Pengadilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia
PA Pada Masa Penjajahan Dibagi atas beberapa peradilan : Peradilan Gubernemen Peradilan Pribumi Peradilan Swapraja Peradilan Agama Peradilan Desa Berdasarlan Stbl 1855 No 2 (pasal 77 RR) ditentukan batas-batas kewenangan PA : PA tidak berwenang dalam perkara pidana Apabila menurut hukum agama perkara tersebut harus diputuskanoleh PA
Munculnya teori receptio in complexu yang ditemukan oleh willem christian van den berg (1845-1927)” isinya: “Bagi orang islam berlaku penuh hukum islam, sebab ia telah memeluk agama islam, walaupun dalam pelaksanaanya ada penyimpangan- penyimpangan”. PA untuk Jawa dan Madura diresmikan oleh PMH melalui Stbl. 1882 no. 152 dengan sebutan Priesteraad, Pengadilan Serambi
Hukum adat atau diterima hukum adat Munculnya teori receptio yang ditemukan oleh christian snouck hurgronye (1857) “hukum islam dapat dianggap sebagai hukum masyarakat apabila telah memenuhi: Hukum adat atau diterima hukum adat Sekalipun sudah diterima, kaidah hukum islam tidak Boleh bertentangan dengan undang-undang hindia Belanda
Dengan Munculnya teori diatas, maka kewenangan PA untuk Jawa Dan Madura diubah dengan Stbl 1937 No. 116 dan 610 Perubahan terutama masalah yang berhubungan dengan kewarisan diserahkan menjadi kewenangan Pengadilan Umum dengan pertimbangan hukum waris Islam belum menjadi hukum adat Daerah Kalsel dan Kaltim, didirikan Stbl. 1937 No. 638 dan 639 dengan sebutan Krapatan Qadli dan Krapatan Qadli Besar
SISTEM HUKUM DI INDONESIA HUKUM BARAT BERLAKU DI PENGADILAN NEGERI HUKUM ADAT BERLAKU DI PENGADILAN NEGERI HUKUM ISLAM BERLAKU DI PENGADILAN AGAMA
PA Pada Masa Setelah Kemerdekaan 1 tahun pasca merdeka, pembinaan PA berpindah kepada Kementrian Agama dari Kementrian Kehakiman melalui PP No. 5/SD/1946 UU no. 19 Tahun 1948, PA dimasukkan dalam Peradilan Umum Berdasarkan UU Darurat No. 1 tahun 1951, menghapus Peradilan Swapraja Dan Peradilan Desa
UU 19 / 1948 dicabut oleh UU No.7 / 1989 tentan Peradilan Agama, mulai berlaku 29 Desember 1989 UU no. 14/ 1970 tentang kekuasaan kehakiman yang mensejajarkan peradilan agama dengan peradilan lainnya Perkembangan jumlah PA semakin banyak, setiap Kab/ KotaMadya (PA I), setiap Provinsi ( PTA )
Tujuan utama pembentukan UU Peradilan Agama : Mempertegas kedudukan dan kekuasaan peradilan agama sebagai kekuasaan kehakiman Menciptakan kesatuan hukum peradilan agama
Peradilan Agama hanya diperuntukkan bagi orang2 Islam Menerapkan opsi hukum dalam perkara kewarisan Kompetensi Absolut Peradilan Agama : Perkawinan Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam c. Wakaf dan shadaqah
KEKUASAAN PERADILAN AGAMA PASAL 49 AYAT (1): PENGADILAN AGAMA BERTUGAS DAN BERWENANG MEMERIKSA, MEMUTUS DAN MENYELESAIKAN PERKARA-PERKARA DI TINGKAT PERTAMA ANTARA ORANG BERAGAMA ISLAM DI BIDANG: PERKAWINAN IZIN BERISTRI LEBIH DARI SATU, IZIN BAGI YANG BERUSIA KURANG DARI 21 TAHUN, JIKA TERJADI PERBEDAAN PENDAPAT PADA ORANGTUA, DISPENSASI KAWIN, PENCEGAHAN PERKAWINAN, PEMBATALAN PERKAWINAN, PENYELESAIAN HARTA BERSAMA DLL KEWARISAN, WASIAT DAN HIBAH YANG DILAKUKAN BERDASARKAN HUKUM ISLAM PENENTUAN SIAPA AHLI WARIS, PENENTUAN HARTA PENINGGALAN DLL WAKAF DAN SHADAQAH
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini Sidang pemeriksaan dilakukan secara terbuka, kecuali karena alasan UU atau perintah hakim, dapat dilaksanakan secara tertutup.
Pada tanggal 20 Maret 2006 keluar UU No. 3 Th Pada tanggal 20 Maret 2006 keluar UU No. 3 Th. 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Beberapa Perubahan Pokok dalam UU No. 3 Th. 2006 : Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang.
Kompetensi absolut : perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari'ah (Pasal 49). Sengketa hak milik antar orang Islam diputus bersama perkara Pasal 49 Opsi hukum dalam perkara kewarisan dihapus
Pada Tanggal 29 Oktober 2009 keluar UU No. 50 Th Pada Tanggal 29 Oktober 2009 keluar UU No. 50 Th. 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
KOMPILASI HUKUM ISLAM
DASAR HUKUM KOMPILASI HUKUM ISLAM 1. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991 2. Kepmenag Nomor 154 Tahun 1991 Tanggal 22 Juli 1991
Pengertian KHI H. Abdurrahman, SH. : “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia merupakan rangkuman dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama fikih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan.”
POSISI KHI dalam tata hukum nasional Tata Hukum Nasional awal kemerdekaan: 1. Hukum produk legislasi kolonial. 2. Hukum adat. 3. Hukum Islam, dan 4. Hukum produk legislasi nasional. Dapat disimpulkan bahwa KHI merupakan gabungan antara hukum Islam dg produk legisalasi nasional dalam kata lain “pemberlakuan hukum Islam melalui legislasi.”
Proses KHI Awal mula diumumkan oleh Menteri Agama RI : Munawir Sjadzali, MA. (1983- 1993) Maret 1985 Presiden Soeharto ambil prakarsa penyusunan KHI. Ditindaklanjuti pada tanggal 25 Maret 1985 Mahkamah Agung dg Departemen Agama mengeluarkan keputusan bersama Nomor 07/KMA/1985 dan No. 25 tahun 1985 yang ditandatangani di Yogyakarta oleh Ketua MA dan Menteri Agama.
Makna Kehadiran KHI Menggambarkan ragam makna kehidupan masyarakat Islam Indonesia, terutama tentang : 1) adanya norma hukum yang hidup dalam masyrakat dan berperan serta mengatur interaksi sosial. 2) aktualisasi normatif dari eksplanasi fungsional ajaran Islam yang berimplikasi terpenuhinya tuntutan kebutuhan hukum. 3) kesepakatan dari para ulama.
Muatan KHI Buku I : Hukum Perkawinan. (Pasal 1 - 170) Buku II : Hukum Kewarisan. (Pasal 171 – 214) Buku III : Hukum Perwakafan. (Pasal 215 – 229)
ASAS-ASAS HUKUM PERKAWINAN 1. Asas Sukarela. 2. Asas Persetujuan kedua belah pihak. 3. Asas Kebebasan memilih. 4. Asas Kemitraan suami – istri. 5. Asas berlaku untuk selama-lamanya. 6. Asas monogami terbuka.
Asas-asas Kewarisan Islam 1. Asas Ijbari. bersifat otomatis 2. Asas Bilateral. mewaris dari 2 belah pihak 3. Asas Individual. 4. Asas Keadilan Berimbang. 5. Asas Akibat Kematian.
Asas-asas Perdata Islam 1. Asas kebolehan atau mubah. 2. Asas kemaslahatan dalam kehidupan. 3. Asas kebebasan dan kesukarelaan. 4. Asas menolak mudharat dan mengambil manfaat. 5. Asas kebajikan. 6. Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan sederajat. 7. Asas adil dan berimbang. 8. Asas mendahulukan kewajiban daripada hak.
Asas-asas Perdata Islam 9. Asas merugikan diri sendiri dan orang lain. 10. Asas kemampuan berbuat atau bertindak. 11. Asas kebebasan berusaha. 12. Asas mendapatkan sesuatu karena usaha dan jasa. 13. Asas perlindungan hak. 14. Asas hak milik berfungsi sosial. 15. Asas yang beriktikad baik harus dilindungi. 16. Asas risiko dibebaskan pada harta bukan pada pekerja. 17. Asas mengatur dan memberi petunjuk. 18. Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi.