FILSAFAT ILMU.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Dédé Oetomo, PhD Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Pusat Penelitian Humaniora, Kebijakan Kesehatan & Pemberdayaan Masyarakat.
Advertisements

Ahmad Zainul “INUNG” Hamdi
«Sosiologi Komunikasi»
MK Filsafat dan Etika Kesejahteraan Sosial
Metodologi Penelitian
B y : k e l o m p o k d u a b e l a s ™
Paradigma Positivistik & Konstruktivistik
PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE
SOSIOLOGI PERTEMUAN I Mata Kuliah Ilmu Pengetahuan Sosial
METODE DAN PENDEKATAN DALAM STUDI FILSAFAT POLITIK
Penelitian Kualitatif
ERICH FROMM Latar belakang dan pandangan-pandangan Fromm:
MK Filsafat dan Etika Kesejahteraan Sosial Arif Wibowo
ILMU DAN PENELITIAN Sub Pembahasan : 1) Ilmu dan Penalaran 2) Penelitian ilmiah 3) Proposisi dan Teori Dalam Penelitian 4) Metode Penelitian …next.
Metodologi Penelitian
Teori perubahan sosial dan hukum
PENGORGANISASIAN MATERI IPS
Pendekatan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
POSTMODERNISME DAN TEORI-TEORI RELEVAN UNTUK PENELITIAN BUDAYA (SENI)
SEJARAH PENELITIAN KUALITATIF
TEORI KOMUNIKASI KRITIS
PEMIKIRAN TOKOH – TOKOH DALAM ILMU SOSIAL
PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN
Peran Filsafat dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
ALIRAN-ALIRAN & TOKOH-TOKOH FILSAFAT ILMU
Paradigma Positivistik & Konstruktivistik
Teori Sosial Kritik Heru Nugroho
Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran
>>Perspektif Sosiologi
IDEOLOGI-IDEOLOGI DUNIA
KONSEP-KONSEP DASAR SOSIOLOGI
ASPEK DAN MAZHAB FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI Pertemuan 2
Hubungan Ilmu, Penelitian
Aliran Kritis Generasi Pertama
PERTEMUAN 4 HARLINDA SYOFYAN, S.Si., M.Pd
Pendekatan Sosiologis Tentang Ekonomi :
Fenomena Komunikasi Massa
Filsafat Sosiologi Komunikasi
«Sosiologi Komunikasi»
Sosiopsikologi Tradisi sosiopsikologi memandang individu sebagai mahluk sosial Tradisi pemikiran sosiopsikologi membantu kita memahami berbagai situasi.
Realitas & “Kesadaran” Semiotika
Konsep Diri Menentukan Identitas Individu
FILSAFAT ILMU.
BUDAYA POLITIK DI I N D O N E S I A
OLEH : RIYAN FANANI ANGGANU PERMADI NIM IKOR 2017C
KEGIATAN KEILMUAN SEBAGAI SUATU PROSES
SEJARAH FILSAFAT ILMU.
TEORI KRITIS NAMA KELOMPOK : Yosef Aldi Suryo Hadi
PARADIGMA DAN TEORI SOSIAL
Teori Dasar (2).
PARADIGMA SOSIOLOGI Disusun oleh: Wildan Pramudya
Pancasila sebagai sistem filsafat, perbandingan filsafat pancasila dengan sistem filsafat lainnya didunia.
Filsafat Pendidikan Perenialisme
PENGORGANISASIAN MATERI IPS
MATERI KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
SUDUT PANDANG KOMPARATIF
FENOMENA KOMUNIKASI DALAM PRESPEKTIF EPISTEMOLOGIS
PENGENALAN FILSAFAT A. Arti Filsafat a. Dari segi etimologi FALSAFAH
Konsep dan pendekatan sosiologi
PENGANTAR FILSAFAT Oleh: AHMAD TAUFIQ MA. Belajar Filsafat 1. Dari Sejarah Perkembangan Pemikiran: Yunani Kuno – Filsafat Timur Abad Pertengahan Filsafat.
Paradigma Positivistik & Konstruktivistik
PERKEMBANGAN IDEOLOGI BESAR DUNIA
Sejarah & Aliran Psikologi
PARADIGMA PENDIDIKAN (Bahan Kuliah PPs) Ravik Karsidi 2018.
SI703 Hukum dan Etika Profesi Teknologi Informasi Pertemuan #2
Pengantar Sosiologi.
Oleh : Moh. Syamsudin Baharsyah Muhammad Zainal Abidin Al Gafur Program Pascasarjana DIKDAS UNNES Hakikat Hubungan PerkembanganLandasanTahapanSikap Ilmiah.
POSITIVISME DAN POSTPOSITIVISME Pertemuan 4
TEORI SASTRA PERTEMUAN 3.
Metode Penelitian Sastra
Transcript presentasi:

FILSAFAT ILMU

BIDANG/WILAYAH FILSAFAT MANUSIA Epistemology F. Ilmu Logika Metodologi Ontology/Metafisika Axiology Estetika Etika, Religi

Problem yang dibahas dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan: Problem Epistemologis tentang ilmu Problem metafisis (ruang-waktu, asumsi-asumsi, kausalitas Dll.) Problem metodologis tentang ilmu Problem logis tentang Ilmu Problem etis tentang ilmu Problem estetis tentang Ilmu

Filsafat Ilmu dibedakan: Philosophy of Science in-general (Filsafat Ilmu umum). Membahas permasalahan/prinsip ilmu pengetahuan secara umum Filsafat Ilmu Pengetahuan umum, bisa dibedakan atas: Filsafat Ilmu Pengetahuan alam dan Filsafat Ilmu sosial & Humaniora Philosopies of Specific Sciences (Filsafat Ilmu Pengetahuan khusus: Filsafat matematik, fisika, teknologi, fisafat ilmu pengetahuan sosial, dll.)

Sumber Pengetahuan (Ted Hondrich, 1995. 935): 1. Persepsi (Perception). 2. Reason (rasio): Deduction, induction, abduction; dialectic 3. Introspection 4. Sumber lain: Intuition, telepathy, clairfoyance, precognition.

Sumber Pengetahuan (Hosper, 1967, 123-24): Sense experience (pengalaman indrawi) Reason Authority Intition Relevation (Wahyu) Faith (kepercayaan)

Obyek Pengetahuan 1. Fenomena/gejala alam fisis (External world) 2. Masa lalu (the Past) 3. Masa depan (The future) 4. Values (etis, estetis, religius) 5. Abstraksi 6. Mind (dimensi dalam/psikis)

Struktur pengetahuan (hubungan Subyek-Obyek): 1. Obyektivisme (subyek pasif) 2. Subyektivisme (subyek aktif) 3. Relativisme 4. Fenomenalisme 5. Konstruktivisme

F. Bacon (1561-1626) menyebut filsafat sebagai “the great mother of the sciences” (ibu agung dari ilmu-ilmu) “The queen of all sciences” (ratu dari ilmu-ilmu Hrndry Sidwick (1839-1900) Scientia Scientiarum” (ilmu dari Ilmu-ilmu)

Pengetahuan prailmiah = commonsense = pengetahuan eksistensial Filsuf Sophis (yang mempermasalahkan segala sesuatu, mempertanyakan pengetahuan; pendiri epistemologi) Relativisme (Protagoras): manusia individu ukuran segalanya Epistemology : episteme (pengetahuan) + logos (teori, ilmu) = pengetahuan sistematis mengenai pengetahuan (Theory of knowledge) Plato dan Aristoteles menanggapi pandangan para sofis (ada pengetahuan yang tetap dan abadi)

Filsafat & pengetahuan awalnya menyatu Filsafat disebut induk ilmu (matter scientarum) Ilmu memisahkan diri dari filsafat dengan tuntutan jastifikasi ilmiah dapat ditingkatkan menjadi ilmu

Teori Kebenaran: T. Korespondensi (the correspondence theory of truth). Aristoteles “Veritas est adequatio intellectus et rhei” T. Konsistensi atau koherensi (the Concistence theory of truth) T. Pragmatis (The Pragmatic theory of truth). Tokoh pragmatisme Amerika Charles Sander Pierce (1834-1914);m William James (1842-1920); John Dewey (1859-19 ), Kemanfaatan, kegunaan, efekltivitas yang menetukan kebenaran. James “Something is true it is works”. Ilmu dilihat sebagai problem solving. Ilmu sebagai instrumen(talisme). T. Performatif atau tindak bahasa (John Langshaw Austin (1911-1960) T. Paradigmatis (berdasarkan aturan paradigma yang digunakan)

Batas Pengetahuan Batas pengetahuan tergantung pada jenis pengetahuan: 1.Pengetahuan biasa 2.Pengetahuan ilmiah 3.Pengetahuan filosofis 4.Pengetahuan teologis

Paradigma Newtonian Ilmu pengetahuan modern didasarkan atas paradigma Newtonian yang memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut; Alam semesta adalah sebuah mesin yang mengikuti hukum-hukum sebab-akibat (cause-effect); Ruang dan waktu adalah realitas yang obyektif yang keberadaannya terlepas dari pengamat; Atom adalah unit terdasar dari materi (ingat penemuan sub-atomik dan quantum makanik); Manusia seperti mesin, panas tubuh adalah akibat gelombang radio yang bergerak kontinyu; Ilmu pengetahuan pada akhirnya dapat membawa pengetahuan yang sempurna (obyektif) tentang universe ( bandingkan dengan tentative theory dari Popper dan Kritik Thomas Kuhn dan postmodernis)

Stephen Korner, Fundamental Questions in Philosophy: One Philosopher’s Answer, 1971,278-280 (Philosophical replection will cease only when non-philosophical reflection too is at its end” (pemikiran filsafat berhenti hanya bilamana pemikiran no-filsafat juga tiba pada akhir (kematiannya)”

Positivisme Positivisme bertujuan untuk menjadikan ilmu pengetahuan dengan fundasi yang kuat dan terpercaya. Ajaran dasar positivisme antara lain: Dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui Penyebab adanya benda-benda dalam alam tidak dapat diketahui, karena ilmuwan tidak dapat melihat penyebab itu (misalnya apakah alam diciptakan atau alam terjadi dengan sendirinya berada di lusar jangkauan indrawi). Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal. Hanya hubungan antara fakta-fakta saja yang dapat diketahui. Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial (Osborne, 2001, 134-135).

Prosedur penelitian empiris-eksperimental Comte dapat dirumuskan sebagai berikut: Observasi: meneliti dan mencari hubungan antara fakta-fakta, lalu meninjaunya dari hukum statika dan dinamika sosial. Dari Observasi dapat dirumuskan hipotresa yang akan dibuktikan melalui penelitisan. Eksperimen: fenomen sosial dengan cara tertentu diintervensi cara tertentu, sehingga dengan demikian dapat dijelaskan sebab-akibat fenomena masyarakat ( Misalnya studi tentang pathologi dan keresahan) dan mendapat pemahaman tentang bagaimana masyarakat yang normal. Perbandingan (komparasi) dan metode historis, misalnya dalam biologi dikenal anatomi komparatif. Dalam sosiologi studi komparatif bisa dilakukan antara dua masayarakat/kebudayaan (studi antropologi) atau antara dua periode dalam masyaratakt tertentu (sosiologi historis). Metode historis dimaksudkan adalah penelusuran terhadap hukum-hukum yang menguasai petkembangan pemikiran manusia.

Soberg dan Nett ,mengemukakan berberapa asumsi-asumsi yang teradapat dalam metode ilmiah antara lain: Bahwa ada peristiwa atau fenomena yang terjadi secara berulang kembali atau peristiwa yang mengikuti alur/pola tertentu. Ilmu pengetahuan adalah lebih utama dari kebodohan. Ada keyakinan bahwa pengalaman memberikan dasar yang dapat dipercaya bagi kebenaran ilmu pengetahuan. Ada tatanan kausalitas dalam fenomena alam dan fenomena sosial dan manusia. Ada asumsi yang berkaitan dengan pengamat, antara lain: Dorongan untuk memperolah pengetahuan sebagai alat memperbaiki kehidupan manusia. Pengamat/peneliti mampu menarik hakekat yang ada pada fenomena yang diteliti. Masyarakat ilmiah mendukung metode empiris sebagai dasar pencarian ilmu pengetahuan (Chadwick, 1991: 14).

Makna verfikasi adalah: Satu proposisi hanya berarti bila proposisi itu dapat dibuktikan benar-salahnya. Misalnya, kalau saya katakan, bahwa , ada tuyul di dalam kelas, atau Si Ali sakit karena santet, maka pernyataan itu dinyatakan tidak ilmiah karena tuyul dan santet itu tidak dapat diverifikasi (tidak dapat dibuktikan). Ada bentuk-bentuk kebenaran logis dan bentuk-bentuk kebenaran faktual. Kebenaran logis dan matematis adalah kebenaran yang sifatnya rasional, sedangkan kebenaran faktual jastifikasinya (pembenarannya) adalah verifikasi fakta yang dapat dilakukan oleh orang yang indranya baik (normal). Kebenaran faktual hanya dapat dibuktikan melalui pengalaman indrawi (verifikasi). (bandingkan dengan Osborne, 2001; 149). Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan asumsi-asumsi yang terkandung dalam paradigma positivisme itu melalui tabel berikut, (bandingkan dengan Smith, 1998; 76,. Lubis, ):

Dari penelitian yang dilakukan Durkheim dapat ditarik lima aturan fundamental dalam metodenya ( lihat Giddens, Anthony, Daniel Bell, dan Michel Forse’ Cs. (2004, 47) yaitu: 1. Mendefinisikan obyek yang dikaji secara obyektif. Obyek dan focus penelitian adalah peristiwa (fenomena) masyarakat yang dapat diobservasi yang berada di luar kesadaran individu. Definisi tidak boleh mengandung prasangka dan terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi. Misalnya Durkheim merumuskan definisi tujuan pendidikan sebagai berikut, “Pemdidikan adalh tindakan yang dilaksanakan oleh generasi-generasi dewasa kepada generasi yang belum dewasa dalam kehidupan sosial. Pendidikan bertujuan untuk membangkitkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual dan moral pada anak seperti yang dituntut masyarakat politik terhadap si anak dalam keseluruhan dan lingkungan sosial yang diperuntukkannya” 2. Memilih satu atau beberapa kriteria yang obyektif. Dalam buku pertamanya De la division du travail socia l (pembagian Kerja Sosial). Durkheim mempelajari bebagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum. Ia juga berusaha mencari penyebab tindakan bunuh diri dengan mempergunakan angka klematian akibat bunuh diri. Kana tetapi harus diperhatian berbagai kriteria yang digunakan dalam menganalisis bunuh diri itu

3. Menjelaskan kenormalan patologi Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Kita harus dapat membedakan situasi normal yang menjadi dasar bagi kesimpulan-kesimpulan teoritis. Dapat kita bendingkan dengan pemikiran dengan metode ideal-tipikasl dari Max Weber. Yang riil akan selalu terlihat orisinal dalam kompleksitasnya, akan tetapi bisa pula kita mencari struktur dan ciri khas yang menonjol . 4. Menjelaskan masalah sosial secara sosial. Satu peristiwa sosial tidak hanya dapat dijelaskan melalui keinginan individual yang sadar namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Semua tindakan kolektifmemiliki sati sugnifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut dengan metode fungsionalis. 5. Mempergunakan metode komparatif secara sistematis demonstrasi sosiologis.

“old paradigm” (paradigma lama) yang pandangannya terlalu ekstrem dan mengandung beberapa ciri dan kelemahan antara lain: menyingkirkan hegemoni agama (Kristen) pada zaman Pertengahan dengan menggantinya dengan hegemoni ilmu pengetahuan (Paul Feyerabend, 1975). Reduksi realitas pada fakta yang teramati telah menyingkirkan dimensi dan perspektif lain, dan memandang manusia hanya sebagai obyek, pandangan ini tidak dapat dibenarkan; positivisme telah menciptakan satu model rasionalitas ilmiah (rasionalitas instrumental menurut Habermas) dengan menyingkirkan model rasionalitas lain. Selama tiga dasawarsa terakhir proyek-proyek besar dan kebenaran absolut dan ide rasionalisme Pencerahan (modern) mulai berantakan diserang dari berbagai sisi oleh perkembangan fisika kuatum, postrukturalis dan dekonstruksionis (tentang postrukturalis & Dekonstruksionis akan dibahas secara khusus pada kuliah selanjutnya).

positivisme tidak mengakui sifat kontigensi, relativitas dan historisitas pikiran (rasio) manusia. Pendukung positivisme seperti dikemukakan Hillary Putnam, seakan dapat memposisikan diri sebagaimana Tuhan melihat realitas dengan transparan apa adanya. Pandangan ini ditolak oleh Putnam (1983; 1989), Gadamer, Heidegger. Kuhn , Rorty, dan tokoh paradigma Konstruktivis (tema ini akan dibahas selanjutnya). Putnam dan Rorty dengan jelas mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas, sehingga tidak mampu melihat realitas dengan transparan dan holistik pandangan evolusionisme, pandangan tentang keseragaman serta kesatuan hukum alam (grand theory) tidak mampu menjelaskan keberagaman budaya manusia, karena itu pandangan positivisme ini cendrung ditolak oleh pendukung pascapositivisme dan postmodernisme. Pandangan kesatuan ilmu pengetahuan tidak mampu memperhitungkan situasi budaya lokal, etnis, budaya multikultural, psikologi pribumi (indigeneous psychology), studi budaya-budaya, dan teori-teori feminis yang banyak menjadi perhatian pada pluralisme budaya sekarang ini. Grand-theory tidak menerima cerita-cerita kecil dan suara dari kelompok yang terpinggirkan, karena itu dalam ilmu sosial-budaya pandangan ini banyak dikritik dan ditinggalkan. Kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan akan membawa pada kemajuan ternyata di sisi lain juga menimbulkan hal-hal yang negatif bagi kehidupan (persaingan senjata/perang, kesenjangan antara negara kaya dan miskin, masalah ekologi) dan lain-lain. Masalah ini menjadi salah satu kritik kaum pospositivis terhadap pandangan positivisme ilmiah yang sangat mempercayai kemampuan ilmu pengetahuan untuk menciptakan kemakmuran, keadilan dalam masyarakat modern. Ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata bersifat ambivalen, artinya di samping memberi harapan dan kemudahan bagi umat manusia, akan tetapi di sisi lain menimbulkan dampak negatif yang sangat memprihatinkan.

Kuhn menggunakan pengertian paradigma dengan dua puluh satu pengertian yang berbeda-beda. Masterman membantu untuk menjelaskan pengertian paradigma Kuhn dengan mereduksir kedua puluh satu konsep Kuhn itu pada tiga tipe paradigma. Tipe paradigma itu antara lain: 1) paradigma metafisik (metaphysical paradigm) ,: 2) Paradigma sosiologis (sociological paradigm) dan; 3) Paradigma konstruk (construct paradigm) (Ritzer,2002;4).

Paradigma metafisik, memerankan beberapa fungsi: Untuk menentukan masalah ontologi (realitas, obyek) yang menjadi fokus atau obyek kajian ilmiah dari komunitas ilmuwan tertentu. Misalnya dalam paradigma Positivisme dalam sosiologi obyek yang dikaji adalah fakta sosial Menunjuk pada komunitas ilmuwan tertentu bagaimana mereka menemukan realitas atau obyek (problem ontologi) yang menjadi pusat perhatiannya. Menunjuk kepada ilmuwan yang berharap untuk menemukan sesuatu yang sunguh-sungguh ada sesuai dengan pandangan (1) dan (2). (Bandingkan dengan Ritzer; 2002; 5).

Paradigma sosilogi;Pengertian yang dikemukakan Masterman tentang paradigma sosilogi ini mirip dengan exemplar pada Kuhn. Eksemplar berkaitan dengan bekiasaan-kebiasaan, keputusan-keputusan dan aturan yang diterima serta hasil penelitian yang diterima secara umum, Hasil penelitian yang diterima secara umum inilah yang dimaksudkan dengan eksemplar. Misalnya penelitian Durkheim, Max Weber, Atfred Schulz dalam sosiologi; Freud, Skinner, Maslow dalam psikologi, yang hasil penelitian ini kamudian dijadikan contoh penelitian oleh pendukung paradigma tersebut. Durkeim menjadi model bagi paradigma fakta sosial, Max Weber dengan Social Action-nya menduduki eksempakr bagi sosiologi interpretatif, sehingga mereka disebut sebagai “jembatan paradigma”. Hal Yang sama tentu dapat diberikan pada Freud (paradigma Psikoanalisa; Skinner (paradigma Behaviorisme) dan Maslow (paradigma Humanistik) sebagai “jembatan paradigma” ilmiah dalam psikologi

Paradigma Konstruk; adalah konsep yang paling sempit dari ketiga paradigma yang dikemukakan Masterman. Untuk menjelaskan paradigma konstruk ia memberikan contoh: pembangunan reaktor nuklir merupakan paradigma konstruk dalam fisika nuklir, mendirikan laboratorium menjadi paradigma konstruk bagi psikologi eksperimental (behaviorisme) dan seterusnya.

Pergeseran paradigma ilmiah itu mengandung beberapa unsur/pengertian: Munculnya cara berpikir baru mengenai masalah masalah baru Dapat berupa prinsip yang selalu hadir, akan tetapi tidak kita kenal/sadari (bandingkan dengan dimensi yang teka terungkap menurut Michel Polanyi) Paradigma baru tidak dapat diterapkan kecuali dengan meningggalkan paradigma lama (prinsip incommonsurable) Paradigma baru selalu dihadapi/ditanggapi dengan kecurigaan dan permusuhan (ingat tantangan terhadap Giordano Bruno dan Gelileo Galilei sewaktu mereka mengajukan teori heliosentris yang menggeser teori geosentris yang didukung oleh tokoh-tokoh gereja) (Smith, Linda & W. Raeper,2000, 247).

Dalam sosiologi menurut George Ritzer setidaknya ada tiga paradigma yang bersaing dengan beberapa varian teori yang dipayunginya. Paradigma itu antara lain: paradigma fakta sosial dengan variannya: a) teori fungsionalisme struktural; b) teori konflik; c) teori sistem; d) teori siologi makro. Paradigma Definisi sosial dengan varian teori yang dipayunginya antara lain: a) teori aksi (action thory); b) interaksionisme simbolik (simbolic interactionism); c) fenomenologi (Phenomenology). Paradigma perilaku sosial yang dikenal juga dengan pendekatan behavioris. Varian teorinya adalah, a) Sosilogi tingkah-laku (behavioral sociology); b) teori exhange atau teori pertukaran Ritzer, 2002).

Skema Revolusi ilmiah Kuhn (Smith;1998; ): . Pra paradigma Paradigma A normal Science Anomalies Crisis Scientific Revolution Paradigma B

Ian Hacking mengemukakan bahwa pemikiran Kuhn telah menghancurkan beberapa gagasan penting dalam ilmu pengetahuan (khususnya positivisme), antara lain: 1. Realisme ilmiah: di mana ilmu pengetahuan dianggap sebagai upaya untuk menemukan/menjelaskan suatu dunia nyata, bahwa kebenaran teori adalah sesuai dengan realitas/ obyek apa adanya, dengan demikian teori adalah pencerminan realitas tanpa keterlibatan subjek di dalamnya. 2. Demarkasi, maksudnya ada garis batas yang jelas dan tegas antara teori ilmiah dengan non-ilmiah atau jenis keperca-yaan lainnya. 3. Kumulasi, yang mengandung pengertian bahwa ilmu penge-tahuan berkembang secara kumulatif dan berkembang berdasarkan apa yang sudah diketahui dan berdasarkan paradigma sebelumnya. 4. Pemilahan antara teori dengan observasi, karena tidak ada keterkaitan antara teori/paradigma dengan observasi. 5. Fundasionalisme, karena adanya pandangan bahwa observasi dan eksperimen merupakan fundasi terpercaya bagi kebenaran hipotesa dan teori (karena dapat diverifikasi).

6. Struktur deduktif teori, yakni bahwa pengujian atas teori-teori berlangsung dengan cara mendeduksi laporan-laporan observasi dari postulat-postulat teoretis. 7. Presisi, yakni bahwa konsep-konsep ilmiah memiliki ketepatan dan memiliki makna yang pasti. 8. Penemuan dan pembenaran, yakni bahwa antara konteks pembenaran dan konteks penemuan adalah dua hal yang benar-benar terpisah. Dalam ilmu pengetahuan harus benar-benar dipisahkan secara tegas antara dimensi sosial, histo-ris, psikologis di mana suatu penemuan dilakukan dengan basis logismetodologis yang mengukuhkan kepercayaan pada fakta-fakta yang ditemukan. 9. Kesatuan ilmu pengetahuan, yakni bahwa ilmu pengetahuan ditegakkan di atas fundasi (bahasa, obyek, metode) yang sama. Paradigma positivisme (metode ilmu alam) menjadi model terpercaya dan dapat diandalkan bagi semua ilmu pengetahuan (Hacking, 1981: 1-2).

Critical Theory ajaran Marx yang ditinggalkan oleh Tokoh Mazhab Frankfurt antara lain: 1. Teori nilai pekerjaan Marx dianggap kehilangan arti, karena dalam masyarakat industri maju ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tenaga produktif yang utama. Jika Marx menganggap ekonomi sebgaia infrastruktur yang menentuka suprastriuktur, maka pada abad xxi ini sering disebut sebagai era ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan dianggap sebagai modal (capital) utama. Pertentangan modal (kapital) dengan pekerjaan juga kehilangan relevansinya, karena penindasan manusia tidak lagi penindasan kaum kapitalis pada pekerja (buruh), akan tetapi semuanya ditindas oleh sistem, di mana proses produksi yang ditentukan oleh teknologi sudah tidak terkontrol lagi. Dengan demikian analisis kelas yang begitu penting dalam pemikiran Marx, kehilangan fundamennya atau tidak relevan lagi. Hilangnya pertentangan kelas, disebabkan meleburnya kaum proletariat ke dalam “sistem” sehingga tidak lagi memiliki semangat revolusioner, Proletariat bukan lagi subyek bagi revolusi menyeluruh.

Critical Theory Generasi I Teori Kritis menghasilkan karakter Teori sbb : 1. Teori bersifat historis, maksudnya teori didasarkan atas situasi mesyarakat yang kongkrit, lalu melakukan kritik terhadap kondisi masyarakat yang tidak adil dan tidak manusiawi. 2. Teori Kritis bersifat kritis terhadap pandangan/teorinya sendiri 3. Metode dialektik yang digunakan memunculkan kecurigaan terhadap kondisi masyarakat aktual. 4. Teori tidak bersifat kontemplatif tapi bertujuan praxis, di mana teori mendorong transformasi masyarakat yang hanya mungkin bisa diterapkan melalui praxis

Kritik Teori Kritis mencakup: 1. Kritik terhadap marxisme yang terlalu deterministik. Teori kritis mengatasi determinisme ekonomi dengan memperhatikan aspek sosial-budaya di samping ekonomi 2. Kritik terhadap positivisme yang menyamakan kehidupan sosial-budaya dengan alam (fisikalisme), Habermas menyatakan bahwa positivisme mengabaikan peran individu (actor, egent). Positivisme merendahkan pandangan terjhadap manusia dan hukum ilmiah tidak begitu saja berlaku bagi manusia. 3. Kritik terhadap positivisme dalam sosiologi yang menyebabkan sosiologi berwatak konservatif dan mempertahankan status-quo. 4. Teori Kritis menolak ilmu yang kontemplatif dengan mengaitkan teori dengan praxis –emansipatoris.

Keterkaitan antara pengetahuan dengan Kepentingan:

Ilmu dan kepentingan (Habermas)

Asumsi Epistemologi Praktis (Pragmatisme): 1. Tidak ada dasar epistemilogi yang pasti bagi ilmu pengetahuan (antifundasionalisme). 2. Pengetahuan adalah kepingan-kepingan pengalaman. 3. Ilmu pengetahuan adalah konstruksi kognitif & interaksi yang berkaitan dgn lingkungan. 4. Kebenaran ilmu pengetahuan ditentukan oleh kegunaan praktisnya.

Akibatnya revolusi kehilangan arti, revolusi ternyata hanya akan mengembalikan keadaan semula. Kritik ekonomi kapitalis Marx yang parsial, digantikan oleh kritik yang lebih menyeluruh yaitu kritik terhadap kebudayaan teknokratis. Karena dalam upaya emansipasi tekanan fungsi kesadaran bersifat primer, maka bidang produksi tidak lagi memiliki kedudukan sentral, Akibatnya skema basis- bangunan atas dianggap tidak berlaku lagi. Atas dasar itu ajaran (dogma) inti Marxisme tentang hukum perkembangan ekonomi umat manusia yang niscaya menuju penghapusan masyarakat berkelas dan ke arah kebebasan manusia, juga tertolak. (Magnis, 1992; 167-68).

Upaya untuk membebaskan diri dari dogmatisme ajaran Marx telah memunculkan berbagai pandangan baru yang berkembang seperti: bukan kebutuhan manusia yang menentukan proses produksi melainkan kebutuhan itu sendiri diciptakan, agar hasil-hasil produksi bisa laku; perkembangan teknologi ternyata menuruti hukum-hukumnya sendiri dan lepas dari kontrol manusia; kebahagiaan yang ditawarkan industri konsumsi ternyata kebahagiaan semu, karena ternyata membuatnya semakin tergantung pada benda-benda (pemilikan) dan menghilangkan nilai pada dirinya sendiri; bekerja bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan diri, akan tetapi merupakan keterpaksaan untuk memenuhi kebutuhan yang diciptakan; teknologi modern ternyata bukan memanusiakan manusia akan tetapi sebaliknya semakin memperbudaknya; kemajuan sarana komunikasi ternyata mengisiolosi manusia dan bukan meningkatkan interaksi dan komunikasi individu (Magnis. 1992; 169).

T. Feminis Ada tiga faktor yang membantu terciptanya gelombang aktivitas feminis akhir-akhir ini antara lain: Berkembangnya pemikiran kritis pada tahun 1960-/1970an. Kemarahan aktivis perempuan yang terhimpun dalam gerakan anti perang, penegakan hak-hak sipil, gerakan mahasiswa yang hanya bertujuan menentang menentang sikap seksis dan liberal di dalam gerakan tersebut. Pengalaman kaum perempuan dalam menghadapi prasangka dan diskriminasi yang mereka alihkan menjadi tuntutan upah dan pendidikan yang lebih tinggi (Ritzer dan Goodman, 2004: 98).

T. Feminis Jika diteliti secara rinci dapat dilihat ciri utama teori sosiologi feminis dalam upaya membangun sosiologi yang prefosional anatara lain: 1. Menekankan bahwa pengalaman, pekerjaan, dan kehidupan perempuan sama pentingnya dengan, pengalaman, pekerjaan dan kehidupan kaum laki-laki. 2. Penekanan itu diiringi oleh kesadaran bahwa ,mereka berbicara dari pendirian hendak diwujudkan bukan dengan nada keangkuhan obyektivisme, karena mereka ingin menjadikan teori sosiologi laki-laki sebagai patner bagi teori yang mereka bangun. 3. Kesadaran bahwa sosiologi bertujuan untuk mereformasi kehidupan sosial, di mana tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kehidupan. 4. Kesadaran bahwa ketimpangan sosial sebagai masalah utama dalam upaya mencapai kemajuan, karena itu ketimpangan dan ketidak adilan itu harus diatasi .

Dalam mengembangkan teorinya pendekatan feminis tidak menerima pendekatan positivis atau fungsionalis karena pertimbangan berikut: 1. Karena pendekatan positivis menekankan pada penemuam kebenaran universal dengan metode verifikasi. 2. Komitmennya pada obyektivitas dan netralitas peneliti. 3. Klasifikasinya yang dikotomis serta penekanannya pada prinsip kausalitas. 4. Pandangan-pandangannya yang ahistoris. 5. Tidak melihat pemakaian bahasa sebagai medium untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran, konsep-konsep dan teori-teori (Ollenburger & Helen A. Moore, 1996: 46).

Janet Chavetz mengemukakan beberapa unsur yang terdapat dalam teori sosiologi feminis sebagai berikut: 1. Masalah jenis kelamin sentral dalam semua teori 2. Hubungan jenis kelamin tidak dipandang sebagai masalah 3. Hubungan jenis kelamin tidak dipandang sebagai alamiah dan kekal 4. Kriteria teori sosiologi feminis dapat digunakan untuk menentang, meniadakan atau mengubah suatu status quo yang merugikan atau merendahkan derajat perempuan (Olenburger & Helen A. Moore, 1996: 45).

Sandra Harding merumuskan metode (epistemologi) feminis sebagai alternatif. Ia merumuskan lima macam kecenderungan penelitian interdisipliner yang perlu dikembangkan oleh kaum feminis: 1. Suatu penelitian yang adil didorong oleh politik reformis liberal untuk menguji perlawanan dan diskriminasi terhadap wanita di dalam dunia ilmiah. Pendidikan serta proses sosialisasinya menanamkan minat dan bakat dalam ilmu pengetahuan. 2. Penelitian terhadap penyalahgunaan ilmu-ilmu sosial, bilogi dan teknologi diperlukan untuk menunjukkan adanya proyek-proyek sosial yang bersifat sexist, racist dan homophobic 3. Kajian dari kaum konstruktivisme sosial diperlukan untuk mengusahakan kemungkinan adanya ilmu pengetahuan murni. 4. Kajian kelompok dekonstruksionis diperlukan untuk menemukan kebenaran laporannya, terutama yang berkaitan dengan batas bahasa, struktur retoris dan lain sebagainya. 5. Kajian epistemologis diperlukan untuk mengeksplorasi fundasi-fundasi pengetahuan dalam kaitannya dengan relasi sosial, perwujudannya serta kaitannya dengan struktur kekuasaan.

Shulamit Reinharzt mengemukakan sepuluh tema metodologi feminis ( dalam Feminst Methods In Social Research, 1992) sebagaiu berikut: Feminisme adalah suatu perpektif bukan metode penelitian 2. Feminist menggunakan bermacam-macam metode penelitian 3. Penelitian femins melibatkan kritik berkelanjutan terhadap penelitian dan kegiatan ilmiah di luar Kajian feminis 4. Penelitian feminis dituntun oleh teori feminis 5. Penelitian feminis bersifat interdisipliner/multididipliner 6. Penelitian feminis bertujuan untuk menciptakan perubahan sosial 7. Penelitian feminis berupaya untuk menampilkan keberagaman manusia. 8. Penelitian feminis sering menyertakan peneliti sebagai seorang pribadi 9. Penelitin fiminis sering berupaya mengemvbangkan hubungan khusus dengan orang-orang yang diteliti (penelitian interaktif, partisipatif) 10. Penelitian feminis sering menetukan hubungan khusus dengan pembaca ( Shulamit; : 336).

Richardson dan Taylor menyusun lima metode feminis sebagaimana dikamukakan oleh Judith Cook dan Mary Margaret Fonow sebagai berikut: 1. Memperkenalkan tentang adanya pengaruh gender (male biased) ketimpangan gender dalam semua kegiatan sosial manusia. 2. Menyingkapkan bagaimana hubungan gender dengan system lain yang mempengaruhi perbedaan seperti: ras, kelas sosial, etnis, umur dan lain sebagainya. Ada pengalaman dan harapan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan antara kelas, ras kulit putih dengan kulit hitam dan berwarna. 3. Meningkatkan dan menyebarkan kesadaran (conciuosness rising) yang diyakini dapat membantu memperkecil atau menghilangkan ketidak adilan/penindasan terhadap kaum perempuan. 4. Memikirkan dan mengubah pandangan dualisme antara si peneliti dengan obyek yang diteliti dengan pandangan yang dialogis, partisipatif. Karena tuntutuan obtektivitas ilmiah ternyata membuat hubungan yang tidak sejajar (tidak adil). Dialog dan sikap kritis diperlukan untuk memahami perspektif, pengalaman dan harapan kaum perempaun. 5. Menekankan perlunya pemberdayaan dan transformasi yang secara tidak langsung telah menimbulkan berbagai kritik.

Dalam proses pengetahuan ini yang terjadi bukanlah dualisme subyek-obyek, rasio dan emosi. Akan tetapi proses yang menyatukan antara tangan, kepala dan hati (hand, brain, and heart). Dalam pandangan ini ilmu pengetahuan menjadi holistik, relasional serta bertangungjawab terhadap berbagai proses keputusan kelompok. Ada tiga pengertian analitis menuju ke suatu teori yang holistik (terpadu) yaitu: 1. Memberi tempat bagi mereka yang tertekan, sebagai cara untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan penelitian yang adil, bertangungjawab. Subyek yang dijadikan sebagai obyek penelitiasn justru harus diposisikan sebagai mitra dialog; 2. Ilmu dan penelitian diakui tidak netral, terdapat hubungan antara gaya kognitif dengan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan sosial; 3. Ciri relasional ilmu dan penelitian mengakui dan menjalani proses, dan tidak dapat meninggalkan sumbangan pengalaman prarasional sekalipun. (lihat tulisan J.B. Banawiratma, dalam, Budi Susanto, 1994, 97).

Pengertian Modernitas Menurut G. Simmel, Weber : modernitas adalah proses yang melahirkan negara industri kapitalis modern. Modernitas merangkum pengertian yang sistem sosial, ekonomi, politik yang muncul di Barat sejak abad 18. Posmodernitas berarti yang muncul setelah modernitas (kebudayaan posmodern yng muncul setelah kebudayaan modern). Posmodern bisa juga disebut sebagai cara berpikir baru.

modernisasi Modernisasi proses perubahan sosial-ekonomi (budaya) yg diakibatkan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi (industrialisasi) Posmodernisme adalah gerakan kebudayaan kapitalis lanjut(late capitalism, postindustrial, consumer society, trans-national capitalism).

Dalam perspektif Cultural Studies, politik budaya feminis dapat dibagi secara luas setidaknya dalam lima kategori yang bersaing: Politik liberal dan feminis liberal yang menekankan pentingnya persamaan dan kesmpatan dalam bidang – bidang seperti: pekerjaan, akses pendidikan, perawatan anak. Dalam pandangan ini menekjankan individualitras perempuan tanpa berfokus pada perbedaan mereka dengan kaum laki-laki. Politik budaya yang terpusat pada perempuan, dipihak lain memusatkan perhatian pada perspektif yang mengistemewakan kaum perempuan. Keanekaragaman politik budaya kaum perempuan ditujukan sebagai upaya menulis ulang sejatrah perempuan dari perspektif mereka Feminis Marxis melihat gender sebagai fenomena budaya. Perbedaan dalam praktek kebudayaan tidak dilihat sebagai tanda adanya perbedaan esensial antara kedua jenis kelamin tersebut. Perbedaan gender dilihat sebagai bagaimana perbedaan itu bermanfaat bagi kapitalisme.

Dalam feminisme posmodern perbedaan ras dan gender tidak memiliki makna yang tetap. Setiap individu dianggap sebagai gabungan unsur-unsur berbagai mode subyektivitas yang ada Unsur-unsur yang bertentangan pun bisa saja cocok pada waktu yang berbeda Feminitas dan maskulinitas dikonstruksi secara sosial dan merupakan situs perjuangan politik tentang makna. 4. Konstruksi sosial merupakan relasi, karena itu feminis posmodern tidak tertarik pada autensitas. Feminisme posmpdern membuka ruang bagi perbedaan dan (beragam suara) serta interpretasi baru mengenai identitas. 5. Feminisme kulit hitam dan feminisme non barat berkonsentrasi pada rasisme dan kolonialisme.dan memandang hal ini sebagai alat untuk memahami relasi gender. Bagi feminism kulit hitam ras tetap merupakan suatu bentuk penindasan yang hakiki (Sardar danBoris van Loon,2001: 142-145). Feminsme Dunia Ketiga umumnya menolak pemikiran feminisme Barat sebagai tolak ukur dan representasi dari gerakan feminis, Feminisme NonBarat berakar dari rasisme dan kolonialisme, pengakuan terhadap peranan negara modern dalam mengabadikan keduanya.

Posmodern Sebelum kita menjelaskan posmodern ada baiknya kita jelaskan asumsi ilmiah paradigma positivisme yg dominan pd era modern yang ditolak oleh epistemologi posmodernis, antara lain: Metode ilmiah adalah metode yang baku: (konstruksi sosial, Feyerabend) Pertanyaan manusia dan sosial-budaya dapat dijawab dengan metode ilmiah yang baku itu (maksudnya positivisme). Eksistensi manusia (human being) itu seperti mesin. Obyektivitas total itu dapat dicapai. Kuesioner itu selalu mengemukakan kebenaran. Proses penelitian benar-benar bebas dari bias personal. Semua yang ada hanya merupakan sebuah teka-teki sosial yang akan terpecahkan melalui metode eksperimen.

Posmodern megemukakan pengertian post-modern sebagai sesudah modern. Ia mengemukakan bahwa pengertain postmodern itu merupakan campuran beberapa atau gabungan seluruh pengertian berikut: hasil dari modernisme; anak dari modernisme; akibat dari modernisme; penyangkalan akan modernisme; penolakan terhadap modernisme (Appinnanesi, Chris Garrat, 1995).

Istilah moderrn berasal dari kata Latin modo yang berarti ‘barusan” Istilah moderrn berasal dari kata Latin modo yang berarti ‘barusan”. Istilah itu dimunculkan tahun 1127 oleh Suger seorang kepala biarawan Basilika St. Denis di Paris Waktu itu Ia melakukan renovasi yang hasilnya berupa karya arsitektur yang benar-benar baru (bukan seperti arsitektur Yunani, bukan Romawi) karena itu Suger mengalami kesulitan untuk menyebutnya, sehingga ia menggunakan istilah opus modernum (sebuah karya modern) (Appignanesi, Richard dan Chris Garratt1995: 6). Dalam filsafat era Renaisans dan Pencerahan sering disebut sebagai awal zaman modern. Modernisme dalam pengertian kultural dimulai pada tahun 1900-an ketika terjadi inovasi teknologi massal, yaitu gelombang pasang kedua revolusi industri yang telah terjadi sekitar tahun 1800-an Periode dari tahun 1890-an sampai 1920-an dapat disebut sebagai masa kejayaan zaman modern sedangkan masa sesudah tahun 1960-an/1970-an disebut sebagai zaman posmodern.

Pemikir yg mempengaruhi Posmodern:

Menurut teoritisi sosial postmodern era postmodern ditandai oleh beberapa hal berikut: 1. Globalitas: Bangsa-bangsa dan wilayah semakin terhubung satu sama lain sehingga mengaburkan perberdaan antara wilayah dan bangsa dan wilayah maju (Dunia Pertama) dengan bangsa dan wilayah terbelakang (Dunia Ketiga). Dengan Era informasi tidak ada satu Negara atau wilayah pun di dunia yang dapat mengurung diri dalam batas geografisnya. 2. Lokalitas: kecendrungan global berdampak langsung pada lingkungan lokal, sehingga memungkinkan kita untuk memahami dinamika global dengan mempelajari manifestasi lokal. Dalam pemikiran posmodernis dimensi local dan global merupakan dua hal yang berjalan beriringan , karena itu sering juga disebut global paradoks. Dari satu sisi era informasi cendrung menghilangkan hal-hal yang bersifat lokal, akan tetapi di sis lain memungkinkan hal-hal yang bersihat local itu memasuki wilayah nasional dan gobal. Contoh jelas paradoks ini dapat kita lihat bagaimana TV selama dua puluh empat jam menyuguhkan masalah global, akan tetapi juga TV lokal menyiarkan masalah dan budaya lokal ke dunia internasional.

3. “Akhir dari Sejarah” : Modernitas sebagaimana diteorikan pendukung pencerahan, bukanlah akhir dari sejarah, yang muncul dari era postindustrial dimana kebutuhan dasar material semua orang dipenuhi sehingga konflik kolompok dan pertentangan ideologi semakin menghilang. Akan tetapi posmodernitas adalah keterputusan (diskontinuitas) sejarah yang halus, perkembangan evolusioner kapitalis sebagai mana dirancamg oleh pendukung Pencerahan dan pendiri teori sosiologi dan ekonomi borjuis. Akhir sejarah diartikan berakhirnya pertentangan idologi kapitalis dengan sosialis, dan semakin merajalelanya kapitalisme gobal (neokapitalisme) “Kematian individu” konsep borjuis tentang subyektivitas tunggal dan tetap secara jelas dan dibedakan dengan dunia luar tidak dianggap masuk akal lagi oleh pemikir postmodernitas. Kini diri atau self (individualitas) menjadi arena pertarungan tanpa batas antara “diri” dan yang di “ luar diri” atau pertarungan antara “diri” dengan “lingkungan sosial-budaya”. (Jacques Lacan, 1977, 1982) mengkonsepkan masyarakat sebagai subyek tunggal serta sekaligus subyek yang tengah dan selalu berubah.

5. “Mode informasi” cara produksi, dalam terminoligi marxis, kini tidak lagi relevan, era sekarang adalah “era informasi” “era postindustri” . Era dimana masyarakat postmodern mengorganisir dan menyebarkan informasi dan hiburan. 6. “Simulasi” Jean Baudrillard (1983) menyatakan bahwa apa yang disebut dengan realitas, sekarang tidaklah stabil dan tidak dapat dilacak dengan konsep ilmiah tradisional (maksudnya positivisme), termasuk juga Marxisme. Masyarakat semakin “tersimulasi”, tertipu dalam “dunia citraan” dan “Wacana” yang secara cepat menggantikan pengalaman manusia atas realitas. Goldman dan Parson (1995) mengemukakan bahwa, iklan merupakan wahana utama dunia simulasi itu. 7. “Perbedaan dan penundaan dalam bahasa”: Bahasa ,menurut Jacques Derrida tidak lagi berada dalam hubungan representasional pasti atas ”realitas”. Bahasa tidak lagi dapat menggambarkan realitas dunia secara jernih dan transparan. Bahasa dianggap bersifat licin, media ambigu yang bisa mengaburkan pemahaman yang jelas menjadi tak pasti. Posmodern mengkritisi pandangan obyektivisme–universalisme dalam wacana ilmiah. Dekonstruksi atau pembacaan kreatif atas teks dari Derrida, membuka ruang bagi penafsir untuk menyingkapkan kekayaan makna teks.

8. “ Polivokalitas” : Segala hal atau obyek dapat dikemukakan dengan perspektif atau paradigma yang berbeda, yang kedudukannya satu sam lain memiliki kesejajaran atau kedudukan yang sama. Karena itu ilmu pengetahuan dihadapkan pada “multi narasi” yang satu sama lain saling melengkapi, saling bersaing, di mana satu perspektif atau paradigma tidak memiliki keunggulan epistemologis dari yang lain. Ketika Amerika menginvasi Irak, Presiden Bush menyatakan bahwa ia memerdekakan rakyat Irak dari penguasaan Saddam. Berbagai TV seperti CNN, Aljazira, Al-Arabiya, Metro TV, dan yang lain menyiarkan kejadian yang sama berdasarkan sudut pandang dan kepentinganya masing-masing, sehingga fakta (kejadian yang sama) ditafsirkan secara beragam. 9. Kematian analisis oposisi biner: model berpikir yang didasarkan atas analisis polaritas (oposisi biner) misalnya: laki-laki Versus Perempuan, benar versus salah, negara maju Vs negara terbelakang, model berpikir ini dianggap tidak lagi relevan, karena munculnya keanekaragaman/pluralitas posisi subyek atau manusia.

10. Lahirnya Gerakan sosial baru: akhir-akhir ini bermunculan berbagai gerakan akar rumput yang mendorong berbagai perubahan sosial progresif, seperti gerakan perempuan, gerakan perempuan kulit hitam, gerakan anti kolonialisme, gerakan lingkungan hidup, gerakan kaun lesbian, gay dan lain-lain.Gerakan ini tidak selalu tepat dengan analisis oposisi biner atau analisis hitam-putih, namun yang jelas gerakan ini menuntut perubahan sosial baru, menuntut penghargaan pada perbedaan etnis, budaya, agama dan lain-lain. Gerakan sosial baru ini sangat berkembang dalam kajian multikuturalisme.

11. Kritik terhadap narasi besar: Lyotard mengemukakan bahwa pada era postmodern kepercayaan pada penjelasan makro atau cerita besar/ cerita .agung sejarah seperti diungkapkan oleh Marx, dilektika Roh model Hegel, kemajuan yang dipercayai oleh modernitas sudah tidak relevan lagi. Posmodernitas lebih mempercayai pada polivokalitas, keanekaragaman daripada keseragaman, mengharagai perbedaan, dan interpersonal.. Posmodern menolak bentuk pemikiran yang monodimensional yang otoritarian. Posmodern menurut Lyotard lebih menekankan dan mempercayai narasi kecil tentang masalah sosial, cerita tentang masalah kehidupanm dan perjuangan pada tingkat budaya, etnis, bahasa yang bersifat lokal. 12. Otherness (ke-liyan-an) : Pemikir postmodernis memberikan ruang dan penghargaan pada kelompok yang selama ini terpinggirkan (termarjinalkan). Penghargaan pada kel;ompok atau suara yang terpinggirkan selama ini, berkaitan erat dengan munculnya gerakan dan perjuangan hak-hak sipil serta penghargaan pada multikutural(isme) akhir-akhir ini.

(Yasraf 244). Vattimo : Berakhirnya modernitas Pandangan postmodernisme sebagai titik balik peradaban ditunjukkan melalui beberapa pandangan pemikir: Vattimo : Berakhirnya modernitas Daniel Bell: Akhir ideology, Masyarakat postindustri Francois Lyotard : matinya Metanarasi Akhir dari Sosial, ( Jean Baudrillard) Akhir dari Teori, Masyarakat Konsumer (Fredrich Jameson) Matinya Logos ( Jacques Derrida) Matinya Ilmu Pengetahuan (The End of Science) Matinya Ilmu Ekonomi (Omerod) Matinya Realitas (Leary) (Yasraf 244).

Postmodernitas mengacu pd periode historis yang mengikuti era modern. Perlu dibedakan konsep postmodernity (postmodernitas) dengan dengan postmodernisme: Postmodernitas mengacu pd periode historis yang mengikuti era modern. Postmodernisme mengacu pada produk cultural (seni, film, arsitektur, ilmu pengetahuan) yang berbeda dengan produk kultural modern Munculnya teori social-budaya postmodern (subyektif, local, relative, mini-narrative) menggantikan atau melengkapi teori modern (obyektif, rasional, universal, grand-narrative).

Barry Smart dalam, Postmodernity (1993) membedakan tiga pendirian yang berbeda dikalangan postmodernis: 1. Tipe Moderat: Postmodern(isme) sebagai lanjutan modern(isme). Kekurangan pada modernisme dicoba atasi oleh postmodernisme . Tokohnya J. Habermas, Daniel Bell (postindustrial Society) 2. Postmodernis ekstrem/Radikal: ada keterputusan antara masyarakat/pemikiran modern dengan postmodern. Tokoh yang termasuk ini: Francios Lyotard, Jean baudrillard, M. Foucault, J. Derrida, Gilles Deleuze, Felix Quattari, Richard Rorty 3. Modern dan Posmodern sebagai pilihan dalam melihat/menjelaskan masalah social-budaya

Ciri Filsafat Posmodern 1. Berubah dari ilmu pengetahuan universal (metanarasi, grandnarrative) ke narasi yang bersifat lokal mini/little narative) 2. Menolak rasionalitas yg universal. Rasionalitas selalu dikondisikan dalam narasi partikular, tradisi, dan intitusi dan praksis tertentu 3.Posmodern menolak kesatuan, totalisasi, dan skema universal dengan merayakan pluralitas, perbedaan, fragmentasi, dan kompleksitas 4. Menolak individu yg otonom dan rasionalitas yg transenden. Individu senantiasa terkait dengan lingkungan budaya, bahasa, sejarah

5. Postmodernis anti metafisika, dimana sejarah dan nilai-nilai diturunkan dari kepercayaan itu (ingat abad kegelapan). 6. Pengetahuan kita tentang sesuatu merupakan konstruksi bahasa dan konstruksi sosial. 7. Bahasa adalah konstruksi sosial, melaluinya kita berpikir, dan mengubah keberadaan kita.

Ciri Kebudayaan Posmodern (Zygmunt Bauman, 1992) : Pluralistis Berjalan di atas perubahan yg konstan Kurang dlm “otoritas universal” Hieterarkhis & Permainan Merujuk pada “Polivalensi penafsiran” Dominasi media & Pesan-pesannya Anti esensialis (semua tanda-tanda) Didominasi pemirsa, pembaca

Bauman membedakan Tipe Intelektual modern (legislator) & Tipe postmodern (Interpreter) Tipe Legislator: Memiliki kewenangan mengatasi perbedaan Pendapat legislator benar & mengikat Otoritas karane ilmu yg lebih unggul Ilmuwan memiliki akses yg lebih baik pd ilmu Ilmuwan pemilik kolektif atas pengetahuan yg dihasilkan Ilmu dianggap berhubungan langsung dg perbaikan sosial Ilmuwan tdk terikat dgn tradisi lokal serta menjastifikasinya. Ilmuwan melakukan kontrol thdp aturan & aplikasi ilmu

Tipe Interpreter: Interpreter menafsirkan ide-ide dlm komunitas Interpreter tidak berorientasi mencari ide terbaik, tujuannya utk memfasilitasi komunikasi bebas antar komunitas Interpreter berusaha mencegah distorsi dlm komunikasi Interpreter perlu pemahaman yg dalam & luas Interpreter perlu menjaga keseimbangan antar tradisi yg berlawanan

Perbedaan modern dgn Posmodern

Perbedaan modern dgn posmodern (Eduardo P Perbedaan modern dgn posmodern (Eduardo P. Schetti dalam Kuper, Adam & Jessica Kuper, 1996, 653) :

Tipe Pemikiran Posmodernis: 1. Tokoh Posmodern radikal menolak modern: Francois Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault, Jean Baudrilard. Paul Virilio. Tokoh postmodernisme radikal ini memfokuskan pemikirannya pada pengembangan model, teori sosial- budaya, pengetahuan dan wacana, serta praktek-praktek posmodern. Para pemikir postmodern radikal/garis keras menyatakan bahwa teori totalitas, universalitas modern dipastikan akan membawa kemunduran dan dapat memicu tumbuhnya pemikiran totaliter dan politik kotor (Francois Lyotard). Baudrrilard menyatakan bahwa dalam masyarakat yang sangat terpecah (hyperfragmented) dan masyarakat yang dibanjiri media tidak mungkin untuk menyatakan mana yang hayalan dan mana yang kenyataan, mana tanda (signs) dan mana penanda (signifier), alhasil seseorang tidak bisa membuat perbedaan, penghubungan, dan analisis yang sistematis yang sebelumnya merupakan ciri teori sosial klasik (modern). Bagi aliran Posmodernisme keras, realitas sosial tidak bisa didefinisikan dan dipetakan, hal yang terbaik yang mungkin kita bisa lakukan adalah tinggal dalam serpihan-serpihan sebuah perpecahan dalam tatanan masyarakat (Steven Best, 272).

2. Tipe posmodernis yang moderat yang menyatakan bahwa postmodern itu hanya lanjutan dari modernitas. Jurgen Habermas, David Hervey, fredrich Jameson, Daniel Bell. Pemikir ini masih menggunakan konsep modern (misalnya Marxisme) untuk menganalisis bentuk sosial-budaya postmodern. Kelompok ini tidak terlalu mempertentangkan apakah Nietszche, Marx modernis atau posmodernis. Yang jelas dalam pemikiran Nietzsche dan Marx sudah terkandung pemikiran postmodern yang sekarang disebut poskapitalisme, dan masyarakat konsumer. Jameson mengembangkan konsep marxisme dalam posmodernitas, serta menyatakan bahwa ia bukan menolak dan mendukung posmodernisme (Jameson, 1991). Karya Michel Ryan, Marxism and Deconstructionism (1982), adalah satu karya yang baik sekali yang menunjukkan betapa Teori Kritis dan Posmodernisme sebagai dua teori yang saling memperkaya, sehingga menghasilkan perpaduan teoritis yang menarik.

3. Kelompok ketiga yang menyatakan bahwa postmodernitas sebagai perspektif alternative, paradigma alternatif yang dapat kita jadikan sebagai alternative untuk memahami dan penyelesaian masalah secara baru. Tokohnya antaralain Barry Smart, dan oleh Ritzer dimasukkan Francois Lyotard yang menurut penulis Lyotard lebih cendrung masuk dalam postmodernisme radikal (Ritzer, George, 2003; 18). Penggunaan istilah posmodern setelah tahun 1970-an kita temukan dalam berbagai bidang, yakni: seni rupa, arsitektur, politik, sastra, antropologi, sosio-logi, feminisme, psikologi, filsafat dan lain-lain. Istilah posmo-dern digunakan secara luas dengan pengertian yang agak longgar bahkan cenderung ambigu dan seakan-akan “memayungi” ber-bagai aliran pemikiran yang satu sama lain tidak selalu ber-kaitan. Kekaburan itu juga terdapat pada pemakaian awalan ‘pos’ dan akhiran ‘isme’ pada (pos-) modern (isme) yang biasa-nya dibedakan dengan istilah posmodernitas.

Daniel Bell Dalam buku The Coming of Postindustrial Society, ia mengemukakan beberapa elemen perubahan dalam masyarakat, antara lain: Dalam bidang ekonomi; perubahan dari keunggulan barang-barang produksi ke pelayanan (jasa). Pelayanan/jasa itu terlihat pada: bisnis eceran, perbankan, kesehatan, pendidikan, penelitian, serta pelayanan pemerintahan sebagai hal penting dan menentukan dalam masyarakat postindustri. Hadirnya pekerjaan professional dan teknis yang kini menguasai lapangan kerja. Pada Era posindustri peran para ilmuwan dan teknisis menjadi sangat penting dan dominant. Pada era ini ilmu pengetahuan (capital intelektual) dianggap sebagai modal utama, menggantikan peran uang pada era modern.

Pengetahuan teoritis menjadi esensial bagi masyarakat industri Pengetahuan teoritis menjadi esensial bagi masyarakat industri. Ada keterkaitan erat antara teori dengan praksis. Ilmu pengetahuan menjadi sumber utama perubahan struktural dalam masyarakat, perubahan dan inovasi dalam hubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebijakan publik, sesungguhnya didorong oleh perubahan dalam karakter ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan (teoritis) telah mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan, berkembangnya teknologi intelektual baru, terciptanya penelitian-penelitian sistematik di dunia perguruan tinggi dan lembaga lain yang didukung anggaran penelitian oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar (Bell, 1973: 44).

Masyarakat posindustri berorientasi pada prediksi dan kontrol atas teknologi serta berbagai dampaknya. Bell melihat peran besar dari “peramalan dan kontrol” serta teknik-teknik pemetaan yang melahirkan sejarah baru ekonomi, karena lebih memungkinkan ekonomi dan kemajuan yang terencana, sehingga memperkecil ketidak menentuan ekonomi dan masa depan. Pengambilan “kebijakan” ikut menciptakan sebuah “teknologi intelektual” baru seperti: teori informasi, sibernetika, teori keputusan, teori permainan, teori daya guna, proses-proses yang melibatkan variable yang bervariasi (Giddens, 1973: 29).

Pengantar Ke Pemikiran Posmodernis: Lyotard Gagasan Teori Kritis: Pada Teori kritis sudah dikemukakan kritik tokohnya pada ilmu pengetahuan & Kebudayaan modern. Max Horkheimer & Theodor Adorno, Dialectic of Enlightenment (1944) mengkritik dorongan untuk menguasai alam dan dominasi kapitalisme lanjut adalah satu bentuk fasisme barbar dan irasional. Teori kritis sudah tidak mempercayai Narasi modern. Melalui buku itu Habermas membedakan: a) tindakan instrumental & strategis: tujuannya keberhasilan dlm relasinya dengan lingkungan (fisik-sosial) B) tindakan komunikatif: tujuan bukan kepentingan ehois, tapi untuk mendapatkan saling pemahaman Habermas melalui teori komunikatifnya mengusulkan untuk menggantikan subyektivitas & rasionalitas yang monologis dengan konsep yang dialogis Habermas sudah mengemukakan tentang keberagaman rasionalitas & diskursus. Tanpa terjebak pada relativisme/skeptisisme dgn asumsi: rasionalitas komunikatif karena pencapaian kesepahaman tanpa tekanan diantara subyek yang bertemu & bertindak. (Habermas masih mempercayai keunggulan rasionalitas- Neonitszchean justru melihat kekurangannya).

Pokok Pikiran Strukturalis:

Pemikir Postrukturalis: Jaen Francois Lyotard Jacques Derrida Michel Foucault Richard Rorty Jean Baudrillard Gillesd Deleuze & Guattari Anthony Giddens Pierre Baourdieu Dll.

Jean Francois Lyotard (1924- Lahir di Versailles tahun 1924- Belajar Filsafat dan sastra di Sorbonne Ia dipengaruhi oleh Kant , Husserl (buku pertamanya La phenomenologie (1954) Ia pernah mengajar di Algeria, pengalaman ini membuatnya menjadi seorang ilmuwan & politisi yg radikal. Skembalinya di Prancis ia bergabung dengan kelompok Socialisne ou Barbarie (kiri dan anti perang. Ia mengritik dan menyatakan Marxisme tidak lagi memadai. Tahun 1966 Ia keluar dari Socialisme ou Barbarie Ia menjadi dosen di Universitas Nanterre dan aktif terlibat dlm gerakan mahasiswa 1968 dan politik oposisi

Tahun 1971 ia menyelesaikan Disertasinya Discourse Figure dan ia diangkat menjadi profesor filsafat di Vincennes University. Karyanya: 1. Discours Figure (1971) 2. Derive a partirr de Marx et Freud (1973), 3. Des dispositifs pulsionels (1973) 4. Economic Libidinale (1974) 5. The Postmodern Condition

Penolakan terhadap grand-narrative ini sering disebut sebagai anti fundasioal sebagai salah satu ciri posmodernisme Antifundasionalisme itu dapat dimengerti sebagai berikut: 1. Antifundasionalis dalam teori sosial-budaya dan filsafat me-negaskan bahwa meta-narasi yang dijadikan fundasi dituntut dalam modernitas Barat dengan universalitas dan hak-hak isti-mewanya dalam gagasan mengenai ilmu pengetahuan, humanisme, sosialisme dan lain-lain adalah cacat, karena itu kita harus mencoba untuk menghasilkan mode pengetahuan yang lebih sensitif terhadap berbagai bentuk perbedaan. Hal ini dimungkinkan ketika para intelektual mengganti peran mere-ka sebagai legislator kepercayaan menjadi seorang interpre-ter (Lyotard, 1984, Keller, 1988, Bauman, 1988).( 234).

Pemberian hak istimewa pada hal-hal yang bersifat lokal dan vernakuler (daerah), ini diterjemahkan sebagai seorang demokrat dan populis yang menghancurkan hierarkhi simbolik di kalangan akademisi dan intelektual serta seni (perbedaan seni tinggi dan populer). Peralihan dari bentuk upaya diskursif ke arah bentuk budaya figural yang tampak dalam penekanan dan imaji visual dan bukan kata-kata, proses primer ego dan bukan proses sekunder, apresiasi dengan cara membenamkan/ melibatkan diri dan bukan dengan cara mengambil jarak dari penonton yang tidak memihak (Lash, 1988), Aspek ini ditangkap sebagai fase “budaya dangkal posmodern” (Jameson, 1984).