MANAJEMEN RISKO KEUANGAN RISKO REPUTASI & RISIKO STRATEGI Rifka Fitriani (132411107) Rizki Oktavia (132411132) Ratnasari Anggraeni (132411133) Puji Wulansari (132411135) Sisca Hedyastuti (132411140) M. Khoerul Fikri (132411146) MANAJEMEN RISKO KEUANGAN
A. Manajemen Resiko Reputasi 1. Pengertian Resiko Reputasi Menurut regulasi, resiko reputasi adalah resiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan para pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank syariah. Resiko ini timbul antara lain karena adanya pemberitaan madia dan/atau rumor mengenai bank syariah yang bersifat negatif, serta adanya strategi kommunikasi bank syariah yang kurang efektif.
Kegagalan manajemen resiko reputasi dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana pihak ketiga, menimbulkan masalah liquiditas, ditutupnya bank oleh otoritas, dan bahkan bisa mengalami kebaangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama manajemen resiko reputasi adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari resiko reputasi bank syariah. Resiko reputasi dalam bisnis dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank syariah yang meliputi hal-hal sebagai berikut: Kejadian-kejadian yang telah merugikan reputasi bank syariah, misalnnya pemberitahuan negatif di media masa, pelanggaran etika bisnis, daan keluhan nasabah. Hal-hal lain yang menyebabkan resiko reputasi, misalnya kelemahan-kelemahan pada tata kelola, budaya perusahaan, dan praktik bisnis bank syariah.
2. Resiko inhern Resiko inhern merupakan resiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank syariah, baik yang dapat dikualifikasikan maupun tidak, yang berpotensi memengaruhi posisi keuangan bank. Tabel dibawah ini menjelaskan parameter/indikator penting resiko reputasi
3. Penerapan manajemen resiko Penerapan manajemen resiko, khususnya resiko reputasi bagi bank syariah, baik secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak paling tidakmencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi dan DPS Bank syariah wajib menerapkan manajemen resiko melalui pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS untuk resiko reputasi. Selain melaksanakan pengawasan aktif, bank syariah perlu juga menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek pengawasan aktif oleh dewan komisaris, direksi dan DPS, yang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Kewenangan dan tanggungjawab dewan komisaris dan direksi a. Dewan komisaris dan direksi harus memberikan perhatian terhadap pelaksanaan manajemen resiko untuk resiko reputasi oleh unit-unit terkait (corporate secretary, humas, dan unit bisnis terkait). b. Dewan komisaris dandireksi harus berperilaku secara profesional dan menjaga etika bisnis sehinggaa dapat menjadi contoh bagi seluruh elemen organisaasi bank syariah dalam upaya membangun dan menjaga reputasi. c. Direksi harus menetapkan satuan kerja dan/fungsi yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk memberi informasi kepada nasabah dan para pemangku kepentingan bank terkait dengan aktivitas bisnis dalam rangka mengendalikan resiko reputasi. d. Dewan pengawas syariah harus malakukan evaluasi (review) atas kebijakan manajemen risiko khususnya aspek reputasi yang terkait dengan pemenuhan prinsip syariah. e. Dewan pengawas syariah harus mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko khususnya evaluasi (review) atas kebijakan manajemen risiko khususnya aspek reputasi yang terkait dengan pemenuhan prinsip syariah. f. Dewan pengawas syariah harus mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko khususnya aspek reputasi yang terkait dengan pemenuhan prinsip syariah.
2. Sumber daya insani Kecukupan SDI untuk resiko reputasi mengacu pada cakupan penerapan manajemen resiko secara umum. 3. Organisasi manajemen rsiko reputasi a. Seluruh pegawai termasuk manajemen unit bisnis dan aktivitas pendukung bank syariah harus menjadi bagian dari struktur pelaksanaan manajemen resiko untuk resiko reputasi, mengingat reputasi merupakan hasil dari seluruh aktivitas bisnis bank syariah. Peran manajemen unit bisnis adalah mengidentifikasi resiko reputasi yang terjadi pada bisnis atau aktivitas unit tersebut dan sebagai font linier dalam membangun dan mencegah resiko reputasi, khususnya terkiat hubungan dengan nasabah. b. Satuan kerja yang melaksanakan manajemen resiko untuk resiko reputasi seperti corporate secretary, humas, investor relation, antara lain bertanggung jawab mencakup hal-hal berikut : 1. Menjalankan fungsi kehumasan dan merespon pemberitaan negatif atau kejadian lainnya yang mempengaruhi reputasi bank syariah dan dapat menyebabkan kerugian bank syariah. 2. Mengomunikasikan informasi yang dibutuhkan para pemangku kepentingan : investor, nasabah, kreditur, asosiasi dan masyarakat. 2. Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Bank syariah perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek kebijakan, prosedur dan penetapan limit dalam menetapkan prosedur, kebijakan dan penetapan limit untuk resiko reputasi mencakup hal-hal berikut: a. Strategi manajemen resiko. b. Tingkat rasio yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi resiko (risk tolerance).
c. Kebijakan dan prosedur 1 c. Kebijakan dan prosedur 1. Bank syariah harus mempunyai kebijakan dan prosedur tertulis yang memenuhi prnsip-prinsip transparansi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mengendalikan resiko reputasi. 2. Bank syariah harus memiliki dan melaksanakan kebijakan komunikasi yang tepat dalam rangka menghadapi berita/publikasi yang bersifat negatif atau mencegah informasi yang cenderung kontraproduktif, antara lain dengan cara menerapkan strategi penggunaan media yang efektif untuk manghadapi berita negatif. 3. Bank syariah harus mempunyai protokol khusus untuk pengelolaan reputasi pada saat krisis sehingga dapat dengan cepat mengantisipasi peningkatan resiko reputasi disaat krisis. Penilaian atas faktor ini mencakup struktur manajemen krisis dan prosedur manual manajemen krisis. d. Limit Limit resiko reputasi secara umum bukan merupakan limit yang dapat dikuantifikasi secara finansial. Sebagai contoh limit waktu merespon keluhan nasabah dan waktu menunggu dalam antrean untuk mendapat pelayanan. 3. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian resiko serta SIM resiko reputasi. Meliputi: a. identifikasi dan pengukuran resiko reputasi b. Pemantauan resiko reputasi c. Pengendalian resiko reputasi d. Sistem informasi manajemen resiko reputasi
4. Kasus resiko reputasi Bank syariah Rania memiliki gross income sebesar Rp 5 milyar. Bank syariah ini menerapkan model internal. Komite Manajemen Resiko telah menetapkan loss given event (LGE) sebesar 15%. Tabel berikut menjelaskan mengenai kebijakan exposure indicaator. Exposure indicator adalah nilai atau volume dari suatu aktivitas tertentu yang mewakili volume atau nilai keseluruhan aktivitas operasionalbank syariah dan nilai ini diperoleh pada akhir hari pengukuran resiko reputasi. Besaran probabilitas resiko reputasi biasanya didefinisikan sebagai tabel berikut : Probabilitas resiko reputasi bank syariah Rania ditetapkan 0,09. Hitunglah expected loss-nya dan total reputasinya? Jawab: expected loss adalah perkalian Average probability dengan LGE dan Exposure indicator. expected loss dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:
b. Manajemen Resiko Strategik 1. Pengertian Risiko Strategis Risiko strategis adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan atau pelaksanaan suatu keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan linkungan bisnis. Risiko ini timbul antara lain karena suatu perusahaan menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi perusahaan tersebut, melakukan analisa lingkungan strategis yang tidak komprehensif atau terdapat tidak kesesuaian rencana strategis antarlevel strategis. Selain itu, risiko strategis juga timbul karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan linkungan bisnis mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi di pasar, dan perubahan kebijakan otoritas terkait.
Kegagalan manajemen risiko strategis dapat menimbulkan penarikan besar-besaran dana pihak ketiga, menimbulkan maslah likuiditas, ditutupnya suatu perusahaan, dan bahkan mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, tujuan utama manajemen risiko strategis adalah untuk memastikan bahwa proses manajemen risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari ketidaktepatan pengambilan keputusan strategis dan kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
2. Resiko inhern Resiko inhern merupakan resiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank syariah, baik yang dapat dikualifikasikan maupun tidak, yang berpotensi memengaruhi posisi keuangan bank. Tabel dibawah ini menjelaskan parameter/indikator penting resiko strategis.
3. Penerapan Manajemen Risiko Strategis Penerpan manajemen risiko, khususnya risiko reputasi bagi Bank Syariah, baik secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi dan DPS. Bank syariah wajib melakukan penerapan manajemen risiko melalui pengawasan aktif oleh dewan komisaris, direksi dan DPS dalam penanganan risiko strategis, Bank syariah juga menambahkan beberapa hal dalam tiap aspek pengawasan aktif oleh dewan komisaris, direksi dan DPS, yaitu: a.Kewenangan dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi dan DPS. b. Sumber daya insani. c. Organisasi manajemen risiko strategis. 2. Kebijakan, prosedur dan penetapan limit. Bank syariah perlu menambahkan penerapan beberapa hal dalam tiap aspek dalam melaksanakan Kebijakan, prosedur dan penetapan limit untuk risiko strategis yang meliputu hal-hal sebagai berikut: a. Strategi manajemen risiko. b. Tingkat risiko yang akan diambil (risk appeite) dan toleransi risiko (risk tolerance). c. Kebijakan dan prosedur. d. Limit. 3. Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta SIM untuk risiko strategis.. Bank syariah perlu memperhatikan beberapa hal dalam melakukan penerapan manajemen risiko melalui aspek ini meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Identifikasi risiko strategis. b. Pengukuran risiko strategis. c. Pemantauan risiko strategis. d. Pengendalian risiko strategis. e. Sistem Infoemasi Manajemen risiko strategis.
4. Kasus resiko Strategi Bank syariah Rania memiliki gross income sebesar Rp 5 milyar. Bank syariah ini menerapkan model internal. Komite Manajemen Resiko telah menetapkan loss given event (LGE) sebesar 15%. kebijakan exposure indicaator ditetapkan seperti tercantum dibawah ini: Besaran probabilitas resiko strategis biasanya didefinisikan sebagai tabel berikut : Probabilitas resiko bank syariah Rania ditetapkan 0,07. Hitunglah expected loss-nya dan total risiko strateginya?
Jawab: expected loss adalah perkalian Average probability dengan LGE dan Exposure indicator. expected loss ditentukan seperti tabel di bawah ini:
Kesimpulan: Risiko strategis Bank Syariah Rania sebesar Rp. 13. 387 Kesimpulan: Risiko strategis Bank Syariah Rania sebesar Rp. 13.387.500 atau 0,27% dari pendapatan kotor. Pendapatan kotor adalah Rp. 5.000.000.000. dengan demikian, risiko strategis Bank Rania dikategorikan sangat rendah (low).