REVIEW MANAJEMEN OBAT DI RS Dr. Haris Budi Widodo, drg., M.Kes., A.P., SIP.
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis.
Tujuan manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan.
Dalam sistem manajemen obat, masing- masing fungsi utama terbangun berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya.
Seleksi seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual terhadap kebutuhan untuk melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan, perencanaan dan pengadaan memadukan keputusan seleksi dan seterusnya.
Siklus manajemen obat didukung oleh faktor- faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen (SlM).
Setiap tahap siklus manjemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap- tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu
Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh lnstalasi Farmasi Rumah Sakit. Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen Kesehatan Rl melalui SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa untuk membantu pengelolaan obat di rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi dan Terapi, Formularium dan Pedoman Pengobatan.
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Formularium dapat diartikan sebagai daftar produk obat yang digunakan untuk tata laksana suatu perawatan kesehatan tertentu, berisi kesimpulan atau ringkasan mengenai obat.
Formularium merupakan referensi yang berisi informasi yang selektif dan relevan untuk dokter penulis resep, penyedia/peracik obat dan petugas kesehatan lainnya. Pedoman pengobatan mutu standar pelayanan medis yang merupakan standar pelayanan rumah sakit yang telah dibakukan bertujuan mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal, melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit. Mengenai biaya obat, menurut Andayaningsih, biaya obat sebesar 40% dari total biaya kesehatan. Menurut Depkes Rl secara nasional biaya obat sebesar 40%-50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan.
Mengingat begitu pentingnya dana dan kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah sakit. Pengelolaan tersebut meliputi seleksi dan perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan.