BADAN LEGISLASI DPR RI MARET 2011 KERANGKA LEGISLASI ORGANSIASI MASYARAKAT (POKOK-POKOK PIKIRAN PERUBAHAN UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN) BADAN LEGISLASI DPR RI MARET 2011
URGENSI KEBERADAAN ORMAS Pemenuhan kebutuhan sosial Sarana berserikat, berkumpul dan kebebasan berpendapat. Partisipasi masyarakat Pengoganisasian masyarakat Pengkaderan dan memperkuat identitas kebangsaan Penyalur aspirasi Pemberdayaan masyarakat (profesi/non profesi) Penyediaan jasa dan pelayanan Pelembagaan kontrol masyarakat
ORMAS DALAM LINTASAN SEJARAH Kesadaran berserikat dan berkumpul telah tumbuh sejak sebelum kemerdekaan. Lahir berbagai Organisasi seperti Budi Utomo (1908); Syarikat Dagang Islam (1911); Muhammdiyah (1912); Jong Java, jong Celebes, jong Ambon dll (1918); Nahdlatul Ulama (1926); Indonesia Muda (1931); dll Menumbuhkan benih-benih nasionalisme Memperkuat persatuan dan kesatuan Mampu memberdayakan masyarakat Sarana perjuangan kemerdekaan Tonggak kebangkitan nasional
PENGATURAN ORMAS DALAM HUKUM POSITIF Diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan; dan PP Nomor 18 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Keormasan. Masuk dalam Paket Undang-Undang Politik; Terdapat peraturan perundang-undangan lain yang terkait seperti Staatsblad 1870-64 tentang Perkumpulan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 16 tahun 2001 ttg Yayasan, Undang-undang Nomor 40/2009 tentang Kepemudaan dll.
IDENTIFIKASI KELEMAHAN UU ORMAS (UU 5/1985) Paradigma penyusunannya masih dengan pola pikir sentralistis. Tidak sesuai lagi dengan model pemerintahan desentralistis Terdapat sejumlah kekosongan hukum dalam pengaturan Ormas. Tidak mampu menciptakan tertib hukum secara optimal. Tidak harmonis dengan undang-undang lain; Struktur dan teknis penyusunan belum mengacu pada tehnis penyusunan undang-undang yang berlaku (UU Nomor 10 Tahun 2004).
ARAH PERUBAHAN Memperkuat jaminan hak berserikat dan berkumpul bagi warga negara. Penguatan sumber kader dan integrasi bangsa. Penguatan partisipasi masyarakat. Pemberdayaan dan Penguatan Ormas. Transparansi dan akuntabiitas Ormas. Membangun relasi intra/antar/ Ormas yang sehat. Kemandirian dan profesionalisme. Penyediaan mekanisme Penyelesaian konflik kelembagaan. Menciptakan tertib hukum dalam bidang Ormas.
DASAR PERTIMBANGAN PERUBAHAN UU ORMAS Filosofis: Hak berserikat dan berkumpul dalam rangka partisipasi masyarakat dalam mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara Sosiologis: Ormas telah memberikan sumbangan yang besar dalam melahirkan negara kesatuan dan upaya pencapaian kemerdekaan. Selain itu, dinamika mayarakat mengakibatkan pertumbuhan dan relasi antarOrmas semakin kompleks. Yuridis: undang-undang yang berlaku sebagai turunan Pasal 28 UUD 1945 tidak sesuai lagi kebutuhan hukum dalam masyarakat. Berdasarkan Keputusan DPR Nomor /DPR RI/I/2010-2011 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2011, Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan terdaftar dalam nomor urut 29 (duapuluh sembilan) dengan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undangnya disiapkan oleh Badan Legislasi.
DASAR HUKUM Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
POKOK PIKIRAN RUU ORGANISASI MASYARAKAT KETENTUAN UMUM Memuat pengertian/definisi yang digunakan dalam Rancangan Undang-Undang ini, seperti definisi tentang Organisasi Masyarakat, Organisasi Masyarakat Asing, AD, ART, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Menteri.
II. ASAS, CIRI, DAN SIFAT Bab ini memuat tentang asas yang mendasari pendirian Ormas, yaitu Pancasila atau asas lain yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Kemudian Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu dari Ormas yang tidak bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan. Selanjutnya juga ditegaskan tentang sifat Ormas yang independen, mandiri, nirlaba, bukan lembaga pemerintah, dan tidak berafiliasi pada partai politik.
III. TUJUAN DAN FUNGSI Tujuan didirikannya Organisasi Masyarakat: untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat, mengembangkan kehidupan yang demokratis dan harmoni, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional, menjaga kelestarian nilai budaya, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, serta keutuhan sistem sosial kemasyarakatan. Fungsi Organisasi Masyarakat di antaranya sebagai wadah berkumpul dan menyalurkan aspirasi masyarakat, melakukan pendidikan politik, serta melakukan upaya penguatan masyarakat sipil.
IV. BENTUK ORGANISASI MASYARAKAT Bentuk Ormas dibedakan berdasarkan Ormas yang menghimpun organisasi-organisasi lain yang sejenis (federasi) atau Ormas tunggal, Ormas berdasarkan ruang lingkup kegiatan dan wilayah kerjanya, dan Ormas berdasarkan status berbadan hukum atau tidak berbadan hukum, memiliki massa atau tidak, dan terstruktur di tingkat nasional ke bawah atau tidak.
V. PENDIRIAN ORGANISASI MASYARAKAT Bab ini mengatur tentang syarat dan ketentuan dalam pendirian Ormas sesuai dengan jenis dan bentuknya. Kemudian mengenai tata cara dan prosedur pendirian yang meliputi: ketentuan pendaftaran, perijinan, kewenangan pejabat/lembaga yang memberi ijin, dan limitasi waktu yang dibutuhkan untuk pendaftaran atau perijinan. Di samping itu diatur keharusan bahwa Ormas didirikan atas dasar kesamaan tujuan dan kepentingan Ormas sendiri dan tidak terkait atau menjadi underbouw partai politik.
VI. HAK DAN KEWAJIBAN Bab ini mengatur tentang hak Ormas untuk mengurus organisasi secara berdaulat, mandiri, dan terbuka; memperoleh bantuan pemerintah untuk meningkatkan fungsi dan tujuan organisasi; mempertahankan hak hidup sesuai tujuan organisasi dan peraturan perundang-undangan; dan melakukan kerjasama dengan Ormas lain, pemerintah, swasta, dan Omas Asing. Kewajiban Organisasi Masyarakat di antaranya: melakukan kegiatan organisasi sesuai tujuan Ormas; memelihara kearifan lokal dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat; menjaga keutuhan NKRI, mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional; dan melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel.
VII. ORGANISASI DAN KEDUDUKAN Bab ini mengatur tentang struktur atau hierarkhi Ormas dan tempat kedudukannya dari tingkat pusat yang berkedudukan di ibukota negara, tingkat provinsi yang berkedudukan di ibukota provinsi, tingkat kabupaten/kota yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, di tingkat kecamatan, hingga di tingkat desa/kelurahan. Diadiatur pula agar Ormas memiliki kantor atau sekretariat organisasi.
VIII. KEANGGOTAAN Bab ini mengatur tentang syarat sebagai anggota Ormas; sifat keanggotaan yang sukarela, terbuka, setara, dan partisipatif; serta diatur juga mengenai mekanisme perekrutan dan pemberhentian anggota. Selanjutnya diatur hak dan kewajiban setiap anggota Ormas.
IX. KEPENGURUSAN DAN KEPUTUSAN ORGANISASI Bab ini mengatur tentang bentuk, susunan, dan komposisi kepengurusan Ormas dari tingkat pusat sampai tingkat desa/kelurahan; mekanisme pemilihan atau pergantian kepengurusan dan periodesasinya; mekanisme permusyawaratan dan pengambilan keputusan dalam organisasi.
X. ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA Ormas harus memiliki AD/ART yang memuat sekurang-kurangnya tentang: pendiri dan tanggal Ormas didirikan, asas, visi misi, nama dan lambang organisasi, tujuan dan fungsi, tempat kedudukan, kepengurusan, mekanisme permusyawaratan, dan keuangan, pengawasan internal dan mekanisme penyelesaian konflik lembaga. Kemudian diatur juga tentang tata cara perubahan dan pengesahan AD/ART. AD/ART menjadi peraturan Organisasi yang mengikat dan berlaku efektif.
XI. KEUANGAN Bab ini mengatur tentang sumber keuangan Ormas, baik yang berasal dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut peraturan perundang-undangan, bantuan dari pemerintah (APBN) atau pemerintah daerah (APBD), dan bantuan lain dari lembaga asing (luar negeri). Selanjutnya, diatur tentang mekanisme pengelolaan keuangan organisasi dan tanggung jawab pelaporan keuangan organisasi yang transparan dan akuntabel.
XII. PEMBERDAYAAN ORGANISASI MASYARAKAT Bab ini mengatur tentang peranan pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan materiil maupun teknis kepada Ormas; melibatkan Ormas dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; mengembangkan komunikasi terbuka dan berkesinambungan; serta memnagun data base Ormas. Di samping itu untuk mendorong kemandirian dan diatur tentang dimungkikan Ormas mendirikan Badan Usaha untuk kelangsunagn dan mencapai tujuan organisasi.
XIII. ORGANISASI MASYARAKAT ASING Bab ini mengatur tentang dimungkinkannya keterlibatan organisasi masyarakat asing melakukan kegiatan di Indonesia, ketentuan atau larangan yang harus dipatuhi, seperti: dilarang melakukan spionase, merongrong kedaulatan dan kesatuan NKRI, berkantor di dalam kantor lembaga negara, mencampuri kebijakan Negara. Dalam pelaksanaan kegiatan diatur pula mengenai mekanisme keterlibatan dan kerjasamanya dengan Ormas lokal maupun pemerintah/pemerintah daerah.
XIV. PENGAWASAN Untuk menjaga kredibilitas dan pencapaian visi dan misinya setiap Ormas didorong memiliki mekanisme pengawasan internal yang kuat dan efektif. Dalam rangka pengawasan, dimungkikan masyarakat dapat mengajukan keberatan apabila terdapat Ormas yang mengganggu ketertiban dengan mengajukan kepada pemerintah/pemerintah daerah. Pemerintah/Pemerintah daerah membentuk Tim untuk memverfikasi dan mencari penyelesain derngan pendekatan persuasi, mediasi, rekonsiliasi atau arbritase; pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan ke pengadilan (Mahkamah Konstitusi) dalam rangka pembekuan atau pembubaran Ormas.
XV. LARANGAN Bab ini mengatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh Ormas maupun organisasi masyarakat asing. Larangan antara lain melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD Tahun 1945, menganggu ketertiban umum dan keutuhan NKRI, memaksakan kehendak, menodai keyakinan agama, dan melakukan kekerasan atas kelompok lain, serta melakukan kegiatan yang melanggar peraturan perundang-undangan.
XVI. PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI Bab ini mengatur tentang penyelesaian sengketa organisasi yang harus diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian secara mufakat tidak tercapai, diupayakan penyelesaian melalui mediasi atau arbitrase. Selanjutnya, jika penyelesaian secara mediasi atau arbitrase tidak tercapai ditempuh upaya hukum melalui pengadilan.
XVII. SANKSI Bab ini mengatur tentang sanksi administrasi yang dapat berupa teguran, denda/ganti kerugian, dan pembekuan atau pembubaran terhadap Ormas yang melanggar, serta ketentuan pidana terhadap setiap orang yang melakukan kekerasan dan menganggu ketertiban umum. Demikian juga sanksi kepada pejabat yang menyalagunakan kekuasaannya sehingga mengganggu masyarakat dalam mewujudkan hak kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
XVIII. KETENTUAN PENUTUP Bab ini mengatur tentang pencabutan peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya dan pemberlakuan Undang-undang ini.
SEKIAN & TERIMA KASIH