PENALARAN HUKUM Muchamad Ali Safa’at
PENGERTIAN LUAS: SEMPIT: proses psikologis yang dilakukan untuk sampai pada keputusan atas kasus yang dihadapi. SEMPIT: argumentasi yang melandasi satu keputusan. Logika suatu keputusan. Hubungan antara pertimbangan/alasan dan keputusan, ketepatan alasan atau pertimbangan yang mendukung keputusan.
ARGUMENTASI HUKUM Ketrampilan ilmiah dalam rangka pemecahan masalah-masalah hukum (legal problem solving). Membutuhkan pengetahuan atau keahlian spesifik di bidang hukum. Pre maupun Post Factum.
KEKHUSUSAN PENALARAN HUKUM Argumentasi bermakna hanya jika dibangun atas dasar logika. Tidak berangkat dari kehampaan dimulai dari hukum positif yang bersifat dinamis. Kerangka argumentasi Prosedural Formal Rasional
STRUKTUR ARGUMENTASI HUKUM Logika: Alur premis menuju pada konklusi dari suatu argumentasi harus logis, baik menggunakan rule based reasoning maupun principle based reasoning. Ex falso quolibet (dari yang sesat kesimpulannya keliru) Ex vero nonnisi verum (dari yang benar kesimpulannya benar) Dialektika: Melalui dialektika suatu argumentasi diuji, terutama pada argumentasi pro kontra. Prosedural: Dalam pemeriksaan pengadilan diatur oleh hukum formal yg sekaligus merupakan rule of law dalam proses argumentasi dalam penanganan sengketa.
DEDUKSI CIVIL LAW Rule-based reasoning/ argumentation based on rules NORMA Internal logic Prosedural dialectica PUTUSAN FAKTA Internal logic
Common law principle based reasoning/ argumentation based on precedent Principles Analogi PUTUSAN PUTUSAN FAKTA
Argumentasi hukum Penelusuran Hukum Positif Norma NORMA Konsep Silogisme: A=B B=C A=C FAKTA
NORMA FAKTA Kabur? Terbuka? RECHTSVINDING Montesquieu Hakim adalah corong UU (les parole de la loi) UU menjadi jiwa atau spirit mencari hukum Interpretasi menurut jiwa UU. Bruggink Metode Interpretasi Model Penalaran atau Kontruksi Hukum
PROBLEM UU JAMINAN PRODUK HALAL Pasal 4 Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Pasal 67 (1) Kewajiban bersertifikat halal bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. (2) Sebelum kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku, jenis Produk yang bersertifikat halal diatur secara bertahap. (3) Ketentuan mengenai jenis Produk yang bersertifikat halal secara bertahap sebagaimana diatur pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PROBLEM UU JAMINAN PRODUK HALAL Kapankah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 67 ayat (1) mulai berlaku? Apakah kewajiban itu adalah kewajiban wajib bersertifikat atau wajib mulai mengurus sertifikat halal? Apakah kewajiban tersebut dapat dipenuhi dengan melihat tahapan saat ini? Apa konsekuensi hukumnya jika kewajiban tersebut tidak dapat dipenuhi? Jika tidak dapat dipenuhi, bagaimana solusi hukumnya?