Konsep laba dan manajemen harga dalam ekonomi Islam
A. Pengertian profit/Laba (khath) 1. Pengertian laba secara bahasa atau menurut Al-Qur’ an, As-Sunnah, dan pendapat ulama-ulama fiqih dapat kita simpulkan bahwa laba ialah pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekspedisi dagang. 2.laba dalam mu’āmalah Islam merupakan hasil produktifitas model usaha kerjasama dalam modal dan upah tanpa unsur bunga di dalamnya, yang tidak hanya menjadikan kwantitas sebagai indikator perolehannya akan tetapi juga kwalitas dalam artian nilai etika yang melandasi produsen berinteraksi.
3.Belkaoui mengemukakan bahwa laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi dan pengambilan keputusan dan unsur prediksi. 4.Menurut Harahap, laba merupakan angka yang penting dalam laporan keuangan karena berbagai alasan antara lain: laba merupakan dasar dalam perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan, dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya di masa yang akan datang, dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi dalam menjalankan perusahaan, serta sebagai dasar dalam penilaian prestasi atau kinerja perusahaan.
B. Aturan laba dalam konsep Islam Mengoperasikan modal Memposisikan harta sebagai obyek Sehatnya modal pokok Adanya harta
C. Dasar-dasar pengukuran laba dalam Islam Taqlib dan Mukhatarah Al – Muqabalah Keutuhan modal pokok Laba dari produksi, Hakikatnya dengan Jual Beli dan Pendistribusian Penghitungan nilai barang di akhir tahun
1. Taqlib dan Mukhatarah (Interaksi dan Resiko) Laba adalah hasil dari perputaran modal melalui transaksi bisnis, seperti menjual dan membeli, atau jenis-jenis apa pun yang dibolehkan syar’i. Untuk itu, pasti ada kemungkinan bahaya atau resiko yang akan menimpa modal yang nantinya akan menimbulkan pengurangan modal pada suatu putaran dan pertambahan pada putaran lain. 2. Al – Muqabalah yaitu perbandingan antara jumlah hak milik pada akhir periode pembukuan dan hak – hak milik pada awal periode yang sama, atau dengan membandingkan nilai barang yang ada pada akhir itu dengan nilai barang yang ada pada awal periode yang sama. Juga bisa dengan membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan income (pendapatan).
3. Keutuhan modal pokok, yaitu laba tidak akan tercapai kecuali setelah utuhnya modal pokok dari segi kemampuan secara ekonomi sebagai alat penukar barang yang dimiliki sejak awal aktivitas ekonomi. 4. Laba dari produksi, Hakikatnya dengan Jual Beli dan Pendistribusian, yaitu Pertambahan yang terjadi pada harta selama setahun dari semua aktivitas penjualan dan pembelian, atau memproduksi dan menjual yaitu dengan pergantian barang menjadi uang dan pergantian uang menjadi barang dan seterusnya , maka barang yang belum terjual pada akhir tahun juga mencakup pertambahan yang menunjukkan perbedaan antara harga yang pertama dan nilai harga yang sedang berlaku.
5.Penghitungan nilai barang di akhir tahun Tujuan penilaian sisa barang yang belum sempat terjual di akhir tahun adalah untuk penghitungan zakat atau untuk menyiapkan neraca-neraca keuangan yang didasarkan pada nilai penjualan yang berlaku di akhir tahun itu, serta dilengkapi dengan daftar biaya-biaya pembelian dan pendistribusian.
Salah satu tujuan usaha (dagang) adalah meraih laba yang merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran modal dan pengoperasiannya dalam kegiatan dagang dan moneter. Islam sangat mendorong pendayagunaan harta/modal dan melarang penyimpanannya sehingga tidak habis dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan perannya dalam aktivitas ekonomi . Di dalam islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana yang telah di jelaskan oleh para ulama salaf dan khalaf. Mereka telah menetapkan dasar-dasar penghitungan laba serta pembagiannya dikalangan mitra usaha. Mereka juga menjelaskan kapan laba itu digabungkan kepada modal pokok untuk tujuan penghitungan zakat, bahkan mereka juga menetapkan kriteria -kriteria yang jelas untuk menentukan kadar dan nisbah zakat yaitu tentang metode-metode akuntansi penghitungan zakat.
1. Konsep harga Adapun harga diartikan sebagai sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu.Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga merupakan juga salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa. Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan.
Dalam Fiqh Islam dikenal dua istilah berbeda mengenai harga suatu barang yaitu: adalah patokan harga suatu barang. as-tṣaman adalah harga yang berlaku secara aktual di dalam pasar. Ulama fiqih membagi as-si’r menjadi dua macam. Pertama, harga yang berlaku secara alami, tanpa campur tangan pemerintah. Kedua, harga suatu komoditas yang ditetapkan pemerintah setelah mempertimbangkan modal dan keuntungan wajar bagi pedagang maupun produsen serta melihat keadaan ekonomi yang riil dan daya beli masyarakat. Penetapan harga pemerintah dalam pemerintah ini disebut dengan at-tas’īr al-jabbari. as-si’r
Sifat dhalim Sifat adil Menurut Ibnu Qudaimah, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Qoyyim membagi bentuk penetapan harga tersebut kepada dua macam kategori yaitu: Sifat dhalim Sifat adil
Perbedaan laba, pendapatan dan keuntungan Pendapatan (revenue) Keuntungan (benefits) Setiap Keuntungan Keuangan, Laba atau manfaatnya Penerimaan uang tunai yang diperoleh selama jangka waktu tertentu, baik dari hasil penjualan barang maupun jasa atau piutang, ataupun dari sumber-sumber lain, misalnya bunga, dividen, atau sewa. Dalam hubungan ini diartikan: sebagai suatu keuntungan atau manfaat yang dinyatakan dalam bentuk pembayaran uang Kelebihan Pendapatan atas biaya. Benefits dapat dipandang sebagai bantuan-bantuan yang berwujud uang kepada para pegawai, seperti pembayaran-pembayaran khusus kepada para pegawai yang sakit, asuransi, pembayaran biaya perawatan di rumah sakit, dan sebagainya.
Tujuan penetapan harga Berorientasi pada Laba Berorientasi pada Volume Berorientasi pada Citra Stabilisasi Harga Tujuan-tujuan lainnya
Contoh kasus harga pada masa Rasul “Dari Anas bin Malik RA beliau berkata :harga barang-barang pernah mahal pada masa Rasulullah Saw. Lalu orang-orang berkata : ya Rasulullah harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah bersabda : sesungguhnya Allah lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan sesungguhnya saya mengharapkan agar saya dapat berjumpa dengan Allah Swt dalam keadaan tidak seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan darah (pembunuh) dan harta”. Hadis tersebut mengungkapkan bahwa nabi Saw tidak ingin ikut campur dalam masalah regulasi harga-harga barang. Akan tetapi hal tersebut diakibatkan oleh kenikan harga yang dipicu kondisi objektif pasar di Madinah, bukan karena kecurangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang ingin mengejar keuntungan belaka. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga barang-barang pada masa Nabi Saw dikarenakan oleh bekerjanya mekanisme pasar.