UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
UU No.12 Tahun 2010 tentang GERAKAN PRAMUKA
Advertisements

SUMBER: Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI SUMBER:
PERTEMUAN 12 LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (UU NO. 5/1999)
Dr. H. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N.
Pokok-Pokok Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Gonthor R. Aziz, SH., LLM.
UU No.12 Tahun 2010 tentang GERAKAN PRAMUKA
PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO 9 & NO 8 TAHUN 2006 TENTANG   PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH.
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
KOPERASI BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 1992
KOPERASI.
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Disampaikan pada acara :
PERSEROAN TERBATAS 1.
SEJARAH TELEVISI DI INDONESIA
UU No. 23 TAHUN 2014 IMPLIKASINYA TERHADAP SDM KESEHATAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KETENTUAN TENTANG POLITIK UANG dalam UU No. 10 Tahun 2016
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002
Perbedaan antara yayasan,koperasi dan perseroan terbatas
LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI
Peran Ombudsman RI dalam pengawasan penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia (sesuai UU No. 37/2008 ttg Ombudsman RI dan UU No. 25/2009 ttg Pelayanan.
Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL
Bab XII Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL
Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat 2016
oleh: N. Pininta Ambuwaru, SH.MH.MM.LL.M
PENGERTIAN KOPERASI.
HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA
Isi ( Batang Tubuh ) UUU 1945 Apakah Batang Tubuh UUD 1945 itu ?
PEMILIHAN UMUM KELASA VI SEMESTER 1 PROFIL PETUNJUK KURIKULUM MATERI
OTONOMI DAERAH Definisi otonomi daerah  kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Oleh : Andika Persia #09 Irra Febrianty #12 Ade Kreksistian #13
Asas, Fungsi dan Tujuan Bank
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (I)
ASPEK HUKUM PELAYANAN PUBLIK
KOPERASI.
KOMISI YUDISIAL.
Tugas Presiden sebagai Kepala Negara
BPK Annisa Alya Gabryella Anabell Kristian Harris M. Dicky
Kelompok 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1991 Tentang Latihan Kerja.
SUSUNAN PENGADILAN PAJAK
Perlindungan Konsumen
Kelompok VIII Venna Melinda Putri Pertiwi
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN CURANG
Aturan dan Larangan Kampanye
PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
SISTEM PEMERINTAHAN DESA Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS.
Oleh : Novia Nur Yuniarti B. Kompetensi Dasar KD 3.6 Mendeskripsikan lembaga jasa keuangan dalam perekonomian Indonesia KD 4.6 Menyajikan.
UU No.12 Tahun 2010 tentang GERAKAN PRAMUKA
SIKAP DAN PERILAKU NOTARIS
Di Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara.
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI JAWA TENGAH
SOSIALISASI IZIN PAMERAN, KONVEKSI DAN SEMINAR DAGANG
Toman Sony Tambunan, S.E, M.Si NIP
Toman Sony Tambunan, S.E, M.Si NIP
Badan Kepegawaian Negara Balikpapan, 21 Februari 2019
BANTUAN PEMERINTAH DITINJAU DARI ASPEK HUKUM
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
TATA CARA PENANGANAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHATIDAK SEHAT PERATURAN KOMISI NO 1 TAHUN 2010 PERATURAN KOMISI NO 1 TAHUN 2010 PERATURAN KOMISI.
Transcript presentasi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

BAB I ketentuan umum Pasal 1 Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.

Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. Siaran iklan layanan masyarakat adalah siaran iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita, anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut.

Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas. Lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem penyiaran nasional adalah tatanan penyelenggaraan penyiaran nasional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menuju tercapainya asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran nasional sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

11. Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antarwilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional. 12. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden atau Gubernur. 13. Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran. 14. Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.

BAB II ASAS, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH Pasal 2 Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Pasal 3 Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Pasal 4 (1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.

Pasal 5 Penyiaran diarahkan untuk : menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa; meningkatkan kualitas sumber daya manusia; menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional; menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup; mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran; mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi; memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab; memajukan kebudayaan nasional.

BAB III PENYELENGGARAAN PENYIARAN Bagian Pertama Umum Pasal 6 (1) Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional. (2) Dalam sistem penyiaran nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (3) Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal. (4) Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran.

Bagian Kedua Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 7 (1) Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI. (2) KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran. (3) KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi. (4) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Pasal 8 (1) KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. (2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang: menetapkan standar program siaran; menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Peme-rintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

(3) KPI mempunyai tugas dan kewajiban : menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sang-gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan penyiaran; dan menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Pasal 9 (1) Anggota KPI Pusat berjumlah 9 (sembilan) orang dan KPI Daerah berjumlah 7 (tujuh) orang. (2) Ketua dan wakil ketua KPI dipilih dari dan oleh anggota. (3) Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota KPI Pusat dan KPI Daerah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (4) KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh negara. (5) Dalam melaksanakan tugasnya, KPI dapat dibantu oleh tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan. (6) Pendanaan KPI Pusat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pendanaan KPI Daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 10 (1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI harus dipenuhi syarat sebagai berikut: warga negara Republik Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; berpendidikan sarjana atau memiliki kompetensi intelektual yang setara; sehat jasmani dan rohani; berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; memiliki kepedulian, pengetahuan dan/atau pengalaman dalam bidang penyiaran; tidak terkait langsung atau tidak langsung dengan kepemilik-an media massa; bukan anggota legislatif dan yudikatif; bukan pejabat pemerintah; dan nonpartisan.

(2) Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka. (3) Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. (4) Anggota KPI berhenti karena: masa jabatan berakhir; meninggal dunia; mengundurkan diri; dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap; atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 11 (1) Apabila anggota KPI berhenti dalam masa jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, yang bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti sampai habis masa jabatannya. (2) Penggantian anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. (3) Ketentuan mengenai tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPI.

Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian kewenangan dan tugas KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pengaturan tata hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah, serta tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditetapkan dengan Keputusan KPI Pusat.

Bagian Ketiga Jasa Penyiaran Pasal 13 (1) Jasa penyiaran terdiri atas: a. jasa penyiaran radio; dan b. jasa penyiaran televisi. (2) Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselengga-rakan oleh: Lembaga Penyiaran Publik; Lembaga Penyiaran Swasta; Lembaga Penyiaran Komunitas; dan Lembaga Penyiaran Berlangganan.

Bagian Keempat Lembaga Penyiaran Publik Pasal 14 (1) Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. (2) Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia. (3) Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal. (4) Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Dewan pengawas ditetapkan oleh Presiden bagi Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; atau oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota bagi Lembaga Penyiaran Publik lokal atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan dari pemerintah dan/atau masyarakat. (6) Jumlah anggota dewan pengawas bagi Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia sebanyak 5 (lima) orang dan dewan pengawas bagi Lembaga Penyiaran Publik Lokal sebanyak 3 (tiga) orang. (7) Dewan direksi diangkat dan ditetapkan oleh dewan pengawas. (8) Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya. (9) Lembaga Penyiaran Publik di tingkat pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Lembaga Penyiaran Publik di tingkat daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Publik disusun oleh KPI bersama Pemerintah.

Pasal 15 (1) Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari : iuran penyiaran; Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; sumbangan masyarakat; siaran iklan; dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. (2) Setiap akhir tahun anggaran, Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa.

Bagian Kelima Lembaga Penyiaran Swasta Pasal 16 (1) Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. (2) Warga negara asing dilarang menjadi pengurus Lembaga Penyiaran Swasta, kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik.

KASUS… EKONOMI & KEUANGAN - selasa 29 Maret 2011 | 01:25 KAIP Pertanyakan Soal Monopoli Media Penyiaran Jakarta, Pelita Tim Komite Advokasi untuk Independen Penyiaran (KAIP) mendatangi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Mereka mempertanyakan rencana merger SCTV dan Indosiar serta kepemilikan media penyiaran yang cenderung berpusat di satu pemilik atau korporasi. Kami mengadukan (merger ini) ke KPI agar memberikan solusi kepada pihak-pihak yang terkait akan dilaksanakan (merger ini) untuk diberikan solusi, kata anggota KAIP Wirawan Adnan yang dihubungi di Jakarta, Senin (28/3). KAIP mempertanyakan rencana merger dua stasiun televisi nasional antara SCTV dan Indosiar dan kepemilikan Media Nusantara Citra (MNC) yang mengendalikan 99 persen saham RCTI, 99 persen saham Global TV dan 75 persen saham MNC.

Demikian juga dengan Viva Media yang memegang kendali ANTV dan TVOne serta Trans Corporation yang memiliki TransTV dan Trans7. KAIP menilai, kepemilikan lembaga penyiaran swasta seperti televisi dikhawatirkan memunculkan pemusatan usaha. Selain itu, penyebaran informasi yang akan dilakukan dua stasiun televisi yang dipegang satu orang saja ditakutkan terjadi semena-mena. Selama ini, telah terjadi pelangaran UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran namun didiamkan oleh pemerintah, kata Adnan. Anggota KPI Bidang Infrastruktur Penyiaran Iswandi Syahputra membenarkan sejumlah pengacara telah mendatangi kantornya mempertanyakan merger yang terjadi di lembaga penyiaran di Indonesia. Hal ini yang terjadi pada rencana merger SCTV dengan Indosiar yang masih dalam proses pembicaraan antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dan KPI. Sampai saat ini belum ada keputusan apakah (merger) dibenarkan atau tidak, ungkap Iswandi.Kekhawatiran ketidakadilan akan muncul, ujar Iswandi, tatkala merger SCTV dan Indosiar tidak disetujui pemerintah. Karena, tiga kelompok media sebelumnya tidak dipermasalahkan kepemilikannya oleh pemerintah.

Untuk itu, KPI mendorong kasus ini diselesaikan melalui pengadilan agar transparan. Kelak, keputusan pengadilan bisa dijadikan dasar hukum yurisprudensi untuk kasus-kasus sebelumnya, jelasnya. Adnan menambahkan, rencananya KAIP akan menemui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Menurutnya, gugatan yang dilakukan KAIP mewakili kepentingan rakyat dan hal ini dibolehkan dalam konstitusi. KAIP terdiri dari Wirawan Adnan, Soleh Amin, Lutfi Hakim, dan Munarman sebagai koordinator.(dew) Terkait dengan undang-undang Penyiaran No 32 tahun 2002 pasal 5 (g) yang berbunyi mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat dalam bidang penyiaran. Namun pada kenyataanya, kondisi persaingan lembaga penyiaran di Indonesia saat ini mulai menunjukkan pada arah yang kurang sehat. Seperti yang terjadi pada lembaga penyiaran Media Nusantara Citra (MNC) dengan mendominasi kepemilikan saham PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Global Informasi Bermutu (GIB), Citra Televisi Pendidikan Indonesia (Citra TPI), PT MNC Network (MNCN).

ANALISA KASUS… Perusahaan (Media Nusantara Citra) memiliki, baik langsung maupun tidak langsung, lebih dari 50% saham anak perusahaan berikut: (sumber; catatan atas laporan keuangan konsolidasi PT. Media Nusantara Citra Tbk tahun 2009 dan 2010) Terkait pada keterangan yang diperoleh pada lampiran laporan keuangan konsolidasi tersebut terbukti bahwa PT Media Nusantara Citra menguasai lebih dari 50 % dari saham perusahaan anak perusahaannya. Berdasarkan prospektusnya, perseroan merupakan integrated media company. Anak usahanya meliputi tiga stasiun televisi, yaitu RCTI, Global TV, dan TPI. Selain itu ada jaringan radio yang terdiri dari Trijaya Network, Radio ARH, dan Radio Dangdut TPI. Sementara media cetak yang dimiliki MNC antara lain Harian Sindo, Tabloid Genie, dan Tabloid Realita. Tidak hanya itu, perusahaan ini juga menguasai 100% saham situs okezone.com.

Hal ini mengindikasikan adanya pemusatan atau sentralisasi kepemilikan beberapa bentuk lembaga penyiaran pada satu naungan perusahaan yang dalam hal ini adaalah PT Media Nusantara Citra Tbk. Ketika terjadi kecenderungan sentralisasi maka kekuasaan berada pada tangan satu pihak (monopoli) dan nyatalah bahwa permasalahan ini berbenturan dengan Undang-undang Penyiaran NO 32 tahun 2002 pasal 5 (g). Pengertian monopoli menurut Undang-Undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 poin 1 berbunyi “monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.” Lebih lanjut tentang praktek monopoli dijelaskan dalam Pasal 1 poin 1 berbunyi “Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”

Padahal, praktik monopoli tidak dibenarkan dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 dan didukung oleh menurut Undang-Undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB IV Kegiatan Yang Dilarang Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 yang berbunyi: (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Tindakan PT MNC terkait dengan kepemilikan saham yang mendominasi tersebut sangat tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB V POSISI DOMINAN Bagian Ketiga Pemilikan Saham Pasal 27 yang berbunyi: Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaam yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bergabungnya TPI ke PT MNC bisa mengakibatkan adanya tindakan monopoli jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Bagian Keempat Penggabungan, Peleburan, dan Peingambilalihan Pasal 28 yang berbunyi (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dominasi kepemilikan saham yang mengarah pada tindakan monopoli yang dilakukan oleh PT MNC dapat dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta Bab V Pembatasan Kepemilikan Dan Penguasaan Serta Kepemilikan Silang Bagian Pertama Pembatasan Kepemilikan dan Penguasaan Paragraf 2 Jasa Penyiaran Televisi Pasal 32 yang berbunyi: (1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut: a. 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda; b. paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu); c. paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua);

d. paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada badan hukum ke-3 (ketiga); e. paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan hokum ke-4 (keempat) dan seterusnya; f. badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. berlokasi di beberapa wilayah provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. (2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham sebesar 100% (seratus perseratus) untuk Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi yang berada di daerah perbatasan wilayah nasional dan/atau daerah terpencil.

(3) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham lebih dari 49% (empat puluh sembilan perseratus) dan paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua) dan seterusnya hanya untuk Lembaga Penyiaran Swasta yang telah mengoperasikan sampai dengan jumlah stasiun relai yang dimilikinya sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. (4) Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi masyarakat.

Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Media Nusantara Citra terbukti melanggar aturan, berdasarkan lampiran laporan keuangan konsolidasi yang menyatakan bahwa PT Media Nusantara Citra menguasai lebih dari 50 % dari saham perusahaan anak perusahaannya. Dominasi kepemilikan saham yang mengarah pada tindakan monopoli yang dilakukan oleh PT MNC dapat dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta Bab V Pembatasan Kepemilikan Dan Penguasaan Serta Kepemilikan Silang Bagian Pertama Pembatasan Kepemilikan dan Penguasaan Paragraf 2 Jasa Penyiaran Televisi Pasal 32. Menyangkut dengan pasal 5 ayat 7 yang berbunyi penyiaran diarahkan untuk “mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat dalam bidang penyiaran” . dan pasal 8 ayat 3 poin C, mengenai tugas dan kewajiban KPI ” ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait”. Pada kasus ini KPI belum menjalankan tugas dan kewajibannya membangun persaingan yang sehat dalam lembaga penyiaran, terbukti dengan adanya praktek monopoli dalam lembaga penyiaran, dengan adanya dominasi kepemilikan saham.

Seharusnya KPI mengambil sikap, secara tegas mempertanyakan kekeliruan yang terjadi pada PT. MNC sebagahai bentuk dari tugas dan kewajiban KPI membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait. Adanya Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta diberlakukan, maka KPI akan menjadikannya dasar hukum untuk menindak stasiun televisi yang melakukan praktek monopoli dalam penyiaran. Jika stasiun televisi tidak mematuhi, maka KPI akan memperkarakan pelanggaran tersebut secara hukum dengan sanksi terberat berupa pencabutan izin siaran melalui putusan pengadilan Perusahaan tersebut hendaknya mematuhi Undang-Undang tentang penyiaran dengan kesadaran sendiri tanpa ada peringatan dari KPI. Sehingga setiap Perusahaan penyiaran tidak melakukan praktek monopoli yang menyebabkan ketidakseimbangan pasar. Pengamatan kami dalam hal ini, Perusahaan yang bergerak dalam penyiaran baru mematuhi Undang-Undang mengenai penyiaran setelah KPI melayangkan surat peringatan tegas atau mendapat kritikan dari masyarakat. Jika tidak, mereka terkesan tidak mengindahkannya.

TERIMAKASIH…