Mukti Fajar muktifajar_umy@yahoo.co.id 081 2294 2781 PAJAK DAN CSR Mukti Fajar muktifajar_umy@yahoo.co.id 081 2294 2781.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Oleh : Muhammad Bahrul Ilmi, SE. M.ESy. Dasar Hukum: UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah oleh UU No. 36 tahun 2008 Undang-undang.
Advertisements

UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN UU No
BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI – WP BUT PASAL 9.
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM PPH PASAL ORANG PRIBADI (UU NO
POLITEKNIK PRATAMA PURWOKERTO
Aspek Perpajakan Atas Jasa Penelitian
BENTUK & SUMBER PEMBIAYAAN CSR BUMN
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
ZAKAT DAN PAJAK Oleh: Adli.
KLASIFIKASI BIAYA.
Biaya Konsep, Pengakuan, dan Realisasi
Ruang Lingkup dan Dasar PPh Pasal Orang Pribadi
DEDUCTIBLE NON DEDUCTIBLE EXPENSES
Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 23
Program Hibah Kompetisi Berbasis Institusi (PHK-I)
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER
PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN UMUM
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek PPh dan Non Objek PPh
Pertemuan #9 PEMBUKUAN DAN PENCATATAN DALAM ASPEK PERPAJAKAN
Laporan Keuangan Fiskal Pertemuan 06
Undang-undang No 36 Tahun 2008
1 Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan EKA SRI SUNARTI FHUI 2009.
PAJAK PENGHASILAN DAN PPh PASAL 21
1 Matakuliah:F0452/Akuntansi Perpajakan Tahun: 2006 BIAYA UNTUK MENDAPATKAN DAN MENAGIH SERTA MEMELIHARA PENGHASILAN 2 PERTEMUAN: 11 bab 12.
Tax Planning PPh Badan Manajemen perpajakan Amelia Angela Regina.
PERTEMUAN KE 6 PAJAK PENGHASILAN UMUM.
Kelompok 7 Ayi Aisyah Nur Aripin Ana Sardes Yuanita Kristiani
Tax Planning PPH Pasal 21/26
PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Pengendalian Biaya Fiskal 6
MANAJEMEN PAJAK PPh 21.
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN UU No
KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN
Objek Pajak Penghasilan
Sebutkan definisi tentang penghasilan menurutr penjelasan Pasal 4
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
MATERI E LEARNING MATERI E LEARNING INI DILAKUKAN, KARENA RUANG TIDAK ADA. MAKA HARAP MAKLUM. MATA KULIAH : MANAJEMEN PAJAK KELAS : MALAM HARI/TGL : SENIN/13.
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
Pertemuan PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pertemuan 3,4 Pertemuan Ke
PPh 4 ayat 2 & PPh 15 Perpajakan 2 21/09/2015.
PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PPh pasal 21
Penghasilan Kena Pajak 5
AKUNTANSI PERPAJAKAN BIAYA & PENGELUARAN MODUL 5,6 Dr.Harnovinsah
MODUL 9 LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Pasal 21, 22, 23, 24, 25 & 26 (Undang-undang No. 36 Tahun 2008)
Beban usaha B. Sundari, SE., MM..
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
OLEH: IIM IBRAHIM NUR, M.AK.
Pengurangan Yang Diperkenankan Dari Penghasilan Bruto
BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
PAJAK PENGHASILAN UMUM
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
AKUNTANSI PAJAK ATAS KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN
PEMOTONGAN & PEMBAYARAN PAJAK
PERTEMUAN #3 PEMBUKUAN FISKAL
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
Undang-undang No 36 Tahun 2008
MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN (Perpajakan)
Pengurangan Yang Diperkenankan Dari Penghasilan Bruto
OBJEK DAN NON OBJEK PAJAK PENGHASILAN
BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN (DEDUCTIBLE EXPENSES DAN YANG TIDAK DAPAT DIPERKURANGKAN (NON DEDUCTIBLE EXPENSES)
Kewajiban Pajak dan Pelaporan PPATK Bagi Koperasi Kredit.
Transcript presentasi:

Mukti Fajar muktifajar_umy@yahoo.co.id 081 2294 2781 PAJAK DAN CSR Mukti Fajar muktifajar_umy@yahoo.co.id 081 2294 2781

INTRODUCTION Salah satu alasan para pelaku usaha (khususnya di Indonesia) menolak diwajibkannya CSR karena menjadi beban tambahan bagi korporasi. Selama ini korporasi sudah dibebani dengan berbagai pungutan dan pajak

PERBEDAAN MENDASAR ANTARA PAJAK CSR, Pertama, pajak dibayarkan kepada negara, sedangkan CSR disalurkan kepada masyarakat secara langsung Kedua, Tidak adanya pilihan bagi perpajakan selain mengikuti apa yang diatur dalam Peraturan, sementara kewajiban CSR dapat disesuaikan dengan strategi perusahaan dan kondisi masyarakat penerima. Ketiga, Perpajakan diatur langsung oleh peraturan negara, sedangkan CSR dapat dilakukan dengan berdasarkan kontraktual

Hubungan Antara Pelaksanaan CSR dengan Sistem Perpajakan “Tax is not a business expense, but an appropriation of profits. From this it might be said to follow that CSR principles as to the conduct of business have no application because tax does not arise as an issue until the business transactions in question are completed”. David F Williams

HUKUM PAJAK DAN CSR Secara normatif, pemerintah telah memberikan fasilitas berupa pengurangan pajak, seperti yang termaktub dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yaitu : (4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa: a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu; Sementara fasilitas pengurangan pajak bagi penanam modal terkait dengan konsep CSR tertulis dalam Pasal 18 ayat (3) huruf g, yaitu diberikan kepada penanam modal yang menjaga kelestarian lingkungan hidup; dan huruf i, yaitu yang bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi.

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No 17 tahun 2000, dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan : Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi: g. biaya bea siswa, magang, dan pelatihan

Pasal 9 ayat (1) huruf g yang berbunyi, bahwa untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak yang tidak boleh dikurangkan adalah harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan . Selain itu tidak ada lagi pengeluaran perusahaan yang menurut peraturan pajak boleh menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

Tetapi tidak demikian halnya dengan perusahaan yang memilih program CSR dengan memberikan sumbangan untuk penyediaan sarana dan prasarana sekolah dan kesehatan. Biaya yang dikeluarkan untuk sumbangan ini tidak dapat dikurangkan pada penghasilan bruto perusahaan (non deductible expenses). Hal ini sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Artinya pelaksanaan program CSR tidak selalu mendapatkan fasilitas insentif pajak. Program CSR tersebut harus disesuaikan dengan peruntukkannya sesuai peraturan perpajakan.

Pasal 9 ayat 1 huruf g yaitu (1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah

Isu CSR terkait dengan perpajakan Sumbangan sosial Dalam Peraturan Menteri Keuangan No 95/PMK.03/2006 tersirat bahwa fasilitas pajak hanya diberikan bagi perusahaan yang menyumbang untuk bencana alam semata. Sumbangan dalam bentuk lain, seperti pembangunan gedung sekolah, peralatan sekolah dan komputer bukan merupakan komponen pengurang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Pemberian sumbangan dalam bentuk barang merupakan Obyek Pajak Pertambahan Nilai seperti diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.251/KMK.03/2002 sebagai Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain yang dapat digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak, sehingga perusahaan harus menyetor PPN yang Terhutang kepada kas Negara dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor

Lanj.. Ketenagakerjaan Program CSR perusahaan yang memilih meningkatkan kesejahteraan karyawan melalui pemberian tunjangan atau fasilitas tertentu,maka perusahaan harus lebih hati-hati dengan aspek perpajakan yang terkait. Jika tunjangan tersebut menambah gaji bruto karyawan atau diberikan dalam bentuk uang, maka merupakan Obyek PPh Pasal 21 / Pasal 26, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk tunjangan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Sebaliknya jika tunjangan tersebut tidak menambah gaji bruto karyawan atau dalam bentuk kenikmatan atau natura (tidak merupakan Obyek PPh Pasal 21 / Pasal 26), maka biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk tunjangan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini sesuai dengan prinsip taxability dan deductibility.

Lanj.. Tetapi bila program tersebut berbentuk pemberian fasilitas misalnya perumahan karyawan, maka biaya tersebut merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena merupakan penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan seperti yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pasal 9 ayat 1 huruf e UU No 17 tahu 2000 berbunyi sebagai berikut : ”penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaiatan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuagan”

Lanj... Konsumen Terkait dengan kepuasan pelanggan, ada beberapa perusahaan yang menyisihkan sebagian pendapatan dari penjualan produknya untuk program CSR. Beberapa perusahaan lain memilih memberikan produknya secara gratis atau membagikan hadiah kepada masyarakat. Apabila perusahaan memilih untuk menyisihkan sebagian dari hasil penjualannya untuk program CSR dari aspek PPN maka setiap kenaikan harga dari produk yang dijual karena program CSR terhutang PPN sebesar kenaikan harga dari produk tersebut. Ditinjau dari aspek Pajak Penghasilan, kenaikan pendapatan karena program CSR dengan sendirinya menambah penghasilan bruto kena pajak. Ketika dana yang dihasilkan dibagikan, maka harus diperhatikan dalam bentuk apakah program tersebut akan didistribusikan, sebab akan berbeda perlakuan perpajakannya.

Lanj.. Jika hal tersebut berkaitan dengan promosi, menurut penjelasan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 maka biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan harus dapat dipisahkan mana yang benar-benar kegiatan iklan atau promosi dan mana yang bukan. Penjelasan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 17 tahun 2000 menyebutkan ”mengenai pengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto”.

Lanj... Lingkungan hidup Banyak perusahaan menerapkan CSR dengan tema yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Dilihat dari aspek Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dapat mengurangi penghasilan bruto. Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No.17 tahun 2000 berbunyi ” biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan dan jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan”

Lanj.. Dengan demikian apabila perusahaan mengeluarkan biaya pengolah limbah dan pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnisnya serta biaya yang dikeluarkan untuk pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan usaha mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

SEMOGA BERMANFAAT