Representatif dan Backlash LGBT Keterwakilan Legislator LGBT dan Serangan Balik dari kelompok Mayoritas
Anggota Kelompok : 1.Dyah Ayu Risky Paramitha ( ) 2.Diah Wijayana ( ) 3.Dinno Mukti Setyoaji ( ) 4.Afriska Yoga Saputri ( ) 5.Indah Dwi Ambarwati( ) 6.Anjani Wulanndari ( ) 7.Rizka Nuri Widiastuti ( ) 8.Dibyo Prastiyo ( )
Penelitian yang dilakukan Donald P. Haider-Markel dari Universitas Kansas meneliti mengenai potensi dampak positif dan dampak negatif dari respresentasi deskriptif (gambaran perwakilan) dalam proses kebijakan. Secara khusus, peneliti merupakan pengaruh legislator negara bagian untuk menerbitkan UU tentang LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) yang diperkenalkan pada tahun 1992 – Penelitiannya menunjukkan bahwa perwakilan LGBT banyak yang berada pada legislatif negara bagian Amerika dan mengarah terhadap perwakilan yg sesungguhnya. Hasilnya jg menunjukkan bahwa representasi deskriptif (gambaran perwakilan) dikaitkan dengan sejumlah UU anti-LGBT. Analisis tambahan menunjukkan bahwa pengaruh jaringan kebijakan dari peningkatan perwakilan LGBT dianggap positif bagi komunitas LGBT. Abstrak
Mengungkapkan bahwa isu LGBT tidak berhubungan dengan isu kejahatan. Meskipun ini UU yang dibutuhkan oleh orang lain, tetapi ini jg UU yang saya butuhkan dan yg saya inginkan. Seperti seorang pengusaha kecil yang mengatakan “Ini adalah bagaimana untuk mempengaruhi bisnis kecil saya”, saya akan bisa berdiri dan mengatakan inilah yang dapat mempengaruhi saya. Jadi saya akan mengungkapkan hal yang mempengaruhi saya..... “Saya menghabiskan banyak waktu dan energi saya untuk bisa berbicara dengan rekan kerja saya, dengan komunitas saya, mengatur respon koalisi yang besar, dan benar-benar berusaha keras untuk menumbuhkan suara yang lain untuk membantu berpartisipasi dalam keseluruhan percakapan ini....” Ungkapan Legislator LGBT Paula Abound, Senator Negara Bagian Arizona pada perannya sebagai legislatir LGBT (Rybka 2006) Scoyy Dibble, Senator Negara Bagian Minnesota untuk menghalangi amandemen larangan perkawinan sejenis (VanDerVeen 2006)
LGBT Sebagai kelompok minoritas memiliki kekhawatiran mengenai keterwakilan didalam politik. Warga LGBT mencoba mencapai perwakilan politik melalui pemilihan kandidat LGBT secara terbuka ke kantor publik. Terdapat 68 orang LGBT Amerika yang menjabat sebagai legislator negara sejak 1974 dan telah meningkat drastis sejak tahun kehadiran legislator LGBT pada negara bagian akan mempengaruhi jumlah dan jenis UU yg terkait dengan LGBT dan penerapan kebijakan terkait LGBT secara spesifik di negara bagian. Perwakilan Politik dan Legislatif Negara Bagian
Representasi Deskriptif dan hubungannya dengan representasi substansif mungkin sangat relevan dengan kebijakan yang menjadi perhatian komunitas LGBT. Di bidang kebijakan ini, perdebatan sering dibumbui dengan perspektif moral. Kehadiran penyampaian argumen dari pihak LGBT dapat dilemahkan dengan argumen lawan (kelompok mayoritas) yang didasarkan pada stereotip negatif LGBT. Orang-orang otonom akan cenderung membuat keputusan yang menentang preferensi komunitas LGBT. Perwakilan Politik dan Legislatif Negara Bagian
Banyak ilmuan dan pengamat politik yang menyatakan bahwa kelompok yg secara tradisional relatif minoritas mulai mendapatkan kekuatan politik, sosial, atau ekonomi dan mereka juga bisa mendapatkan pukulan/serangan balik (reaksi yg tidak baik) dari kelompok mayoritas yang tidak mendukungnya (Blalock 1967; Faluh 1991; Francisco 1996; Hawkesworth 2003; Lublin dan Voss 2000; Yoder 1991). Karena jumlah legislator LGBT yang terus meningkat, serangan balik berupa meningkatnya Undang-Undang anti-LGBT semakin banyak. Serangan Balik/Respon Negatif
Gagasan tentang backlash (reaksi balik) tampaknya sangat relevan dalam politik LGBT, karena para ilmuan pada 1900-an mulai berpendapat bahwa mobilisasi gerakan hak-hak sipil LGBT pada 1970-an juga menciptakan sebuah backlash/reaksi tidak baik atau countermobilisasi dari kekuatan konservatif religius. Bukti untuk reaksi semacam itu tampaknya dapat dibuktikan dengan berlakunya prakarsa pemungutan suara (Witt and McCorkle 1997), undang-undang dan kasus pengadilan yang berkaitan dengan kebijakan yang mecabut dan membatasi pencapaian kebijakan gerakan LGBT (Smith dan Haider-Markel 2002). Serangan Balik/Respon Negatif
Dan karena pemilihan legislator LGBT secara terbuka merupakan peristiwa yang relatif baru yang kemungkinan mendapat liputan media yang cukup besar, penting untuk dicatat bahwa meningkatnya kepentingan isu LGBT membuat penerapan kebijakan Pro-LGBT kemungkinan lebih kecil (Haider-Markel dan Meirer 1996). Serangan Balik/Respon Negatif
Hasil Variabel Dependen dan Independen menunjukkan bahwa jumlah kebijakan Pro-LGBT yang diperkenalkan adalah fungsi ideologi legislatif, masyarakat LGBT, masyarakat fundamentalis Protestan, kompetisi partai dan jumlah legislator LGBT secara terbuka. Ketika populasi Fundamentalis Protestan meningkat, kebijakan Pro-LGBT akan menurun, Kebijakan Pro- LGBT akan meningkat ketika Populasi LGBT meningkat. Namun seiring meningkatnya persaingan partai, kebijakan Pro-LGBT jg akan menurun. Yang paling penting, ketika jumlah legislator LGBT meningkat, jumlah kebijakan Pro-LGBT juga meningkat, menunjukkan bahwa komunitas LGBT telah mencai perwakilan substansial negara bagian dengan memilijh kandidat LGBT secara terbuka di Legislatif
Hasil empiris peneliti menunjukkan bahwa populasi LGBT, populasi konservatif religius, dukungan publik untuk hak-hak sipil LGBT, ideologi elit politik dan karakteristik kelembagaan mendorong pengenalan dan adopsi UU terkait LGBT. Namun juga terdapat konsuskuensi negatif atau reaksi balik terhadap representasi deskriptif untuk komunitas LGBT. Karena jumlah legislator meningkat, demikian jg jumlah kebijakan anti-LGBT yang diperkenalkan dan memberi dampak negatif bagi kelompok LGBT. KESIMPULANKESIMPULAN