Manajemen Pendidikan Badarudin, S.Pd..

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Direktorat Pembinaan SMA
Advertisements

Permendiknas No. 19 Tahun 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Kerangka Kerja Kompetensi TIK untuk Guru
PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI MANAJEMEN
BAB VI PGRI SEBAGAI ORGANISASI PROFESI
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Sosialisasi KTSP PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 NOMOR 23 TAHUN 2006Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL) DEPARTEMEN PENDIDIKAN.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 19 Tahun 2007
Bimtek KTSP 2009 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 NOMOR 23 TAHUN 2006Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)
HOW TO DEVELOP THE SCHOOL COMMUNITY
PENGEMBANGAN MODEL MATA PELAJARAN
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UNDANG–UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen Dalam Negeri
1. RESPONSI I I. Orang yang baik adalah orang yang : II. Guru yang ideal adalah guru yang : III. Peserta didik yang baik adalah : IV. Jika saya memiliki.
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI : SEBUAH PENYEMPURNAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Oleh : Trisakti Handayani.
KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang
PEMANFAATAN HASIL ANALISIS KONTEKS
KEBIJAKNAN PELATIHAN BAGI PEJABAT FUNGSIONAL
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Sosialisasi KTSP PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 NOMOR 23 TAHUN 2006Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL) DEPARTEMEN PENDIDIKAN.
UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) No. 5 Tahun 2014
MANAJEMEN PELAKSANAAN KBK
Oleh: Kelompok V Yusrizal Rita Marlinda Suyitno Zulminiati
Pendidikan Karakter di SMP oleh Eko Widodo
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAUD
Sosialisasi KTSP PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 NOMOR 23 TAHUN 2006Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL) DEPARTEMEN PENDIDIKAN.
KEPEMIMPINAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM MENUNJANG FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN Di Susun Oleh: Hadi Prana Abadi Tulus Suratno Lizza.
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
PENGEMBANGAN SILABUS.
PENGERTIAN WIRAUSAHA DAN KEWIRAUSAHAAN
PERTEMUAN 9 KEPEMIMPINAN.
KURIKULUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR BERBASIS KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA.
KURIKULUM 2013 DAN PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING
Disampaikan Oleh : Drs.H.Andi M.Darlis,M.Pd.I
Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
POKOK PEMBAHASAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
PEMIMPIN VISIONER.
KEPEMIMPINAN PERTEMUAN 9.
Memahami Konsep Dasar Pendidikan Karakter
Permendiknas No. 19 Tahun 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTER
MENGEMBANGKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI
1. Mengenal karakteristik peserta didik
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Dr. RATNAWATI SUSANTO.,M.M.,M.Pd
PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Penumbuhan Budi Pekerti dalam Mencapai Penampilan, Pelayanan dan Prestasi (3P) di SMA 1.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
PELAKSANAAN DALAM PENGELOLAAN PEMENUHAN SNP
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Manajemen Pendidikan Pengertian
Manajemen Pendidikan Pengertian
BIMBINGAN KONSELING.
Pendidikan Karakter di SMP
SISTEM PEMBINAAN PROFESIONAL
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
KURIKULUM Pengertian Kurikulum 1. Kurikulum sebagai rencana belajar.
PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KEBIJAKAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Toman Sony Tambunan, S.E, M.Si NIP
Peranan Kepala Sekolah dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling (BK)
UNGGUL DALAM PRESTASI AKADEMIK UNGGUL DALAM PRESTASI NON AKADEMIK UNGGUL DALAM PENCAPAIAN HASIL NILAI UJIAN NASIONAL UNGGUL DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME.
1 PELATIHAN SPMI UNTUK FASILITATOR PMP DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2016.
Transcript presentasi:

Manajemen Pendidikan Badarudin, S.Pd.

Pengertian Manajemen suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan atau keahlian untuk mencapai suatu tujuan yang di dalam pelaksanaannya dapat mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau gaya manajer dalam mendayagunakan kemampuan orang lain

Pengertian Manajemen manajemen sebagai suatu kemampuan atau keahlian manajemen sebagai proses manajemen sebagai seni

Pengertian Manajemen Dubrin (1990:5) memandang manajemen dari tiga definisi yaitu manajemen sebagai disiplin ilmu, manajemen sebagai kumpulan orang-orang yang berkemampuan memanej, dan manajemen sebagai karier yang menawarkan peluang karier

Tujuan Manajemen Kualitas menunjukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang (products) dan/atau jasa (services) tertentu berdasarkan pertimbangen objektif atas bobot dan/atau kinerjanya (Pfeffer end Coote, 1991).

Tujuan Manajemen Efektivitas adalah ukuran keberhasilan tujuan organisasi. Etzioni (1964:187) mengatakan bahwa “keefektifan adalah derajat dimana organisasi mencapai tujuannya atau menurut Sergiovani (1987:33) yaitu, “kesesuaian hasil yang dicapai organisasi dengan tujuan”.

Tujuan Manajemen Efektifitas dapat juga ditelaah dari : (1) masukan yang merata; (2) keluaran yang banyak dan bermutu tinggi; (3) ilmu dan keluaran yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun; (4) pendapatan tamatan yang memadai (Engkoswara, 1987).

Tujuan Manajemen Efisiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul (doing things right) sementara efektivitas adalah menyangkut tujuan (doing the right things) atau efektifitas adalah perbandingan antara rencana dengan tujuan yang dicapai, efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input/sumber daya dengan output.

Tujuan Manajemen Suatu kegiatan dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal. Efisiensi pendidikan adalah bagaimana tujuan itu dicapai dengan memiliki tingkat efisiensi waktu, biaya, tenaga dan sarana

Tujuan Manajemen Produktivitas adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berupa jumlah tamatan dan kuantitas input berupa jumah tenaga kerja dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dsb.).

Pengertian Pendidikan Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

Manajemen Pendidikan suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas.

Manajemen Pendidikan Sistem Pendidikan memiliki garapan dasar yang dikembangkan, diantaranya terdiri dari: bidang garapan peserta didik bidang garapan tenaga kependidikan bidang garapan kurikulum bidang garapan sarana prasarana bidang garapan keuangan bidang garapan kemitraan dengan masyarakat bidang garapan bimbingan dan pelayanan khusus.

Tujuan Manajemen Pendidikan Pertama, terwujudnya suasana belajar dan proses Pembelajaran yang Aktif, Inovative, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM); Kedua, terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara; Ketiga, terpenuhinya kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan (tertunjangnya kompetensi profesional sebagai pendidik dan tenaga kependidikan sebagai manajer);

Keempat, tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien; Kelima, terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer pendidikan atau konsultan manajemen pendidikan); Keenam, teratasinya masalah mutu pendidikan.(Husaini, 2006:8)

ORGANISASI PENDIDIKAN DASAR Organisasi pendidikan dasar mengikuti paradigma baru sesuai tuntutan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang substansinya merupakan legitimasi pemerintah daerah dalam otonomi pemerintahan, berupa penyerahan kewenangan pemerintahan pusat kepada daerah dalam mengatur rumah tangga sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

ORGANISASI PENDIDIKAN DASAR Dekonsentrasi: berarti pemerintah pusat memindahkan wewenang untuk melaksanakan peraturan-peraturan kepada daerah tetapi daerah tidak dapat membuat peraturan-peraturan. Delegasi; berarti pemerintah pusat memberikan wewenang melaksanakan peraturan-peraturan kepada daerah yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali

ORGANISASI PENDIDIKAN DASAR Devolusi; berarti ada wewenang untuk menjalankan peraturan-peraturan yang diberikan kembali oleh pemerintah pusat kepada daerah yang sebelumnya telah ditarik. Privatisasi; adalah wewenang pemerintah pusat diberikan kepada swasta atau penswastaan usaha-usaha yang semula menjadi wewenang pemerintah (McGinn, 1999).

ORGANISASI PENDIDIKAN DASAR Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 052/O/2001, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pendidikan Nasional sbb : Tingkat Kementerian Tingkat Propinsi Tingkat Kabupaten/Kota Tingkat Kecamatan Sekolah/Penyelenggaraan Pendidikan

ORGANISASI PENDIDIKAN DASAR Pada tingkat kementerian tugasnya bersifat koordinatif, konsultatif yang melaksanakan koordinasi, Integrasi dan sinkronisasi penanganan pendidikan baik dengan instansi vertikal maupun horizontal. Menteri membawahi Inspektur Jendral, Badan Penelitian Dan Pengembangan dan Sekretariat Jendral selain dibantu oleh Staf Akhli Menteri. (Sumber: http://www.depdiknas.go.id/inlink.php?to=struktur).

ORGANISASI PENDIDIKAN DASAR Ditingkat sekolah, telah diberlakukan implementasi desentralisasi melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (school based management). School-based management (SBM) merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan kebijakan pendidikan nasional, (Worlbank, Depdiknas dan Bappenas, 1999)

ORGANISASI PENDIDIKAN DASAR Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk memberikan kekuasaan dan meningkatkan partisipasi sekolah dalam upaya perbaikan kinerjanya yang mencakup guru, siswa orang tua siswa dan masyarakat. Nanang Fattah (2003)

INDIKATOR EFEKTIFITAS MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR Douglas (1963:13-17) merumuskan prinsip­prinsip manajemen pendidikan sebagai berikut: memprioritaskan tujuan di atas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab memberikan tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuannya mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia relatifitas nilai-nilai

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 1. Tujuan sekolah dinyatakan secara jelas dan spesifik Tujuan sekolah :  Dinyatakan secara jelas  Digunakan untuk mengambil keputusan  Dipahami oleh guru, staf dan siswa

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 2. Pelaksanaan kepemimpinan pendidikan yang kuat oleh kepala sekolah Kepala sekolah:  Bisa dihubungi dengan mudah  Bersikap responsif kepada guru dan siswa > Responsif kepada orang tua dan masyarakat  Melaksanakan kepemimpinan yang berfokus kepada pembelajaran

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 3. Ekspektasi guru dan staf tinggi Guru dan staf :  Yakin bahwa semua siswa bisa belajar dan berprestasi  Menekankan pada hasil akademis  Memandang guru sebagai penentu terpenting bagi keberhasilan siswa

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 4. Ada kerja sama kemitraan antara sekolah, orang tua dan masyarakat Sekolah :  Komunikasi secara positif dengan orang tua  Memelihara jaringan serta dukungan orang tua dan masyarakat  Berbagi tanggung jawab untuk menegakkan disiplin dan mempertahankan keberhasilan, Menghadiri acara-acara penting di sekolah

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 5. Adanya iklim yang positif dan kondusif bagi siswa untuk belajar Sekolah : Rapi, bersih, dan aman secara fisik Dipelihara secara baik Memberi penghargaan kepada yang berprestasi Memberi penguatan terhadap perilaku positif siswa Siswa : Menaati aturan sekolah dan aturan pemerintah daerah Menjalankan tugas/kewajiban tepat waktu

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 6. Kemajuan siswa sering dimonitor Guru memberi siswa : Tugas yang tepat Umpan balik secara cepat/segera Kemampuan berpartisipasi di kelas secara optimal Penilaian hasil belajar dari berbagai segi

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 7. Menekankan kepada keberhasilan siwa dalam mencapai keterampilan aktivitas yang esensial Siswa :  Melakukan hal terbaik untuk mencapai hasil belajar yang optimal, baik yang bersifat akademis maupun non akademis  Memperoleh keterampilan yang esensial Kepala sekolah : Menunjukan komitmen dan mendukung program keterampilan esensial Guru : Menerima bahan yang memadai untuk mengajarkan keterampilan yang esensial

CIRI-CIRI SEKOLAH EFEKTIF 8. Komitmen yang tinggi dari SDM sekolah terhadap program pendidikan Guru : Membantu merumuskan dan melaksanakan tujuan pengembangan sekolah Staf :  Memperkuat dan mendukung kebijakan sekolah dengan pemerintah daerah  Menunjukkan profesionalisme dalam bekerja

Dasar Hukum Terkait KURIKULUM MEMENUHI SI (PERMENDIKNAS NO. 22/2006) MEMENUHI SKL (PERMENDIKNAS NO. 23/2006) SISTEM ADM AKADEMIK BERBASIS TIK PROSES PEMBELAJARAN MEMENUHI STANDAR PROSES (PERMENDIKNAS NO. 41/2007) MENERAPKAN PEMBELAJARAN BERBASIS TIK PENILAIAN MEMENUHI STANDAR PENILAIAN (PERMENDIKNAS NO. 20/2007) DIPERKAYA DENGAN MODEL PENILAIAN PADA SEKOLAH UNGGUL DI NEGARA MAJU PENDIDIK MEMENUHI STANDAR PENDIDIK (PERMENDIKNAS NO. 16/2007) SEMUA GURU MAMPU MEMFASILITASI PEMBELAJARAN BERBASIS TIK

TENAGA KEPENDIDIKAN MEMENUHI STANDAR TENDIK (PERMENDIKNAS NO. 13/2007) – STANDAR KASEK SARANA DAN PRASARANA MEMENUHI STANDAR SARANA DAN PRASARANA (PERMENDIKNAS NO. 24/2007) SETIAP RUANG KELAS DILENGKAPI DENGAN SARANA PEMBELAJARAN BERBASIS TIK MEMILIKI PERPUSTAKAAN DIGITAL PENGELOLAAN MEMENUHI STANDAR PENGELOLAAN (PERMENDIKNAS NO. 19/2007) PEMBIAYAAN PP NO. 48 TAHUN 2008 – PENDANAAN PENDIDIKAN:

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) Badarudin, S.Pd.

MBS? SUATU BENTUK UPAYA PEMBERDAYAAN SEKOLAH DAN LINGKUNGANNYA UNTUK MEWUJUDKAN SEKOLAH YANG MANDIRI DAN EFEKTIF MELALUI OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI SEKOLAH SESUAI DENGAN VISI DAN MISI YANG TEAH DITETAPKAN BERSAMA. DIARAHKAN PADA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN DENGAN MENDAYAGUNAKAN SEGALA SUMBER YANG ADA DI LINGKUNGAN SEKOLAH

MENGAPA MBS PERLU DIRINTIS DAN DIKEMBANGKAN Selaras dengan Kebijakan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan Kondisi Sekolah yang Unik Berbeda-beda / Bervariasi, yang Menyebabkan setiap Sekolah Mempunyai Kebutuhan dan Permasalahannya Sendiri. Lingkungan Sosial Budaya yang Bervariasi Keputusan-keputusan Kongkret Harus Diambil oleh Kepala Sekolah, Guru dan Masyarakat Setempat

SIAPA SAJA YANG HARUS BERPERAN DALAM MBS Pihak-pihak yang diharapkan Berperan dalam pelaksanaan MBS atau lazim disebut STAKEHOLDER antara lain : SEMUA WARGA SEKOLAH ORANGTUA SISWA / WALIMURID TOKOH MASYARAKAT, KOMITE SEKOLAH DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI PEMERINTAH , TOKOH PENDIDIKAN, DAN BIROKRASI DALAM KOORDINASI DAN KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH

Tujuan MBS Meningkatkan mutu pembelajaran yang mengarah pada peningkatan mutu output / tamatan yang berkarakter, cerdas dan terampil. Meningkatkan tanggungjawab dan kinerja sekolah untuk menggali potensi dan mengatasi permasalahannya sendiri. Meningkatkan pertanggungjawaban sekolah terhadap masyarakat, orangtua dan pemerintah.

Tujuan MBS Memberdayakan segenap potensi yang ada di sekolah dan lingkungannya Membangun masyarakat yang peduli terhadap pendidikan serta memotivasi untuk berpartisipasi secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi sampai ikut bertanggungjawab terhadap hasil pendidikan di wilayahnya.

Prinsip - Prinsip MBS Akuntabel Kemandirian Sekolah Keterbukaan (transparan) Kebersamaan dan Kekeluargaan Pemberdayaan (empowerment) Berorientasi pada Mutu

Komponen MBS l Manajemen Pembelajaran MUTU Peran Serta Masy.

CIRI KHAS MBS Banyak keputusan yang diambil kepala sekolah bersama warga sekolah lainnya Lingkungan sekolah yang partisipatif Komitmen yang tinggi oleh warga sekolah untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu sekolah Adanya otonomi sekolah yang fleksibel, dan responsif Rapi dan lengkap tata administrasinya, serta rapi fisik dan lingkungan sekolahnya

Mulai melaksanakan MBS mulai dari sekolah Kepala Sekolah bersama warga sekolah lainnya merenung, refleksi, kontemplasi Apa kekurangan,kelemahan, kelebihan dan potensi sekolah Menetapkan keinginan / mimpi sederhana yang paling mungkin dilaksanakan Disampaikan pada pihak terkait untuk mendapat dukungan dari berbagai aspek Mulai melaksanakan keinginan / rencana

INDIKASI MBS BERKELANJUTAN Jika KERANGKA, POLA PIKIR DAN PELAKSANAAN MBS TELAH MENJADI KEBIASAAN DAN MEMBUDAYA PADA MASYARAKAT SETEMPAT, SECARA TERUS MENERUS, TURUN TEMURUN, DAN MAKIN LAMA MAKIN SEMPURNA SERTA MEMPENGARUHI SEGALA SEGI KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT SETEMPAT

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI MANAJEMEN Badarudin, S.Pd.

LATAR BELAKANG Dalam manajemen sekolah, khususnya melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat dengan subur memfasilitasi siswa dan warga sekolah pada umumnya menginternalisasi karakter yang baik. Keterbukaan, tanggungjawab, kerjasama, partisipasi, dan mandiri merupakan nilai-nilai dalam manajemen sekolah yang memandu kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang bernuansa pendidikan karakter, baik bagi kepala sekolah sendiri, para guru karyawan dan para siswa di sekolah, juga bagi para stakeholder sekolah yang bersangkutan.

TUJUAN Merencanakan, melaksanakan dan melakukan pengawasan terhadap seluruh program sekolah dijiwai oleh nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan nilai-nilai kebangsaan. Mengelola komponen dalam persekolahan yang tercakup dalam standar nasional pendidikan dijiwai oleh nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan nilai-nilai kebangsaan. Memadukan nilai-nilai karakter dalam manajemen berbasis sekolah seperti kemandirian, kerjasama, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dan sebagainya dengan nilai-nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan nilai-nilai kebangsaan.

PENGERTIAN Manajemen adalah pemanfaatan dan pemberdayaan seluruh sumber daya (sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya), melalui suatu proses dan pendekatan dalam rangka mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Manajemen sekolah yang berkarakter baik (mengandung nilai-nilai karakter) adalah pemanfaatan dan pemberdayaan seluruh sumber daya yang dimiliki sekolah, melalui proses dan pendekatan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien, berdasarkan dan mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma yang luhur, baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama, bangsa maupun lingkungan.

Prinsip-prinsip Implementasi Manajemen Sekolah yang Berkarakter Kejelasan tugas dan pertanggungjawaban Pembagian kerja berdasarkan the right man on the right place Kesatuan arah kebijakan Keteraturan Disiplin Keadilan (Keseimbangan) Inisiatif Semangat kebersamaan Sinergis Keikhlasan

Implementasi manajemen sekolah yang terpadu dengan nilai-nilai karakter Implementasi manajemen sekolah yang terpadu dengan nilai-nilai berkarakter dalam perencanaan program Implementasi manajemen sekolah yang terpadu dengan nilai-nilai berkarakter dalam pelaksanaan program Implementasi manajemen sekolah yang terpadu dengan nilai-nilai berkarakter dalam pengendalian/pengawasan program

Beberapa contoh praktik-praktik yang baik (good practices): 1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai karakter yang terintegrasi dalam manajemen sekolah Penugasan kepada warga sekolah untuk melakukan kajian-kajian ajaran keagamaan, dalam bentuk penelitian, penulisan karya ilmiah, dan sebagainya yang mengandung nilai-nilai karakter pengetahuan moral. Pengiriman warga sekolah ke tempat-tempat perguruan keagamaan untuk belajar dan mendalami mengandung nilai-nilai karakter pengetahuan moral. Sekolah memiliki perangkat instrumen yang disusun dan dikembangkan berdasarkan pada pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai mengandung nilai-nilai karakter pengetahuan moral, untuk dipakai sebagai acuan sekolah dalam menilai pemehaman karakter tersebut di samping untuk menilai kijerja (DP3) bagi warganya; Sekolah mengadakan seminar atau workshop yang menghadirkan nara sumber praktisi atau pemuka agama yang dipandang telah melaksanakan dengan baik atau sebagai orang yang memiliki pengetahuan lebih. Sekolah memiliki referensi, panduan-panduan, tata tertib, dan lain-lain yang mengandung nilai-nilai karakter pengetahuan moral.

Sekolah mengadakan kegiatan-kegiatan yang tepat untuk warga sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai moral terhadap dirinya seperti: reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, dan tertib. Sekolah mengadakan kegiatan-kegiatan yang sesuai untuk warga sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai moral terhadap sesama seperti taat peraturan, toleran, peduli, kebersamaan (kooperatif), demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain, pemurah dan dermawan, mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati, dan konstruktif. Sekolah mengadakan kegiatan-kegiatan yang sesuai untuk warga sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai moral terhadap kebangsaan yaitu: taat peraturan pemerintah, toleran antar beragama-suku-ras-lainnya, peduli sesama yang berbeda agama-suku-ras, kebersamaan (kooperatif), demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, konstruktif, nasionalisme, loyalitas, komitmen, rela berkorban, cinta tanah air, bela negara,dan lain-lain untuk berbakti pada bangsa dan Negara. Sekolah melaksanakan evaluasi atau penilaian pemahaman atau pengetahuan mengandung nilai-nilai karakter pengetahuan moral untuk mengetahui tingkat pemahaman karakter tersebut. Hal ini diharapkan menjadi budaya sekolah dalam membina warganya tentang pemahaman nilai-nilai karakter ini;

2. Penumbuhan keesadaran mengimplementasikan nilai-nilai karakter dalam manajemen sekolah Sekolah mengadakan kegiatan ESQ ketika diadakan kegiatan yang akan menyadarkan untuk bersikap tentang nilai-nilai karakter; Sekolah mengadakan kegiatan renungan dalam waktu-waktu tertentu dengan materi keagamaan khususnya nilai-nilai taat kepada Tuhan YME, syukur (berterima kasih), ikhlas, sabar (kepada Tuhan), dan tawakkal, untuk merubah sikap yang lebih baik atas dasar kemauan dirinya (tanpa paksaan atau tekanan); Sekolah mengadakan kunjungan ke tempat-tempat khusus (misalnya ziarah) yang dapat membangkitkan kesadaran pentingnya nilai-nilai karakter pengetahuan moral. Hasilnya juga dapat dipergunakan untuk merubah kondisi sekolah yang menumbuhkan dan membangkitkan kesadaran diri dan emosinya menjadi kuat bagi warganya terhadap nilai-nilai karakter tersebut; Sekolah bekerjasama dengan lembaga keagamaan/pondok/lainnya untuk memberikan motivasi tentang praktik kehidupan nyata yang mengandung nilai-nilai karakter. Potret dan pengalaman sikap baik dari orang lain, emosional yang baik, dll dari orang lain dapat memberikan penguatan sikap yang baik pula; Sekolah mengadakan kegiatan outbond dengan tema-tema yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter untuk memberikan kesadaran, introspeksi diri, dan merubah sikap karakter yang lebih baik; Sekolah melakukan kunjungan dan mengkaji fenomena ke lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, penampungan anak, dan sebagainya untuk memberikan muatan tentang sikap moral yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter, sehingga dapat memberikan inspirasi dalam bersikap yang dilandasi oleh nilai-nilai tersebut; dan sebagainya.

3. Pengimplementasian perilaku (tindakan) yang berkarakter baik dan terintegrasi dalam manajemen sekolah Sekolah memfasilitasi “waktu dan kesempatan” untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan dan agama sesuai kondisi dan kemampuan sekolah, sehingga secara lahiriah telah terjadi gerakan moral yang diwujudkan dalam perbuatan beribadah secara nyata. Sekolah bukan hanya untuk mencari ilmu, tetapi juga untuk mengamalkan ilmu, sehingga menghasilkan sesuatu yang terukur dan terlihat nyata bermanfaat; Sekolah menciptakan “budaya” beribadah secara kongkret; Sekolah menugaskan secara bergilir kepada guru-guru untuk memimpin peribadatan sesuai dengan keyakinan dan agamnya masing-masing pada kegiatan rutin, insedental, terprogram , dan lainnya; Sekolah mengadakan kegiatan pembiasaan bagi para guru dan tenaga kependidikan bahwa dalam setiap kegiatan pengembangan komepetensi lulusan adalah merupakan tanggungjawab mereka yang tidak didasari oleh semata-mata materi; Sekolah memiliki perangkat instrumen dan tim khusus yang mengawasi dan menilai secara proporsional tentang perilaku warga sekolah yang berkaitan dengan nilai-nilai ketaatan kepada Tuhan YME, kesyukuran (berterima kasih), keikhlasan,kesabaran (kepada Tuhan), dan ketawakkalan; Terdapat sanksi moral dalam lingkungan sekolah, sanksi administrasi, dan sangat dimungkinkan sanksi yuridis apabila terdapat warganya yang tidak taat agama dan banyak tuntutan yang di luar koridor (berlebihan);

Sekolah melaksanakan ibadah bersama (misalnya bagi pemeluk Agama Islam sholat berjamaah) pada secara rutin setiap harinya sesuai agama dan keyakinan masing-masing, yang dipimpin oleh salah seorang warga sekolah secara bergantian menurut tata aturan yang diyakini; Sekolah mengadakan pelatihan dan lomba-lomba pendalaman agama dan ibadah lain yang tidak menyalahi ajaran masing-masing; Terdapat upaya tertentu di sekolah yang diciptakan oleh kepala sekolah apabila terdapat penyimpangan, kesalahan, dan lainnya yang dilakukan guru pada saat menjalankan tugasnya. Sekolah mengawasi dan menilai secara proporsional tentang perilaku warga sekolah dengan perangkat instrumen dan tim khusus pada saat warga sekolah melaksanakan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter. Sekolah selalu mengkondisikan (membudayakan) dalam suasana kerjanya adalah sebagai bentuk ibadah, yaitu sebuah tindakan menyerahkan atau memberikan (the act of giving) kepada Tuhan atau atau bagian dari tawakkal juga, mengandung makna keagungan dalam pengabdian yang terwujud dalam suatu kesadaran yang dapat mempengaruhi ikatan batin pekerja, motivasi, kebiasaan, dan bahkan karakter pekerja, sehingga akan memiliki kualitas kerja tinggi dan akan ditempatkan pada posisi pekerja yang maksimal dan akibatnya imbalan materi secara otomatis makin tinggi dengan sendirinya.

Implementasi keterpaduan nilai-nilai karakter kemandirian, keterbukaan, akuntabilitas, kerjasama/kemitraan, dan partisipasi dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) kemandirian, yaitu dalam penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan program dan evaluasinya di sekolah diharapkan mampu tanpa banyak ditentukan oleh pihak lain, tidak tergantung, tidak menunggu, tidak mengharapkan, tidak “didekte” oleh pihak lain, serta tidak hanya sekedar mencontoh atau meniru dan mengambil dari pihak lain. Semua yang direncanakan oleh sekolah memang sesuai kebutuhan sekolah dan atas dasar inisiasi sekolah tanpa melanggar peraturan perundangan yang ada; kemitraan atau kerjasama, yaitu dalam melakukan penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan dan evaluasi program menuntut adanya masukan-masukan atau sekaligus bantuan secara langsung dari para pemangku kepentingan, dan kemitraan dalam arti luas tetap menerima dan memerlukan kerjasama dengan pihak lain; partisipasi, yaitu dalam penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan program serta evaluasi kegiatan ini stakeholders terlibat aktif, terciptanya kondisi yang terbuka dan demokratik di sekolah yaitu semua warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyusunan sampai evaluasi program dan kegiatan yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan, keterbukaan, yaitu setiap orang yang terkait dengan penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan dan evaluasi program/kegiatan sekolah dapat mengetahui proses dan hasil akhirnya secara keseluruhan; akuntabilitas, dimana sekolah berkewajiban memper­tanggungjawabkan proses dan hasil penyusunan RKS dan RKAS, pelaksanaan, evaluasi, dan hasil-hasil program sekolah kepada pihak-pihak terkait atau publik, sehingga sekolah memiliki kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Kepemimpinan yang mengembangkan/membangun nilai-nilai karakter di sekolah Visi yang strategis dan jelas Kompetensi dan komitmen Tanggung jawab Dapat dipercaya (amanah) Memberikan otonomi Mampu memberikan motivasi Bersikap adil Berani mengambil keputusan Kreatif dan inovatif Partisipasi Taat Hukum Keteladanan Berorientasi konsensus Saling berkaitan (Interrelatedness)

Implementasi pengelolaan lingkungan dan pembudayaan nilai-nilai karakter di sekolah Diharapkan sekolah mampu menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk mewujudkan nilai-nilai karakter dalam tindakan sehari-hari di lingkungan sekolah. Pemimpin, guru, karyawan dan lainnya mampu menjadi contoh para siswa dan para warga sekolah lain atau sesamanya. Dengan demikian akhirnya, nilai-nilai karakter dapat diwujudkan dalam kehidupan seharihari di sekolah oleh semua warga sekolah sebagai suatu kebiasaan (habituasi).

Implementasi Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi dalam Pendidikan Karakter Supervisi dan monitoring tidak bisa dipisahkan, yaitu sama-sama untuk memberikan solusi ketika terjadi permasalahan di lapangan. Keuntungan atau tujuan khusus supervisi adalah untuk memberikan solusi, sedangkan monitoring untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan. Bahkan sangat mungkin untuk tujuan tertentu antara supervisi, monitoring, dan evaluasi dapat berjalan secara bersama-sama. Dalam kerangka pelaksanaan supervisi dan monitoring program dan kegiatan penanaman nilai-nilai karakter, dapat dikembangkan berbagai macam instrumen sesuai dengan tujuan supervisi dan monitoring.

To Be Continued Sekian dulu, Semoga bermanfaat !