PERAN DOKTER GIGI DALAM DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (Studi Pustaka)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2009.
Advertisements

PENYIDIKAN Kelompok II M.Akbar Arafah
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Kaitan UU no 29 tahun 2004 dgn Pelayanan Kebidanan
DR. Hj. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat
Pertemuan ke – 6 TEORI HUKUM PENDAFTARAN TANAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI 2008
MEDIKO LEGAL.
Penanganan korban dalam Kasus-Kasus Pilihan oleh LPSK
(suplemen : etika dan hukes)
Pengelolaan Sistem Informasi
Manajemen rekam medis pengertian dan peraturan
TENAGA KESEHATAN.
PRAKTIK KEPERAWATAN.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN.
Pertemuan ke-2 Bentuk formulir: Prinsip umum desain formulir
MITIGASI DAN MANAJEMEN BENCANA
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
Hak dan kewajiban dokter
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT)
INFORMED CONSENT dr. Meivy Isnoviana,S.H.
Disaster Victim Identification
PENGANTAR ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
HUKUM KESEHATAN.
PERLINDUNGAN HUKUM PESERTA dan TENAGA KESEHATAN DI ERA JKN-BPJS
Materi Hukum Kesehatan
Pengantar Manajemen Bencana
BANTUAN DOKTER PADA PERADILAN
VISUM et REPERTUM.
TINJAUAN HUKUM ATAS BERKAS REKAM MEDIS (Medical Record) Husen Kerbala, SH,CN Referensi : Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008 tgl 12 Maret 2008.
ASPEK HUKUM PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat 2016
legal aspek produk teknik informatika & komunikasi -PATEN ( 2) -
PRAKTIK KEPERAWATAN.
REFERAT PENGGALIAN JENAZAH
MEDIKO LEGAL.
UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN.
Beta Ahlam Gizela dr., Sp.F, DFM
Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Praktik Kedokteran
Introduction to Medical Law
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN Dan PENYIDIKAN PAJAK
Pengantar Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal
PEMERIKSAAN DOKTER DI TKP (TEMPAT KEJADIAN PERKARA)
CLINICAL FORENSIC Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
OTOPSI MEDIS & TRANSPLANTASI
PENYIDIKAN.
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
dr. H. Soeroto H s, Sp.F (K), SH, PKK, DK.
SBG DASAR PELAKS. JKK DAN JKM
ASPEK HUKUM REKAM MEDIS
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2010
VISUM ET REPERTUM Oleh dr. Indra Sp.F.
Hak Asasi Manusia (HAM) dan Upaya Penegakannya
KEDOKTERAN FORENSIK Dr Novianto Adi.
PENGANTAR ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
Visum & Hubungan Rekam Medis
Rahasia Kedokteran (Permenkes No.36/2012)
Konsepsi Bencana.
PENDAHULUAN DAN PENGANTAR FISIOTERAPI DISASTER
Beta Ahlam Gizela dr., Sp.F, DFM
UNDANG UNDANG KESEHATAN
HAK PASIEN DAN KELUARGA (HPK). 1.. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; 2.. Memperoleh informasi tentang.
INFORMED CONSENT.
Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
Legal Aspek Tenaga Kesehatan
Oleh : HENDRIK ARY DERMAWAN P E N I L A I A N R I S I K O B E N C A N A.
PEMBERHENTIAN DAN PEMENSIUNAN
Transcript presentasi:

PERAN DOKTER GIGI DALAM DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (Studi Pustaka) Dosen Pembimbing : dr. Erwin Kristanto, SH, SpF drg. Jimmy Maryono Oleh :  MELANI VINA MUKUAN 060113034

PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah NKRI secara geografis terletak pada wilayah yang rawan terhadap bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir, angin puting beliung, gelombang pasang, wabah penyakit, ledakan bom, kebakaran bangunan, kekeringan dan kebakaran hutan, serta masih banyak lagi. Indonesia adalah negara dengan tingkat kerentanan bencana terbesar kedua di dunia setelah Bangladesh.

Latar Belakang Identifikasi dalam kematian penting dilakukan, karena menyangkut masalah kemanusiaan dan hukum. Masalah kemanusian menyangkut hak bagi yang meninggal, dan adanya kepentingan untuk menentukan pemakaman berdasarkan agama dan permintaan keluarga. Masalah hukum berupa pengurusan surat wasiat, asuransi, masalah pekerjaan dan hukum yang perlu diselesaikan, serta masalah status pernikahan. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat dipercaya, bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga hampir menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung.

Latar Belakang Identifikasi korban meninggal massal melalui gigi-geligi mempunyai kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang. Contoh: Pada kasus bom Bali, korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi mencapai 60% Korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo, korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi mencapai 60% Korban jatuhnya pesawat garuda di Jogyakarta, korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi mencapai 95% Gigi bisa mengidentifikasi korban termasuk tokoh utama terorisme di Indonesia, DR.Azahari. Dokter gigi berperan penting dalam melakukan identifikasi korban bencana karena korban yang hangus terbakar dan mengalami pembusukan tingkat lanjut sulit untuk dikenali dan sudah tidak dapat dilakukan identifikasi melalui pemeriksaan visual.

PENDAHULUAN Rumusan Masalah Bagaimanakah peran dokter gigi dalam identifikasi korban bencana massal? Tujuan Penulisan Untuk mengetahui peran penting Dokter Gigi dalam identifikasi korban bencana. Untuk mengetahui manfaat rongga mulut, khususnya gigi geligi dalam proses identifikasi korban bencana. Untuk mengetahui sejarah, pengertian dan ruang lingkup dari Disaster Victim Identification.

Manfaat Penulisan Menambah pengetahuan dokter gigi dalam melakukan identifikasi korban bencana. Menambah wawasan bagi mahasiswa kedokteran gigi tentang proses identifikasi pada Disaster Victim Identification. Bahan informasi bagi pihak kepolisian atau praktisi hukum dalam kerjasama menangani korban bencana bersama dokter gigi. Memberi informasi kepada masyarakat akan pentingnya pemeriksaan gigi.

TINJAUAN PUSTAKA DVI (Disaster Victim Identification) adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal dan secara ilmiah dapat dipertanggung- jawabkan serta mengacu pada standar baku Interpol. Interpol menentukan Primary Indentifiers yang terdiri dari Fingerprints, Dental Records dan DNA. Sedangkan Secondary Indentifiers terdiri dari Medical, Property dan Photography. Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan Secondary Identifiers.

Beberapa keberhasilan DVI dalam identifikasi korban mati dan kejadian bencana antara lain: Kejadian Bom : Bom Bali tahun 2002, dari 202 korban mati berhasil diidentifikasi 200 korban mati (99%) Bom Bali tahun 2005 berhasil diidentifikasi 23 korban mati (100%) Bom JW Mariot Jakarta tahun 2003 berhasil diidentifikasi 12 korban mati (100%) Kecelakaan Transportasi : Kecelakaan pesawat Mandala di Medan tahun 2005 teridentifikasi 143 korban mati Tenggelamnya Kapal Senopati dan KM Tri Star tahun 2006 teridentifikasi 642 korban mati Kecelakaan Pesawat Garuda tahun 2007 teridentifikasi 21 korban mati. Gempa Bumi / Tsunami : Tasikmalaya tahun 2009 teridentifikasi 79 korban mati Sumatera Barat tahun 2009 teridentifikasi 478 korban mati

Beberapa bencana yang pernah terjadi di Indonesia :

IDENTIFIKASI DALAM PENANGANAN KORBAN BENCANA Identifikasi dalam kematian penting dilakukan karena status kematian korban memiliki dampak yang cukup besar pada berbagai aspek yang ditinggalkan. Identifikasi merupakan perwujudan HAM dan merupakan penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal. Selain itu juga dapat menentukan apakah seseorang tersebut secara hukum sudah meninggal atau masih hidup, juga berkaitan dengan santunan, warisan, asuransi jiwa, pensiun, menikah lagi, serta wujud penghormatan pada yang mati : mengenal, merawat, mendoakan, menguburkan sesuai agama, adat istiadat dan menyerahkan kepada keluarganya.

Pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai metode dari yang sederhana sampai yang rumit: Metode sederhana Cara visual, dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah karena identitas dikenal melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh atau muka. Cara ini tidak dapat diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi serta harus mempertimbangkan faktor psikologi keluarga korban (sedang berduka, stress, sedih, dll). Melalui kepemilikan (property) identititas cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan tersebut (pakaian, perhiasan, surat jati diri) masih melekat pada tubuh korban. Dokumentasi, foto diri, foto keluarga, foto sekolah, KTP atau SIM dan lain sebagainya. Metode ilmiah, antara lain: Sidik jari Serologi Odontologi Antropologi Biologi

5 teknik identifikasi korban bencana: Investigasi tempat kejadian bencana Pengumpulan data post-mortem dari korban Data post-mortem yang paling banyak dipakai adalah odontologi forensik. Pengumpulan data ante-mortem dari kerabat terdekat korban Unit Polisi pencarian orang hilang dalam DVI Tugas unit ini adalah mengumpulkan data berupa nama, alamat, nomor telepon yang dapat dihubungi dari keluarga korban, serta data medis korban. Odontologis Odontologis forensik harus menghubungi seluruh dokter gigi yang pernah melakukan perawatan gigi terhadap korban. Data tersebut harus asli dan meliputi: odontogram, radiograf, cetakan gigi, dan fotograf. Pencocokan data ante-mortem dan post-mortem Debriefing seluruh petugas yang terkait dalam proses identifikasi korban bencana. Setelah seluruh kegiatan dilaksanakan, tim DVI mendiskusikan kembali tentang situasi, prosedur, dan hasil yang mereka temukan.

ASPEK HUKUM DALAM IDENTIFIKASI KORBAN MATI MASSAL AKIBAT BENCANA Pasal 120 (1) KUHAP : Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat  seorang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Pasal 133 (1) KUHAP : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa pidana, ia berhak mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan ahli lainnya. Pasal 179 (1) KUHAP : Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

IDENTIFIKASI KORBAN MATI MASSAL MELALUI GIGI GELIGI Identifikasi korban melalui gigi geligi telah dimulai sejak zaman prasejarah, akan tetapi baru mulai mendapatkan perhatian pada akhir abad 19 ketika banyak artikel tentang forensik odontologi ditulis dalam jurnal kedokteran gigi pada saat itu.

Gigi memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai sarana pemeriksaan identifikasi karena mempunyai faktor-faktor sebagai berikut: Derajat individualitas yang sangat tinggi. Kemungkinan menemukan dua orang yang sama giginya adalah satu banding dua triliun. Adanya dua kali pertumbuhan gigi (20 gigi susu dan 32 gigi tetap), serta dengan adanya perubahan kerena rusak atau tindakan perawatan seperti pencabutan, penambalan dengan berbagai bahan pada berbagai permukaan mahkotanya, perawatan saluran akar, ditambah ciri-ciri khas seperti bentuk lengkung, kelainan posisi gigi dan sebagainya, menyebabkan gigi sangat khas pada orang yang memilikinya. Kuat dan tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan. Gigi memiliki sifat yang sangat kuat, tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan seperti trauma mekanis, termis, kimiawi, dekomposisi dan sebagainya. Keadaan demikian karena gigi disamping strukturnya yang mengandung bahan anorganik yang kuat, juga karena gigi merupakan jaringan tubuh yang terdapat di bagian badan, yaitu mulut yang cukup memberikan perlindungan terhadap berbagai pengaruh kerusakan tadi.

REKAM MEDIK DALAM IDENTIFIKASI KORBAN BENCANA Gigi merupakan suatu cara identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya bila rekam dan foto gigi pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih tersimpan dengan baik. Sehingga penting bagi seorang dokter gigi untuk membuat rekam medis data gigi pasien.

Aspek medikolegal rekam medis: UU RI NO 29 TAHUN 2004 Pasal 46: Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedoktcran wajib membuat rekam medis. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. UU RI NO 29 TAHUN 2004 Pasal 47: Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1419/Menkes/Per/X/2005 Pasal 16: Dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.

DOKTER GIGI DALAM DISASTER VICTIM IDENTIFICATION Tugas utama dari dokter gigi dalam identifikasi adalah melakukan identifikasi jasad individu yang sudah rusak, mengalami dekomposisi, atau sudah tidak dalam keadaan utuh. Adapun informasi yang bisa menjadi catatan pada pemeriksaan jasad individu adalah perkiraan usia (misalnya dari panjang akar gigi pada gigi anak), perkiraan jenis ras (dari bentuk dan karakteristk tengkorak dapat ditentukan ras Kaukasiod, Mongoloid, dan Negroid) jenis kelamin (dari bentuk tengkorak, dari tidak adanya kromatin Y pada pemeriksaan mikroskopik, atau dari pemeriksaan DNA) Informasi tambahan lainnya yang mungkin bisa diambil adalah jenis pekerjaan (jejas jepit rambut pada capster), konsumsi makanan (dari erosi gigi karena alkohol ataupun stain rokok) atau kebiasaan lainnya ( seperti menggunakan pipa rokok), serta penyakit gigi atau penyakit sistemik lainnya (misalnya gangguan makan, stain akibat pemakaian antibiotik tetraskilin). Apabila data post-mortem tidak memungkinkan suatu identifikasi, maka dapat dilakukan reproduksi wajah semasa hidup berdasarkan profil tengkorak dan gigi.

Beberapa macam identifikasi yang bisa dilakukan dokter gigi Identifikasi ras korban dari gigi geligi dan antropologi ragawi. Identifikasi jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang rahang. Identifikasi umur korban melalui gigi susu, gigi campuran atau gigi tetap. Identifikasi korban melalui kebiasaan/pekerjaan menggunakan gigi. Identifikasi DNA korban dari jaringan sel dalam rongga mulut. Identifikasi korban dari gigi palsu yang dipakai. Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang.

TERIMA KASIH