SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling di Amerika Serikat Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 Timbul suatu gerakan kemanusiaan yang menitikberatkan pada kesejahtraan manusia dan kondisi sosialnya. Gerakan ini membantu vocational Bureau Persons dalam bidang keuangan agar dapat menolong anak-anak muda yang tidak dapat bekerja dengan baik 2. Agama Pada rohaniawan berpandangan bahwa dunia adalah tempat di mana terjadi pertentangan yang secara terus menerus menerus antara baik dan buruk
3. Aliran kesehatan mental Timbul dengan tujuan perlakuan yang manusiawi terhadap penderita penyakit jiwa dan perhatian terhadap berbagai gejala tingkat penyakit jiwa, pengobatan dan pencegahanny, karena ada suatu kesadaran bahwa penyakit ini bisa diobati apabila ditemukn pada tingkat yang lebih dini. Gerakan ini mendorong para pendidik untuk lebih peka terahadap masalah-masalah gangguan kejiwaan, rasa tidak aman, dan kehilangan identitas di antara anak-anak muda.
4. Perubahan dalam masyarakat Akibat dari perang dunia 1 dan 2, pengangguran, depresi, perkembangan IPTEK, wajib belajar mendorong beribu-ribu anak untuk masuk sekolah tanpa mengetahui untuk apa mereka bersekolah. Perubahan masyarakat semacam ini mendorong para pendidik untuk memperbaiki setiap anal sesuai dengan kebutuhannya agar mereka dapat menyelesaikan pendidikannya dengan berhasil.
5. Gerakan mengenal siswa sebagai individu Gerakan ini erat sekali kaitannya dengan gerakan tes pergukuran. Bimbingan diadakan di sekolah disebabkan tugas sekolah untuk mengenal atau memahami siswa-siswanya secara individual. Karena sulitnya untuk mengenal atau memahami siswa secara individual atau pribadi, maka diciptakan;ah berbagai teknik dan instrumen di antaranya tes psikologi dan pengukuran.
Perembangan layanan bimbingan di Amerika Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor di sekolah. Pada saat itu pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru, seperti dalam memberikan layanan informasi, layanan bimbingan pribadi, sosial, karir dan akademik. Gerakan bimbingan di sekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri, dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Pada tahun 1898, Jesse B Davis, seorang konselor sekolah di Detroit memulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA.
Mencegah dirinya dari perilaku bermasalah, dan Tujuan program bimbingan yang diberikan di sekolah pada tahun 1907 adalah Mengembangkan karakternya yang baik (memiliki nilai moral, bekerja keras dan kejujuran) sebagai aset yang sangat penting bagi setiap siswa (orang dalam rangka merencanakan, mempersiapkan dan memasuki dunia kerja (bisnis) Mencegah dirinya dari perilaku bermasalah, dan Menghubungkan minat pekerjaan dengan kurikulum (mata pelajaran)
Pada waktu yang para ahli lainnya juga mengembangkan program bimbingan Eli Weaper, pada tahun 1906 menerbitkan booklet tentang “memilih suatu karir” Frank Parson, yang dikenal sebagai “Father of the Guidence movement in america education” mendirikan biro pekerjaan (vocational bureau) pada tahun 1908 di Boston, Massachussets,yang tujuannya adalah membantu para pemuda untuk memilih karir yang didasarkan atas proses sekelsi ecara ilmiah dan melatih para guru untuk memberikan pelayanan sebagai konselor vokasional.
E.G. Williamson, pada akhir tahun 1930 dan wal tahun 1940 menulis buku How to counsel student: A manual of Techniques for clinical counselors. Model bimbingan sekolah yang dikembangkan oleh Wiliamson terkenal dengan nama trait and faktor (directive) guidence. Dalam model ini, para konselor menggunakan informasi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah khususnya dalam bidang pekerjaan dan penyesuaian interpersonal Carl R. Rogers mengembangkan teori konseling client-centered, yang tidak terfokus kepada masalah. Tetapi sangat mementingkan hubungan antara konselor dengan kliennya.
Selama tahun 1960, 1970 dan 1980-an, telah terjadi perkembangan dalam peran dan fungsi konselor sekolah berikut program-programnya. Perkembangan tersebut meliputi: pengembangan, penerapan dan evaluasi program bimbingan komprehensif Pemberian layanan konseling secara langsung kepada para siswa, orangtua dan guru, Perencanaan pendidikan dan pekerjaan Penempatan siswa Layanan “referal” rujukan dan Konsultasi dengan guru-guru tenaga administrasi dan orangtua.
Perkembangan program bimbingan dan konseling di sekolah dipengaruhi juga oleh munculnya berbagai organisasi profesional dalam bidang konseling, seperti (a) American Counseling Assocoation (ACA) (b) American School Counselor Association (ASCA), dan (c) Association of counselor Education and Supervision (ACES. Organisasi-organisasi ini berupaya meningkatkan profesionalitas para konselor, dengan meluncurkan program akreditasi dan sertifikasi
Bradley (John J. Pietrofesa et. al Bradley (John J. Pietrofesa et.al.,1980) menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut: Vocational Exploration, yaitu tahapan yang menekankan tentang analisis individual dan pasaran kerja. Tahapan yang mencoba menjodohkan manusia dengan pekerjaan Meeting individual needs, yaitu tahapan pada periode 40 s.d 50 an yang menekankan kepada upaya membantu individu agar memperoleh kepuuasaan kebutuhan hidupnya. Transisional professionalism, yaitu tahapan yang memfokuskan perhatiannya kepada upaya profesionalisasi konselor Situasional Diagnosis, yaitu tahapan yang terjadi pada tahun 1970-an sebagai periode perubahan dan inovasi.
Perkembangan layanan bimbingan di Indonesia Perkembangan layanan bimbingan di Indonesia berbeda dengan Amerika. Perkembangan layanan bimbingan di Amerika dimulai dari usaha perorangan dan pihak swasta kemudian berangsur-angsur menjadi usaha pemerintah. Sementara di Indonesia, perkembangannya dimulai dengan kegiatan di sekolah dan usaha-usaha pemerintah.
Layanan bimbingan dan konseling di Indonesia telah dibicarakan secara terbuka sejak tahun 1962. hal ini ditandai dengan adanya perubahan sistem pendidikan di SMA. Dalam rencana pelajaran SMA diantaranya ditegaskan sebagai berikut: Di kelas I setiap pelajar diberi kesempatan untuk lebih mengenl bakat dan minatnya dengan jalan menjelajahi segala jenis mata pelajaran yang ada di SMA, dan dengan bimbingan penyuluhan yang teliti dari para guru maupun orangtua Dengan mempergunakan peraturan kenaikan kelas dan bahan-bahan catatan dalam kartu pribadi setiap murid, para pelajar disalurkan ke kelas II kelompok khusus, budaya, sosial dan pengetahuan alam Untuk kepentingan tersebut, maka pengisian kartu pribadi murid harus dilaksanakan seteliti-telitinya (Rochman Natawidjaja, 1971)
Perumusan dan pencantuman resmi di dalam rencana pelajaran SMA ini disusul dengan berbagai kegiatan pengembangan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, seperti rapat kerja, penataran, dan lokakarya Puncak dari usaha ini adalah didirikannya jurusan Bimbingan dan penyuluhan di Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendididkan) Negeri, salah satu yang membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan adalah IKIP Bandung, yaitu pada tahun 1963, yang sekarang berganti nama menjadi UPI (Universitas Pendidikan Indonesia).
Secara formal bimbingan dan konseling di programkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975, yang menyatakana bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri ikatan petugas bimbingan Indonesia (IPBI) di malang. IPBI ini memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap perluasan program bimbingan di sekolah.
Setelah melalui penataan, maka dalam dekade 80-an bimbingan diupayakan agar lebih mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan layanan bimbingan yang profesional. Upaya dalam dekade ini lebih mengarah pada profesionalisasi yang lebih mantap. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini adalah penyempurnaan Kurikulum 1975 ke kurikulum, 1984. dalam kurikulum 1984 telah dimasukkan bimbingan karir di dalamnya
Usaha pemantapan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. /1989 tentang sisem pendidikan nasional. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”. Posisi bimbingan yang termaktub dalam undang-undang no.2 di atas diperkuat dengan perturan pemerintah (PP) no. 28 Bab X pasal 25/1990 dan PP No. 29 Bab X pasal 27/1990 yang menyatakan bahwa “bimbingan merupkana bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan
Penataan bimbingan terus dilajutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No Penataan bimbingan terus dilajutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No.84/1993 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Dalam pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia menjadi semakin mantap dengan terjadinya perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) pada tahun 2001. pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.
Berdasarkan penelaahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia, Prayitno (2003) mengemukakan bahwa periodesasi perkembangan gerakan bimbingan dan penyuluhan di Indonesia melalui lima periode, yaitu periode prawacana, pengenalan, pemasyarakatan, konsolidasi dan tinggal landas
Periode I dan II: Prawacana dan pengenalan (sebelum 1960 sampai 1970-an Pada periode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling telah dimulai, terutama oleh para pendidik yang pernah mempelajarinya di laur negeri, periode ini berpuncak dengan dibukanya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung (sekarang UPI: Universitas Pendidikan Indonesia). Pembukaan jurusan ini menandai dimulainya periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalkan pelayanan BP kepada masyarakat akademik, dan pendidik. Sukses periode kedua ini ditandai dengan dua keberhasilan, yaitu diluluskannya sejumalh sarajan BP, dan semakin dipahami dan dirasakan kebutuhan akan pelayaan tersebut.
Periode III: permasyarakatan (1970 sampai 1990-an Pada periode ini diberlakukannya kurikulum 1975 untuk sekolah dasar sampai sekolah menengah tingkat atas, kurikulum ini secara resmi mengintegrasikan ke dalamnya layanan BP untuk siswa.pada tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Pada periode ke tiga ini ditandai juga dengan pemberlakuan kurikulum 1984. dalam kurikulum “84” ini, palayanan BP difokuskan pada bidang karir. Pada periode ini muncul beberapa permasalahan, seperti (1) berkembangnya pemahaman yang keliru, yaitu mengidentikkan bimbingan karir (BK) dengan bimbingan penyuluahn (BP), sehingga muncul istilah BK/BP; (2) karancuan dalam mengimplementasikan SK Menpan No. 26/Menpan/1989 terhadap penyelenggaan layanan bimbingan di sekolah. Dalam SK tersebut terimplikasi bahwa semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP. Akibatnya pelyanan BP mejadi kabur, baik pemahaman maupun implementasinya.
Periode IV: konsolidasi (1990-2000) Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru (seperti terjadi pada periode ke empat di atas). Pada periode ini ditandai oleh (1) diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling: istilah yang dipakai sekarang adalah bimbingan dan konseling disingkat BK: (2) pelayanan BK di sekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secara khusus ditugasi untuk itu; (3) mulai diselenggarakan penataran (nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing (4) mulai adanya formasi untuk pengangkatan menjadi guru pembimbing; (5) pola pelayanan BK di sekolah”dikemas” dalam “BK pola 17”; dan (5) dalam bidang kepegawasan sekolah dibentuk kepengwasan bidang BK, dan (7) dikembangkannya sejumalh panduan pelayanan BK di sekolah yang lebih operasional oleh IPBI
Periode v: Lepas Landas Semula diharapkan periode konsolidasi akan dapat mencapai hasil-hasil yang memadai, sehingga mulai tahun 2001 profesi BK di Indonesia sudah dapat tinggal landas. Namun kenyataan menunjukk bahwa masih ada permasalahan yang belum terkonsolidasi, yang berkenaan dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Kelemahannya berakar dari kondisi untrained, undertrained, dan uncommitted para pelaksana layanan. Walapun begitu pada tahun-tahun setelah masa konsolidasi terdapat beberapa peristiwa yang dapat dijadikan tonggak bagi pengembabangan profesi konseling manuju era lepas landas, yaitu (1) penggantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia); (2) lahirnya undang-undang No.20 tahun 2033 tanteng Sistem Pendidikan Nasional, yang didalamnya termuat ketentuan bahwa konselor termasuk salah satu jenis tenaga pendidik (Bab pasal 1 ayat 4) (3) kerjasama Pengurus Besar ABKIN dengan Dikti Depdiknas tentang standarisasi profesi konseling; dan (4) kerjasama ABKIN dengan Direktorat PLP dalam merumuskan kompetensi guru pembimbing (konselor) SMP dan sekaligus memberikan pelatihan kepada mereka
Sejarah Bimbingan dan Konseling Di Indonesia Pelayanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut bimbingan dan penyuluhan (BP) Pada kurikulum 1994 berganti nama menjadi bimbingan dan konseling (BK) sampai dengan sekarang. 1962, layanan bimbingan dan konseling sudah mulai dibicrakan di indonesia 1975, bimbingan dan konseling diresmikan di sekolah di Indonesia 1984, di sempurnakan ke dalam kurikulum dengan dimasukkan bimbingan karir ke dalam kurikulum 2001, bimbingan dan konseling semakin mantap
Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan Di masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa dididik untuk mengabdi demi kepentingan penjajahan. Salah satu bukti perjuangan Bangsa Indonesia memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia melalui pendidikan adalah dengan adanya taman siswa yang dipelopori K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme dikalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan
Dekade 40-an Kemerdekaan direalisasikan melalui pendidikan Masalah besar yang dipecahkan melalui pendidikan yang serba darurat antara lain pemberantasan buta huruf yang merupakan salah satu fokus utama bimbingan yang sesuai dengan jiwa Pancasila UUD 45.
Dekade 50-an Bidang pendidikan menghadapi tantangan yang besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia Kegiatan bimbingan pada dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi
Dekade 70-an Dalam dekade 70-an bimbingan diupayakan aktualisasinya melalui penataan legalitas sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama di arahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan: Pemerataan kesempatan belajar Mutu Relevansi Efisiensi Pada dekade 70-an, bimbingan dilakukan secara konseptual maupun secara operasional. Melalui upaya semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana bimbingan dan konseling.
Dekade 80-an Pada dekade 80-an, bimbingan ini diupayakan agar mantap Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional
Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade 80-an Penyempurnaan kurikulum Penyempurnaan seleksi mahasiswa baru Profesionalisasi tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis Penataan perguruan tinggi Pelaksanaan wajib belajar Pembukaan universitas terbuka Akhirnya undang-undang pendidikan nasional Beberapa kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan pprofesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal, pemantapan organisasi, pengembangan konsep-konsep bimbingan yang berorientasi Indonesia, dan lain sebagainya.
Bradley menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu: Eksplorasi kejuruan (vocational exploration): Tahapan menekankan tentang analisis individual dan pasaran kerja Pemenuhan kebutuhan individual (meeting individual needs): tahapan yang menekankan bantuan kepada individu agar memperoleh kepuasaan tentang kebutuhan hidupnya. Perkembangan bimbingan dan konseling pada tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri. Profesionalisme tradisional (traditional profesionalism): tahapan yang memfokuskan perhatian kepada upaya profesionalisasi konselor Diagnosis situasional (situasional diagnosis); tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.