PETA ORIENTASI POLITIK INDONESIA LENI ANGGRAENI, S.Pd., M.Pd.
Herbert Feith dan Castles Kaum Nasionalis: nasionalis sekuler, nasionalis pro Jepang, dan nasionalis anti Jepang. Golongan Islam Golongan Komunis Indonesia merdeka tidak dibidani partai politik Maklumat Pemerintah 3 November 1945 menjadi dasar hukum pembentukan parpol. Pembentukan parpol didasari kepentingan: memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan, menjamin keamanan masyarakat, dan wadah bagi semua paham yang ada di masyarakat sehingga dapat dipimpin ke jalan yang teratur
IDEOLOGI PERTENTANGAN Bersama-sama dengan kaum intelektual yang tidak terikat (unattached intellectuals), partai politik telah menjadi sumber pemikiran politik. Parpol pun telah menjadi sarana bagi alternation of power. Pertentangan ideologi sudah terjadi pada awal kemerdekaan, terutama saat menghadapi Belanda yang berusaha menjajah kembali. Pertentangan Ideologi terjadi antara: sosialis, nasionalis, Islam dan ideologi lain. Sebagai systems of ideas, partai politik dalam kurun 1945-1965 telah mampu memberikan jawaban ideologis atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul menyertai cepatnya perubahan masyarakat dan sistem nilainya.
POLITICAL PLATFORM Pada awal kemerdekaan konflik antarparpol bermotif ideologis. Konflik ideologi muncul akibat perbedaan preferensi tentang masyarakat dan negara yang dicita-citakan dan hendak diperjuangkan melalui partai politik. Political platform (ideologi partai): the party’s underlying value system (McNair, 1999:6). “a statement of principles, goals, and programs developed and supported by a political party and its candidates” (Paulson, 2000: 1043).
DE-IDEOLOGISASI ORBA Pertarungan ideologis berhenti ketika Orba berkuasa. Deideologisasi Orba dilandasi anggapan bahwa ideologi penyebab ketidaksetabilan politik. Deideologisasi berujung pada penetapan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
DATA & FAKTA DARI MASA LAMPAU PASCA ORBA Kejatuhan Orba menjadi awal pluralisme politik. Kemunculan agama sebagai basis parpol menandai bangkitnya politik aliran dan menguatnya isu primodial. Kemunculan parpol yang memiliki sejarah kekerabatan dengan ideologi politik dekade 1945-1965 menegaskan bahwa deideologisasi Orba tidak berhasil mengikis orientasi ideologis. MENGGAMBARKAN DATA & FAKTA DARI MASA LAMPAU
PETA IDEOLOGIS PEMILU 1955 Elitis PNI NU Kiri Kanan Populis Masyumi PNI NU Kiri Kanan Populis (Evans, 2003)
PETA PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA (1945 – 1965) (Feith, 1970) Westorn Influence Democratic Socialis PKI Communism PNI Radical Nationalis Masyumi Javanese Traditionalism NU Hindu-Javanese Islamic Tradition
PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA 1945-1965 DITANDAI TIGA HAL Bersifat moralis: cenderung melihat masyarakat tidak berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Pemikiran ini bersifat optimis dan bercorak normatif. Tidak melihat masyarakat terbagi ke dalam beberapa golongan yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Pembagian yang ada bersifat saling mengisi antara para “pemimpin” dengan “rakyat”. Para pemikir politik Indonesia umumnya bersifat optimis. Bentuk optimisme tersebut antara lain voluntarisme, progresivisme, dan kepercayaan terhadap pemuda. FEITH, 1970
BAGAIMANA PETA PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA SELAMA DAN PASCA ORBA ?
Orientasi Agama: Santri memilih PPP karena alasan ideologis: kaum “abangan” memilih Golkar dan PDIP bukan karena alasan ideologis. (Afan Gaffar , 1992) Orientasi Kelas dan Kelompok Sosial: perilaku pemilih tidak berkorelasi dengan kelas sosial, karena: (1) sistem ekonomi agraris-subsisten tidak memupuk kesadaran kelas; (2) penghapusan PKI dan pengebirian parpol melahirkan depolitisasi penduduk desa; (3) trauma pembunuhan terhadap “antek komunis”; (4) pemerintahan Orba menjauhkan antagonisme berdasarkan agama; (5) “menengah-atas memilih Golkar demi kemudahan-kemudahan.
Faktor kepemimpinan: pemimpin formal dan informal mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Jawa (ulama, santri, partai Islam versus priyayi, abangan, nasionalis). Faktor identifikasi: identifikasi kepartaian pemilih identik dengan identifikasi kepartaian orang tua mereka. Orientasi isu: tidak berkorelasi dengan perilaku pemilih Orientasi Kandidat: tidak berpengaruh terhadap perilaku pemilih dalam Pemilu 1992 dan 1997 karena yang dipilih tanda gambar parpol. Kaitan dengan peristiwa: peristiwa yang menimpa kandidat yang diajukan parpol mempengaruhi keputusan para pemilih.
MENJADI PENCERAHAN BUAT KITA SEMUA TERIMA KASIH SEMOGA BERMANFAAT & MENJADI PENCERAHAN BUAT KITA SEMUA