PERTEMUAN 12 HUKUM PIDANA
Tujuan Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan mata ajar Hukum Pidana Mahasiswa dapat menguraikan topik- topik dan jadwal mata ajar Hukum Pidana Mahasiswa dapat menggambarkan sistem evaluasi pembelajaran dan buku wajib Mahasiswa mampu memahami kompetensi yang diharapkan dari mata ajar
PERBEDAAN HUKUM PERDATA HUKUM PIDANA ISI MENGATUR HUB. AN-TARA ORANG YG SATU DGN ORANG LAIN MENGATUR HUB. HK ANT.SEORANG ANGGO-TA MASY. (WN) DGN NEGARA YG MENGUA-SAI TATA TERTIB MAS-YARAKAT KEPENTINGAN PER-ORANGAN KANSIL, 1986 : 76,77
PELAKSANAAN DIAMBIL TINDAKAN OLEH PENGADILAN SE-TELAH PENGADUAN PIHAK YG BERKEPEN-TINGAN/DIRUGIKAN DIAMBIL TINDAKAN TANPA ADA PENGA-DUAN DARI PIHAK YG DIRUGIKAN OLEH POLISI, JAKSA, HAKIM PENGGUGAT PENUNTUT UMUM KANSIL, 1986 : 76,77
PENAFSIRAN MEMPERBOLEHKAN MENGADAKAN BER-BAGAI MACAM INTER-PRETASI HANYA BOLEH DITAF-SIRKAN MENURUT ARTI KATA PENAFSIRAN AUTHENTIK KANSIL, 1986 : 76,77
HUKUM PIDANA KESELURUHAN PERATURAN UU PIDANA YANG ISINYA MENUNJUKKAN PERISTIWA PIDANA YANG DISERTAI DENGAN ANCAMAN HUKUMAN ATAS PELANGGARANNYA. HUKUMAN YANG MENGATUR TENTANG PELANG-GARAN DAN KEJAHATAN TERHADAP KEPEN-TINGAN UMUM, PERBUATAN MANA DI ANCAM DENGAN HUKUMAN YANG MERUPAKAN SUATU PENDERITAAN/ SIKSAAN. BACHSAN MUSTAFA,1984 : 73-76
ASAS HUKUM PIDANA NULLUM DELICTIUM : ASAS LEGILITAS. TIDAK ADA HUKUM TANPA KESALAHAN. HUKUM PIDANA KHUSUS MENYAMPINGKAN HUKUM PIDANA UMUM. HUKUM PIDANA INDONESIA BERLAKU TERHADAP SETIAP ORANG YANG DALAM BILANGAN INDONESIA MELAKUKAN TINDAK PIDANA. HUKUMAN : POKOK DAN TAMBAHAN. BACHSAN MUSTAFA,1984 : 73-76
ASAS LEGALITAS NULLUM DELICTUM….. TERCANTUM DALAM PASAL 1 (1) KUHP ARTINYA : SUATU PERBUATAN PIDANA TIDAK DAPAT DIKENAI HUKUMAN SELAIN ATAS KEKUATAN PERA-TURAN UU PIDANA YANG SUDAH ADA SEBELUM PERIS-TIWA/ PERBUATAN PIDANA TERSEBUT. ASAS INI HANYA MEMBERIKAN JAMINAN KEPADA ORANG UNTUK TIDAK DIPERLAKUKAN SEWENANG-WENANG OLEH ALAT PENEGAK HUKUM. SESUAI DENGAN ASAS NEGARA HUKUM.
TIDAK ADA HUKUMAN TANPA KESALAHAN (GEEN STRAF ZONDER SCHULD) ASAS INI MENGENAI PERTANGGUNG JAWABAN ARTINYA : SESEORANG HANYA DAPAT DINYA-TAKAN BERSALAH, BILA IA DAPAT MEMPER-TANGGUNGJAWABKAN PERBUATANNYA YANG DI-KUALIFIKASIKAN SEBAGAI PERBUATAN PIDANA.
HUKUM PIDANA KHUSUS, MENYAMPINGKAN HUKUM PIDANA UMUM BILA SUATU PERBUATAN PIDANA DIATUR OLEH HUKUM PIDANA UMUM DAN JUGA OLEH HUKUM PIDANA KHUSUS MAKA YANG BERLAKU ATAS PERBUATAN PIDANA TERSEBUT ADALAH PERATURAN DARI HUKUM PIDANA KHUSUS.
HUKUM PIDANA INDONESIA BERLAKU TERHADAP SETIAP ORANG DIWILAYAH INDONESIA, MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA MAKSUDNYA : WILAYAH TERSEBUT HARUSLAH TERLETAK DI MANA (INDONESIA) KETENTUAN HUKUM PIDANA TERSEBUT BERLAKU (PSL.2, PSL.3, KUHP). WILAYAH : 1. DARAT, AIR, DAN UDARA. 2. KENDARAAN AIR. 3. PESAWAT UDARA.
PEMBAGIAN HUKUMAN KE DALAM HUKUMAAN POKOK DAN HUKUMAN TAMBAHAN (PASAL 10 KUHP) HUKUMAN POKOK ADALAH HUKUMAN YANG DA-PAT DIJATUHKAN TERLEPAS DARI HUKUMAN LAIN. HUKUMAN TAMBAHAN HANYA DAPAT DIJATUH-KAN BERSAMA HUKUMAN POKOK.
JENIS PIDANA : HUKUMAN POKOK : PIDANA MATI PIDANA PENJARA PIDANA KURUNGAN PIDANA DENDA HUKUM TAMBAHAN : PENCABUTAN HAK TERTENTU PERAMPASAN BARANG PENGUMUMAN KEPUTUSAN HAKIM
PEMBAGIAN HUKUM PIDANA HK. PIDANA SUBYEKTIF (IUS PUNIENDI) HK. PIDANA UMUM HUKUM PIDANA HK. PIDANA MATRIIL HK. PIDANA KHUSUS HK. PIDANA OBYEKTIF (IUS PUNALE) HK. PIDANA FORMIL H.P. MILITER H.P. PAJAK Kansil, 1986 : 264-265
HUKUM PIDANA OBYEKTIF (IUS PUNALE) IALAH SEMUA PERATURAN YANG MENGANDUNG KEHARUSAN ATAU LARANGAN, TERHADAP PELANGGARAN MANA DIANCAM DENGAN HUKUMAN BERSIFAT SIKSAAN. HUKUM PIDANA MATRIIL IALAH MENGATUR PERUMUSAN DARI KEJAHATAN DAN PELANGGARAN SERTA SYARAT-SYARAT BILA SESEORANG DAPAT DIHUKUM. HUKUM PIDANA UMUM IALAH HUKUM PIDANA YANG BERLAKU TERHADAP SETIAP PENDUDUK (BERLAKU TERHADAP SIAPA PUN JUGA
DISELURUH INDONESIA) KECUALI KETENTARAAN. HUKUM PIDANA KHUSUS IALAH HKUM PIDANA YANG BERLAKU KHUSUS UNTUK ORANG-ORANG YANG TERTENTU. CONTOH : HUKUM PIDANA MILITER, BERLAKU KHUSUS UNTUK ANGGOTA MILITER DAN MEREKA YANG DIPERSAMAKAN DENGEN MILITER. HUKM PIDANA PAJAK, BERLAKAU KHUSUS UNTUK PERSEROAN DAN MEREKA YANG MEMBAYAR PAJAK (WAJIB PAJAK)
HUKUM PIDANA FORMAL IALAH HUKUM YANG MENGATUR CARA-CARA MENGHUKUM SESEORANG YANG MELANGGAR PERATURAN PIDANA (MERUPAKAN PELAKSANAAN HUKUM PIDANA MATRIIL) HUKUM PIDANA SUBYEKTIF (IUS PUNIENDI) IALAH HAK NEGARA ATAU ALAT-ALAT UNTUK MENGHUKUM BERDASARKAN HUKUM PIDANA OBYEKTIF.
PERTANGGUNGAN JAWABAN MANUSIA PERBUATAN YANG DAPAT DI HUKUM HUKM PIDANA PERTANGGUNGAN JAWABAN MANUSIA PERBUATAN YANG DAPAT DI HUKUM TUJUAN HUKUM PIDANA : MEMBERI SISTEM DALAM BAHAN YANG BANYAK DARI HUKUM ITU : MENGHUBUNGKAN ASAS DA-LAM SATU SISTEM. DOGMATIS YURIDIS KASIL, 1986 : 265
TEORI “HUKUM” TEORI ABSOLUT (IMMANUEL, KANT, HEGEL) KEJAHATAN SENDIRILAH YANG MEMUAT ANASIR-ANASIR YANG MENUNTUT HUKUMAN DAN YANG MEBERNARKAN HUKUMAN DI JATUHKAN HUKUMAN TIDAK BERTUJUAN MEMPERBAIKI PENJAHAT TETAPI SEKEDAR PEMBALASAN
TEORI RELATIF (VON FEURBACH) VAN HAMEL, D. SIMONS. TUJUAN HUKUMAN IALAH MENAKUTKAN MANU-SIA AGAR JAGAN MELAKUKAN PELANGGARAN. HUKUMAN DI BERIKAN UNTUK MEMPERBAIKI MANUSIA BERTUJUAN MENDIDIK MANUSIA, SUPAYA KELAK DI MASYARAKAT DAPAT DITERIMA KEMBALI. HUKUMAN PERLU, AGAR MASYARAKAT TERLINDUNGI TERHADAP PERBUATAN KEJAHATAN, DAN TATA TERTIB MASYARAKAT TERPELIHARA
TEORI GABUNGAN (1 + 2) (BINDING) HUKUMAN DIJATUHKAN BAIK KARENA DOSA, MEMPERBAIKI MANUSIA DAN MENJAGA AGAR MASYARAKAT AMAN. DAPAT JUGA DIKATAKAN HUKUMAN DIJATUHKAN SUPAYA KEDUDUKAN “RUANG CLASS” TIDAK TERGANGGU. (SUMBER : SIMANJUNTAK, PENGANTAR KRIMINOLOGI DAN PATOLOGI SOSIAL 1981 : 96)
PERBUATAN PIDANA - STRAFBAAR FEIT - DELIK MOELYATNO PERBUATAN YANG OLEH ATURAN PIDANA DILA-RANG DAN DI ANCAM DENGAN PIDANA BARANG SIAPA YANG MELANGGAR LARANGAN TERSEBUT. D. SIMON PERBUATAN SALAH DAN MELAWAN HUKUM YANG DI ANCAM PIDANA DAN DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB.
UNSUR-UNSUR PERBUATAN PIDANA PERBUATAN MANUSIA (HANDELING) PERBUATAN MANUSIA ITU HARUS MELAWAN HUKUM PERBUATAN DI ANCAM DENGAN PIDANA OLEH UU HARUS DI LAKUKAN OLEH SESEORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB PERBUATAN ITU HARUS TERJADI KARENA KESALAHAN SI PEMBUAT
II. MENURUT KUHP PERBUATAN PIDANA : KEJAHATAN PELANGGARAN KUHP : TIDAK MEMBERIKAN KETENTUAN/SYARAT UNTUK MEMBEDAKAN KEJAHATAN DAN PELANGGARAN. HANYA MENENTUKAN BUKU II : KEJAHATAN BUKU III : PELANGGARAN PADA UMUMNYA KEJAHATAN DI ANCAM DENGAN PIDANA YANG LEBIH BERAT DARIPADA PELANGGARAN.
KATEGORISASI PERBUATAN PIDANA MENURUT DOCTRINE DOLUS DAN CULPA DOLUS (SENGAJA) : PERBUATAN SENGAJA YG DILARANG DAN DIANCAM DGN PIDANA. CULPA (ALPA) : PERBUATAN YG DILARANG & DIANCAM DENGAN PIDANA YG DILAKUKAN DGN TIDAK SENGAJA HANYA KRN KEALPAAN (KETIDAK HATI-HATIAN).
D.COMMISSIONNIS, D.OMMISSIONIS, D.COMMISSIONNIS PER OMMISIONEM COMMISA D.COMMISSIONNIS : DELIK YG TERJADI KRN SEORANG MELANGGAR LARANGAN, YG DPT MELIPUTI BAIK DELIK FORMAL MAUPUN DELIK MATRIAL.
D. OMMISSIONIS : DELIK YG TERJADI KRN SESEORANG MELALAIKAN SURUHAN (TIDAK BERBUAT), BIASANYA DELIK FORMAL. D. COMMISSIONIS PER OMMISIONEM COMMISA : DELIK YG PADA UMUMNYA DILAKSANAKAN DGN PERBUATAN, TETAPI MUNGKIN TERJADI PULA BILA ORANG TIDAK BERBUAT.
MATERIAL DAN FORMAL MATERIAL : DELIK YG PERUMUSANNYA MENITIK BERATKAN PADA AKIBAT YANG DILARANG DAN DIANCAM DENGAN PIDANA OLEH UU. FORMAL : DELIK YG PERUMUSANNYA MENITIK BERATKAN PADA PERBUATAN YG DILARANG DAN DIANCAM DGN PIDANA OLEH UU.
WITHOUT VICTIM AND WITH VICTIM WITHOUT VICTIM : DELIK YANG DILA-KUKAN DENGAN TIDAK ADA KORBAN. WITH VICTIM : DELIK YG YANG DILA-KUKAN DENGAN ADANYA KORBANNYA BEBERAPA ATAU SESEORANG TER-TENTU.
JENIS SANKSI MENURUT HUKUM PIDANA SEBAGAI PEMBALASAN ATAU PENGIMBALAN TERHADAP KESALAHAN SI PEMBUAT. - UNTUK ORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB (PASAL 10 KUHP) TINDAKAN : UNTUK PERLINDUNGAN MASYARAKAT TERHADAP ORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN YANG MEMBAHAYAKAN MASYARAKAT DAN UNTUK PEMBINAAN DAN PERAWATAN SI PEMBUAT. - UNTUK ORANG YANG MAMPU BERTANGGUNG JAWAB 1. PASAL 44 (2) PASAL 45 KUHP 2. PASAL 8 UU NO.7 DRT 1955
4 ASAS BERLAKUNYA KUHP ASAS TERITORIAL (ASAS WILAYAH) DASAR : TEMPAT KEJADIAN ASAS NASIONAL AKTIF (ASAS PERSONALITAS) DASAR : ORANG YANG MELAKUKAN ASAS NASIONALITAS PASIF (ASAS PERLINDU-NGAN) DASAR : SIAPAPUN PENYERAHAN ASAS UNIVERSALITAS DASAR : MERUGIKAN INTERNASIONAL
Konstruksi Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Ilmu hkm pidana secara umum menyatakan bahwa pertanggungjawaban terhadap suatu tindak pidana adalah suatu proses dilanjutkannya celaan yg objektif terhadap perbuatan yg dinyatakan sbg tindak pidana oleh hkm pidanadan si pelaku merupakan subjek hkm yg dianggap memenuhi persyaratan utk dijatuhi pidana.
Sudarto,menyatakan sbb: Dipidananya seseorang tdklah ckp apabila org itu telah melakukan perbuatan yg bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tsb memenuhi rumusan delik dalam undang2 dan tidak dibenarkan, Namun hal tsb belum memenuhi syarat utk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat utk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah. Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.
Indonesia sebagai penganut civil law,mengakui asas kesalahan sebagai satu2nya asas dalam hal pertanggungjawaban pidana. Pada praktiknya, Indonesia (akibat perkembangan dari pertanggungjawaban pidana) juga mengakui adanya pengecualian terhadap asas tersebut Jadi pada dasarnya Indonesia menganut pertanggumgjawaban berdasarkan unsur kesalahan dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan (kasus2 kesehatan)
Kuhp mengatur pertanggungjawaban pidana hanya pada “orang” dalam arti manusia pada umumnya yang dapat bertanggungjawab terhadap perbuatannya,karena hanya manusialah yang dapat berbuat salah. Tolak ukur utk menentukan adanya kesalahan seseorang harus dipenuhi beberapa unsur,antara lain: 1) adanya kemampuan bertanggungjawab pd si pembuat 2) hub batin antara si pembuat dgn perbuatannya yg berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) ini disebut bentuk kesalahan 3) tdk adanya alasan penghapusan kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.
Ketentuan umum KUHP tsb mengatur bahwa seseorang akan dipertanggungjawabkan secara pidana apabila ia melakukan suatu tindakan yg terlarang (diharuskan),dimana tindakan tsb adalah melawan hkm atau alasan pembenar. Seseorg dikatakan mampu bertanggungjawab pd umumnya dpt dilihat dari: 1)keadaan jiwanya (a) tdk terganggu olh penyakit yg terus menerus atau sementara. (b) tdk cacat dalam pertumbuhan (gagu,idiot) (c) tdk terganggu karena terkejut,hypnotisme,amarah yg meluap-luap,pengaruh bawah sadar,mengigau karena demam,dll. 2) Kemampuan jiwanya: (a) dpt menginsafi hakikat dari tindakannya (b) dapat menentukan kehendaknya ats tindakan tsb,apakah akan dilaksanakan atau tdk. (c) dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tsb.
Hukum pidana menegaskan bahwa seseorg baru dapat dimintai pertanggungjawaban kalau dia mempunyai unsur kesalahan. Asasnya adalah “tiada pidana tanpa kesalahan” Unsur kesalahan dalam pidana dapat berupa sengaja atau kelalaian. Hukum pidana juga memberikan upaya penghapusan pidana atau pemidanaan. Alasan peniadaan/penghapusan pidana dlm KUHP terdiri dalam bentuk 1) alasan pembenar A) keadaan darurat Pasal 48 KUHP mengatur bahwa yg dimaksud keadaan darurat ialah karena: 1) terdapat pertentangan antara dua kepentingan hukum/hak 2) terdapat pertentangan antara kepentingan hkm dgn kewajiban hkm. 3)terdapat pertentangan antara kewajiban hkm dgn kewajiban hkm 2) pembelaan darurat/terpaksa Pasal 49 KUHP menetukan beberapa syarat yg harus dipenuhi agar dpt disebut terpaksa,yaitu A) harus ada serangan 1) yang seketika 2) mengancam secara langsung 3) melawan hak B) ada pembelaan 1) sifatnya mendesak 2) pembelaan itu menunjukkan keseimbangan antara kepentingan hkm yg dibela 3) kepentingan hkm yg dibela hanya badan,kehormatan,harta benda sendiri atau orang lain.
3) menjalankan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 KUHP menentukan bahwa apa yg diperintahkan oleh UU atau wewenang yg diberikan olh suatu UU utk melakukan suatu hal tdk dianggap seperti suatu peristiwa pidana. Peraturan hkm disini diartikan segala perat yg dikeluarkan oleh penguasa yg berhak menetapkan perat di dlm bts wewenangnya. 4) menjalankan perintah jabatan yg sah/berwenang. Pasal 51 ayat (1) KUHP menegaskan dalam menjalankan perintah jabatan antara yang memerintah dan yang diperintah harus ada hubungan yang didasarkan pada hukum publik. Perintah yang diberikan utk seorang majikan kepada bawahannya di dlm hub hkm perdata tdk termasuk dlm psl 51 KUHP.
5) alasan pemaaf A) ketidakmampuan bertanggungjawab Psl 44 ayat (1) KUHP menentukan bahwa org yg menyebabkan peristiwa tdk dipidana karena: 1) JIWA/AKAL YG TUMBUHNYA TDK SEMPURNA. 2) JIWA YG DIGANNGGU OLEH PENYAKIT ,PD WAKTU LAHIRNYA SEHAT,AKAN TETAPI KEMUDIAN DIHINGGAPI PENYAKIT SEPERTI PENYAKIT GILA B) daya paksa (overmacht) Psl 48 KUHP menentukan bahwa suatu tindakan yg dilakukan olh seseorg karena terpaksa tdk dpt dihukum. C) pembelaan terpaksa Psl 49 ayat 2 KUHP menentukan bahwa pembelaan yg melampaui bts merupakan perbuatan yg terlarang akan tetapi karena perbuatan tsb akiba dari suatu goncangan rasa yg disebabkan oleh serangan misalnya naik darah,mk perbuatan dpt dimaafkan olh UU. D) MENJALANKAN PERINTAH JABATAN.
REFERENSI KANSIL, C.S.T., 1993. PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA. JAKARTA : BALAI PUSTAKA. MUSTAFA, BACHSAN, 1984. SISTEM HUKUM INDO-NESIA. BANDUNG : REMADJA KARYA. SIMANJUNTAK, 1981. PENGANTAR KRIMINOLOGI DAN PATOLOGI SOSIAL.
TERIMA KASIH