PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN Pokok-pokok Pengertian Tentang Penyuluhan Pertanian Kebijakan dan Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
POKOK-POKOK PENGERTIAN PENYULUHAN PERTANIAN Diskusi tentang istilah “penyuluhan” (extension), pertama kali dilakukan pada pertengahan abad ke-19 oleh Universitas Oxford dan Universitas Cambridge pada sekitar tahun 1850 (Swanson, 1997). Dalam perjalanannya, Van Den Bam (1985) mencatat beberapa istilah seperti di Belanda disebut voorlichting, advisory work di Jerman, vulgarization di Perancis dan capacitacion di daerah Spanyol, sedangkan Indonesia menggunakan istilah penyuluhan. Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada tahun 1817. Tetapi Prof. Iso Hadiprodjo merasa keberatan dan menunjuk tahun 1905 sebagai kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia, bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain mewakili tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Hal ini disebabkan karena kegiatan penyuluhan sebelum tahun 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka pemaksaan “tanam paksa” atau culturestelsel.
Pengertian Penyuluhan masih beragam, karena menyangkut banyak tujuan dan kepentingan. Sehingga setiap orang dapat memberikan konsepnya sendiri, sesuai latar belakang keilmuan dan kepentingan yang ada padanya. Penyuluhan Sebagai Proses Penyebarluasan Informasi Dengan demikian Penyuluhan dapat diartikan: ”Proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga serta masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian” Penyuluhan Sebagai Proses Penerangan atau Pemberian Penjelasan Sebagai proses penerangan, penyuluhan tidak hanya berbatas pada memberikan penerangan, tetapi juga menjelaskan mengenai segala informasi yang ingin disampaikan kepada kelompok sasaran yang akan menerima masalah penyuluhan, sehingga mereka benar-benar memahaminya seperti yang dimaksudkan oleh penyuluh.
Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Perilaku Tujuan penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasaran. Hal ini merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia (Margono Slamet, 2003). Penyuluhan Sebagai Proses Belajar Kegiatan penyebarluasan informasi dan penjelasan yang diberikan dapat merangsang terjadinya perubahan perilaku yang dilakukan melalui kegiatan belajar. Perubahan perilaku yang melalui proses belajar biasanya berlangsung lebih lambat, tetapi perubahannya relatif lebih kekal. Berkebalikan jika perubahan tersebut karena paksaan ataupun bujukan. Pendidikan yang berlangsung disini tidak berlangsung vertikal yang lebih bersifat menggurui, tetapi merupakan pendidikan orang dewasa horizontal dan lateral (Mead, 1959) yang lebih bersifat “partisipatif”.
Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Sosial SDC (1955) menyatakan bahwa, penyuluhan tidak hanya merupakan proses perubahan perilaku pada diri sesorang, tetapi merupakan proses perubahan sosial, yang mencakup banyak aspek yang termasuk politik dan ekonomi yang dalam jangka panjang secara bertahap mampu diandalkan menciptakan pilihan-pilihan baru untuk memperbaiki kehidupan masyarakatnya. Yang dimaksud dengan perubahn sosial disini adalah perubahan hubungan antar individu dalam masyarakat, termasuk struktur, nilai-nilai serta pranata sosialnya. Penyuluhan Sebagai Proses Rekayasa Sosial Merupakan segala upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia agar mereka mau, tau dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing-masing. Rekayasa yang pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas dan kesejahteraan kelompok sasarannya sering kali berdampak negatif, manakala hanya mengacu kepada kepentingan perekayasa, sementara masyarakat dijadikan korban untuk memenuhi kebutuhan perekayasa.
Penyuluhan Sebagai Proses Pemasaran Sosial Berbeda dengan rekayasa sosial yang lebih berkonotasi “membentuk” atau menjadikan masyarakat sebagai sesuatu yang “baru” sesuai yang dikehendaki oleh perekayasa, proses pemasaran sosial dimaksudkan untuk menawarkan sesuatu kepada masyarakat. Sehingga dalam pemasaran sosial, pengambilan keputusan seluruhnya berada di tangan masyarakat itu sendiri. Pada proses pemasaran sosial, masyarakat bebas menawar atau bahkan menolak segala sesuatu yang dinilai tidak bermanfaat, merugikan atau mengakibatkan masyarakat mengorbankan sesuatu yang melebihi manfaatnya. Penyuluhan Sebagai Poses Pemberdayaan Masyarakat Dalam konsep pemberdayaan terkandung pemahaman bahwa pemberdayaan tersebut diarahkan demi terciptanya masyarakat yang madani dan mandiri. Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk memperkuat masyarakat. Agar mereka dapan berperan secara aktif dalam keseluruhan proses pembangunan.
Penyuluhan Sebagai Proses Penguatan Kapasitas Kemampuan atau kapasitas masyarakat, diartikan sebagai daya atau kekuatan yang dimiliki oleh setiap individu dan masyarakatnya untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki supaya lebih berhasil-guna (efektif), berdaya-guna (efisien) dan berkelanjutan. Penyuluhan Sebagai Proses Komunikasi Pembangunan Sebagai proses komunikasi pembangunan, penyuluahan tidak hanya sekedar upaya penyampaian pesan pembangunan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah untuk menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Mardikanto, 1987).
KEBIJAKAN PENYULUHAN PERTANIAN Arti Penting Kebijakan Penyuluhan Pertanian Arti penting kebijakan penyuluhan pertanian, semakin nampak nyata dari telaahan tentang sistem penyuluhan pertanian yang menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan berkaitan dengan banyak pihak yang melakukan beragam kegiatan, yang meliputi penelitian, diseminasi informasi (inovasi), pengadaan saran produksi, pengadaan peralatan (mesin pertanian), pemasaran produk yang dihasilkan, pembiayaan, transportasi dan aneka jasa yang lain. Sehingga, kegiatan penyuluhan pertanian tidak cukup ditangani oleh satu institusi pemerintah, tetapi akan melibatkan banyak instansi yang memerlukan koordinasi dan integrasi secara berkelanjutan. Dalam hubungan ini, dalam UU No. 16 Tahun 2006 dinyatakan bahwa kebijakan penyuluhan pertanian mencakup strategi, kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, pembiayaan serta pengendalian dan pengawasan.
Bentuk-bentuk Kebijakan Penyuluhan Pertanian di Indonesia Pembangunan Kebun Raya Bogor (17 Mei 1817) Pelaksanaan Tanam Paksa (Culturestelsel, 1831-1917) Pembentukan Departemen Pertanian (Departement Van Landbouw) oleh Departemen Pertanian pada 1905 dan pada 1908 mulai diangkat pembantu penasehat pertanian (Assistent Landbouw Adviseurs) Pembentukan Landbouw Voorlichting Dienst (LVD) pada 1910 dan pada 1921 LVD dijadikan Dinas Pertanian Provinsi yang terlepas ara halus maupun secra keras. Kondisi tersebut baru mengalami perubahan setelah pada 1921 LVD dijadikan Dinas Pertanian Provinsi. Zaman Jepang (1942-1945) Pada masa ini, praktis tidak ada kegiatan penyuluhan. Yang ada hanya kegiatan pemaksaan yang dilakukan melalui Son Sidoing (Mantri Tani) dan Nogya Kumiai (Koperasi Pertanian) di tingkat kecamatan untuk memperlancar Produksi dan Pengumpulan Hasil. Pembentukan BPMD Pembentukan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) pada tahun 1950 di setiap Kecamatan merupakan realisasi kebijakan penyuluhan pertanian kaitannya dengan pelaksanaan RKI (Rencana Kesejahteraan Istimewa) ke I (1950-1955) dan ke II (1955-1960). Melalui BPMD, penyuluhan dilakukan dengan melakukan kursus-kursus sebagai pelaksanaan metoda “tetesan minyak” (olievlejk systeem).
Penyuluhan Masal (Tumpahan Air) Pada pertengahan 1959, terjadi perubahan politik dengan dikeluarkannya DEKRIT Presiden pada 5 Juli 1959, yang ditindaklanjuti dengan Kebijakan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap I. Di bidang pertanian, kebijakan tersebut dinyatakan dalam bentuk Gerakan Swasembada Beras (SSB). Gerakan ini dilakukan secara besar-besaran di seluruh tanah air, sehingga sejak saat itu metoda “tetesan minyak” digantikan dengan “tumpahan air”. Bimbingan Masal (BIMAS) Diawali dengan kegiatan Demonstrasi Masal oleh IPB di Karawang pada 1964/1965 – 1965/1966. Sejak 1966 pemerintah menetapkan Kebijakan Bimbingan Masal (BIMAS). Dalam organisasi BIMAS tersebut Perguruan Tinggi terlibat secara aktif, meskipun keberadaan mahasiswa sebagai tenaga penyuluh bersifat sementara (selama satu musim). Penyuluhan Pertanian Dimasa Reformasi Sejak bergulirnya reformasi pada awal 1998 sampai dengan diterapkannya UU No. 22 Tahun 1999 cq UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, kegiatan penyuluhan pertanian mengalami ketidakpastian, baik kelembagaan maupun sistem kerjanya. Meskipun secara formal masih menerapkan sisten kerja LAKU, tetapi dalam implementasinya tidak selalu dapat dilaksankan sebagai mana mestinya. Pada masa ini, kegiatan penyuluhan pertanian (yang dilakukan oleh pemerintah) dinilai merosot sampai ke titik nadir (Slamet, 2005).
KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN Kelembagaan penyuluhan pertanian dapat diarikan sebagai entitas (kelompok, organisasi) yang terpanggil dan atau berkewajiban melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Secara umum, organisasi dapat diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari individu-individu yang saling bekerja sama di dalam suatu struktur tata hubungan yang melaksanakan fungsi masing-masing demi tercapainya tujuan bersama. Dengan demikian, pengorganisasian dapat diartikan sebagi upaya untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap unit dalam organisasi tersebut. Sehubungan dengan hal ini, kegiatan penyuluhan juga memerlukan suatu jenis organisasi tertentu. Hal ini disebabkan karena : Kegiatan penyuluhan melibatkan banyak pihak, yang terbagi dalam unit kerja yang memiliki fungsi masing-masing. Baik penentu kebijakan penyuluhan, penyuluh maupun para petani yang sering diminta keterlibatannya sebagai penyuluh sukarela. Kegiatan penyuluhan memiliki tujuan bersama, yaitu pengubah perilaku masyarakat sasarannya agar dapat membantu dirinya sendiri dalam rangka memperbaiki mutu hidup dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pengorganisasian penyuluhan pertanian harus diatur sedemikian rupa sehingga tetap memiliki hubungan “vertikal struktural” dengan organisasi pemerintah dan di lain pihak harus memiliki hubungan “horozontal fungsional” dengan lembaga-lembaga pendidikan, penelitian, organisasi profesi dan masyarakat sasarannya. Di samping itu, dalam pengorganisasian penyuluhan pertanian harus sealalu memperhatikan pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan pertanian, sejak di dalam perumusan masalah, tujuan kegiatan dan pengambilan keputusan tentang perencanaan program penyuluhan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan kegiatan maupun evaluasi kegiatannya.
Administrasi Penyuluhan Pertanian Administrasi Personalia Kemudahan dan Perlengkapan Bagi Penyuluhan Pertanian Pengolahan Keuangan Pelaporan dan Evaluasi Hubungan Dengan Lembaga-Lembaga Lain Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Oleh Pemerintah Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Oleh Petani Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Oleh Swasta atau LSM