ANALISIS AGAMA DAN BUDAYA DALAM “KLAB”
TEORI-TEORI AGAMA SUBSTANTIF FUNGSIONAL
TEORI SUBSTANTIF Teori Substantif (esensialis ): teori yang berfokus pada ajaran pokok agama dan maknanya yang diyakini oleh para penganutnya. Dengan kata lain, keimanan seseorang disebabkan oleh karena adanya keyakinan yang masuk akal, dan mereka berpegang kuat dengan nilai2nya serta memahami maknanya. Tokoh-tokohnya: 1. Tylor, pemikirannya fokus pada nilai2 agama yang kongkrit bagi penganutnya , 2. Frazer, pemikirannya terkait dengan pemahaman tentang agama berhubungan dengan istilah magis dari jaman primitif. 3. Mircea Eliade, pemikirannya fokus pada kerinduan untuk mendapat kesempurnaan di dunia dan akhirat, pencarian makna, dan mencari pola dalam mitologi di berbagai agama.
TEORI FUNGSIONAL Fungsional (reduksionis ): Teori yang berfokus pada fungsi sosial atau psikologis dari sebuah agama. Dengan kata lain, agama menjadi milik kelompok atau individu, atau agama "melakukan fungsi-fungsi tertentu bagi masyarakat.” Tokoh-tokohnya: 1. Karl Marx, yang menyatakan bahwa agama berperan dalam masyarakat kapitalis dan pra – kapitalis, 2. Sigmund Freud, yang menyatakan bahwa psikologi adalah asal dari keyakinan agama, 3. Émile Durkheim, yang menayatakan bahwa fungsi sosial agama,
E.B. Taylor (1832-1917) Agama adalah keyakinan terhadap sesuatu yang spiritual, yakni adanya keyakinan terhadap roh-roh berpikir, berprilaku, dan berperasaan seperti manusia. Esensi dari setiap agama adalah animisme (anima yang berarti roh. Manusia selalu diliputi oleh dua hal yaitu mati dan mimpi, phenomena ini menimbulkan pertanyaan dalam masyarakat primitif. Dari pertanyaan ini lahirlah konsep jiwa (anima). Ketika bermimpi jiwa kita pergi dulu lalu kemudian kembali saat terbangun. Sementara ketika mati jiwanya pergi dan tak pernah kembali. Maka timbul keyakinan bahwa ada kekuatan yang maha dahsyat di luar diri manusia, dari sini munculah konsep kepercayaan terhadap ruh (animisme) yang diekspresikan lewat ritual-ritual.
J.G. Frazer (1854-1941) Manusia hidup membutuhkan makan, biologis dll. Ketika semua kebutuhan itu tidak dapat terpenuhi maka dia meyakini ada suatu kekuatan lain di luar sana. Maka, manusia meminta sesuatu pada kekuatan itu lewat praktek magic. Mata pencaharian masyarakat pada waktu itu adalah berburu dan berccocok tanam. Ketika buruannnya tidak berhasil, tanamannya gagal panen, dan kebutuhannya tidak dapat diperoleh, maka muncul sebuah keyakinan ada kekuatan yang lain di dunia ini yang menguasainya (magic).
Mircea Elliade (1907-1986) Agama bagi Eliade bersifat independen, untuk menjelaskannya perlu dua pendekatan yaitu historis dan fenomenologis. Penedekatan historis dapat menjelaskan bahwa mengkaji agama berarti mengkaji kehidupan di masa lalu, yang masih bergantung pada alam yakni bercocok tanam dan berburu serta hidupnya nomaden. Pendekatan fenomenologis diperlukan karena tanpa metode perbandingan kita tidak akan mengetahui kebenaran yang riil. Terdapat pola umum dalam fenomena agama yang satu dengan yang lainnya, meski berbeda masa, dan tempat kesejarahannya, namun memiliki konsep yang sama.
Karl Marx (1818-1883) Dua gagasan penting Karl Marx: 1 Karl Marx (1818-1883) Dua gagasan penting Karl Marx: 1. bahwa ekonomi sebagai hal yang mempengaruhi perilaku manusia, 2. bahwa dalam sejarahnya manusia memiliki konflik pertentangan kelas, yakni antara kaum penguasa dan kapital dengan kaum proletar dan rakyat jelata. Pertentangan itu hanya bisa selesai dengan jalan revolusi menghancurkan sistem ekonomi yang ada serta membentuk pemerintahan proletar yang membawa pada perubahan kedamaian serta kebebasan yang tidak terdapat pertentangan kelas. Terkait dg kondis ini, Marx jberpendapat bahwa agama adalah candu masyarakat dan tempat pelarian masyarakat miskin dari kesengsaraan dan penindasan.
Sigmund Freud (1856-1939) Terkenal dengan teori agama neurosis obsessional yang lahir dari teori psikoanalis. Manusia terdiri dari tiga unsur yaitu id, ego, dan superego. Id adalah kehendak atau keinginan, ego adalah pelaksana atau suksesi dari keinginan itu, dan superego adalah sebagai filter. Dalam realita tidak semua keinginan manusia terpenuhi, karena terhalang oleh superego, yang kemudian menjelma menjadi penyakit neurosis. Kondisi inilah yang membuat manusia mencari pelampiasannya yaitu agama. Tingkah laku orang yang beragama itu sama dengan orang yang menderita penyakit neurosis. Jika manusia tidak mau punya penyakit neurosis maka tinggalkanlah agama. Karena agama adalah penghalang bagi keinginan manusia.
Emile Durkheim(1815-1917) Teori kesakralan masyarakat, di mana agama dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Dalam masyarakat ada dua hal: Yang Sakral, diartikan sebagai sesuatu yang superior, berkuasa, dan dalam kondisi normal ia tidak tersentuh dan selalu dihormati. Yang profan berarti sesuatu yang biasa-biasa dan menjadi keseharian masyarakat. Agama adalah bagian yang paling berharga dalam kehidupan sosial. Dia menyediakan ide, ritual dan perasaan-perasaan yang menuntun seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai suatu masyarakat yang eksis, maka segala ide-ide, ritual-ritual upacara akan selalu ada, hal tersebutlah yang menyebabkan agama tetap ada.
TEORI-TEORI BUDAYA (Budaya sebagai sebuah sistem)
Budaya Sebagai Sistem Kognitif Budaya adalah bagian dari pengetahuan (cognitif). Mempelajari budaya, sama artinya mempelajari suatu pengetahuan. Melalui budaya seseorang bisa mempelajari suatu ilmu pengetahuan yang arif bijaksana. Karena itu pula (Goodenough) menyatakan bahwa kebudayaan terkait dg hal-hal yang ada dalam pikiran manusia, model-model prilaku yang diakui dan diterima, yang kemudaian bisa ditafsirkan melalui suatu fenomena.
Budaya Sebagai Sistem Struktural Budaya ialah pikiran (mind). Struktur pemikiran – pemikiran yang meliputi tentang bahasa, adat istiadat yang berbeda antara masyarakat dipandang sebagai Budaya. Oleh karena itu setiap budaya pada masing – masing masyarakat berbeda di seluruh dunia karena pikiran mereka yang menyebabkan kebudayaan itu berbeda satu sama lain. Menurut Levi-Strauss memandang budaya sebagai sistem simbolik yang dimiliki bersama dan merupakan ciptaan pikiran secara kumulatif.
Budaya Sebagai Sistem Simbolik Kebudayaan adalah sistem makna dan simbol (Schneider). Kebudayaan itu tidak dimiliki individu namun dimiliki bersama oleh suatu masyarakat. Jadi mempelajari budaya adalah berarti mempelajari aturan-aturan makna yang dimiliki bersama.
Budaya dan Sistem sosiokultural Budaya adalah sebuah Sistem sosiokultural, yang mewakili realisasi sosial atau aturan –aturan tentang pola untuk hidup yang ideasional dalam lingkungan tertentu.. Sistem Sosiokultural bekerja dalam proses adaptasi dan perubahan misalnya bagaimana hubungan tinggal setelah menikah dengan pertumbuhan penduduk suatu daerah.
Budaya Sebagai Sistem Ideasional Budaya dan kepribadian memiliki perbedaan sebagaimana permasalahan yang cukup sering muncul misalnya mengenai emansipasi wanita yang dahulu budayanya seorang istri diharuskan untuk tinggal dirumah, melayani suami, merawat anak dan sebagainya, namun sekarang seiring berkembangnya zaman dan pemikiran yang terbuka dapat membuka peluang bagi perempuan untuk bekerja atau biasa disebut wanita karir.