next b. Trayek tidak tetap dan tidak teratur atau tramper. Perusahaan angkutan laut nasional, selain pelayaran rakyat, yang melakukan kegiatan angkutan laut secara tidak tetap dan tidak teratur (tramper) hanya dapat mengangkut: curah kering dan curah cair;barang-barang yang sejenis; atau barang-barang tidak sejenis untuk menunjang kegiatan tertentu.pengangkutan barang dilakukan berdasarkan perjanjian sewa/charter atau perjanjian lainnya.
. 2. Angkutan laut luar negeri. Penetapan trayek angkutan laut dari dan ke luar negeri secara tetap dan teratur (liner/ reguler) dan penempatan kapal pada trayek tersebut dilaksanakan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan/ atau perusahaan angkutan laut asing. Peran penting dalam transportasi laut Transportasi laut (Angkutan laut) berperan penting dalam dunia perdagangan internasional maupun domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan menghubungkan wilayah pulau, baik daerah yang sudah maju maupun daerah yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), indonesia memang sangat membutuhkan
Perjanjian angkutan laut Perjanjian angkutan laut : The Harter Act 1893 : perjanjian antar pelabuhan di Amerika atau negara lain The Hague Rule 25/08/1924 (The international convention for the unication of certain rule of law relating to bill of ladding) The Promerence Act / Federal B/L The Carriage of Goods by Sea ( Cogsa ) / Foreign shipment Tahun 1936 Hague - Visby Rule 1979 --menambah batas tanggung jawab carrier Hamburg Rule
. Tanggung jawab pengangkut : Dalam KUHD pasar 468 bahwa pengangkut bertanggung jawab atas muatan yang diangkut mulai saat muatan tersebut diterima di kapal sampai dengan diserahkan / diturunkan dari kapal ( sesuai dengan surat perjanjian pengangkutan / Bill of Ladding ). The Hague Rule ( Den haag 25/08/1924 ) ( The International Convention of The Unication of Certain Rule of Law Relating to Bill of Ladding ) : Article 1 : Carriage of goods covers the periode from time to time when goods loaded on to the time they discharge form ship ( from tackle to tackle ) Article 2 : Pengangkut mempunyai kewajiban dan bertanggung jawab terhadap muatan yang diangkut dengan kapalnya dalam hal muatan, penanganan (handling), pemdatan (stowage), pengangkutan, penjagaan, pemeliharaan (care) serta pembongkaran barang muatan kapal, yang diserahkan kepadanya untuk diangkut. .