AL HAKIM (yang berhak membuat hukum) HM. Khoir Hari Moekti
Siapa al Hakim itu ? Al Hakim bukanlah pemegang kekuasaan yang menerapkan semua hal dengan kekuasaan yang dimilikinya. Yang dimaksud al Hakim adalah yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan hukum berkaitan dengan perbuatan manusia dan benda2.
Ada pertanyaan Siapakah yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan hukum atas perbuatan manusia dan segala sesuatu yang terkait dengannya, apakah Allah atau manusia itu sendiri ? Atau dengan ungkapan lain apakah syara’ atau Akal ? Karena yang menjadikan kita tahu bahwa ini hukum Allah adalah syara’, sedangkan yang menjadikan manusia dapat menghukumi adalah akal
Ada 3 keadaan yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan benda2 Aspek Realitas Faktanya, yaitu keadaan dari Fakta yang terindera Aspek kesesuaian atau tidaknya dengan kecenderungan manusia Aspek pujian/celaan, atau terkait pahala/siksa
Untuk Aspek Realitas Fakta dan aspek kesesuaian atau tidaknya dengan kecenderungan naluriyah manusia maka manusia sendiri atau akal yang menjadi al Hakim, karena realistasnya akal mampu menghukumi dari dua aspek diatas. Artinya, akal mampu memahami realitas fakta dan menghukuminya dari sisi sesuai atau tidaknya dengan kecenderungan naluriyah manusia. Contohnya : secara fitrah dan naluriyah, manusia sepakat memberikan penilaian; * cantik itu baik, jelek itu buruk * kaya itu baik, miskin itu buruk * normal itu baik, cacat itu buruk
Namun berkaitan dengan Aspek terpuji/tercela atau pahala/siksa, maka hanya Allah SWT satu-satunya yang berhak sebagai Al Hakim, yakni menetapkan hukum atas perbuatan atau benda2. Contohnya : * cantik itu baik, jelek itu buruk apakah wanita yang cantik itu terpuji, ternyata masih memerlukan penjelasan lagi atas kondisi itu. Kalo kecantikannya untuk menggoda lelaki lain sehingga mendorong berbuat zina, maka itu tercela dan dosa, tapi kalo kecantikannya untuk menyenangkan suaminya maka itu terpuji dan berpahala.
Allah SWT satu-satunya Al hakim Hanya Allah SWT yang memiliki otoritas untuk menghukumi apakah perbuatan manusia itu terpuji / tercela atau berpahala / berdosa. Manusia tidak memiliki otoritas sama sekali. Akal manusia tidak mampu memahami hakekat apakah itu terpuji atau tercela. Kalo diserahkan kepada manusia, maka manusia akan menilainya berdasarkan hawa nafsunya, dan itu akan berbeda-beda untuk setiap orang dan berubah-ubah untuk setiap zaman.
QS. Al Baqarah 216 Allah SWT berfirman : “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui “
BATASAN FUNGSI AKAL Fungsi Utama adalah memahami Hukum Allah Fungsi Lainnya membuat aturan rincian yang tidak dirinci oleh Al quran dan As sunnah dalam aspek teknis, misalnya : Tata ruang kota, aturan Lalu lintas, administrasi kependudukan, dll Menyingkap hukum yang belum dijelaskan oleh Al quran dan As sunnah melalui ijtihad hukum
DALAM SISTEM DEMOKRASI Akal manusia diberikan otoritas membuat hukum seluas luasnya prinsip suara terbanyak Kesalahan fatalnya adalah melanggar otoritas Allah dalam membuat hukum Misalnya : Allah melarang Riba, Demokrasi menghalalkan Allah melarang Zina, Demokrasi membolehkan Allah mewajibkan Jilbab, Demokrasi melarang Allah mewajibkan hukum rajam bagi pezina muhshon, Demokrasi membiarkan dengan alasan suka sama suka dll
KESIMPULAN Allah memberikan manusia Akal adalah untuk berfikir dan memahami ayat-ayat Allah yaitu : Perintah, Larangan, Pujian, Celaan, Kabar gembira, Ancaman, balasan surga, siksa neraka, dll BUKAN UNTUK MELAWAN ALLAH, atau MEMBUAT TANDINGAN SELAIN ALLAH (THAGHUT).
QS. AL MAIDAH 44, 45, 47 Allah SWT berfirman : “barangsiapa yang tidak memutuskan (hukum) dengan (hukum) yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang Kafir” (ayat 44) “…mereka itulah orang-orang zalim” (ayat 45) “…mereka itulah orang-orang fasik” (ayat 47)