PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SOSIOLOGI AGAMA PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEMESTER VI PERTEMUAN II PENGALAMAN KEAGAMAAN OLEH: AJAT SUDRAJAT
PENGALAMAN KEAGAMAAN
PENGALAMAN KEAGAMAAN MANUSIA dan AGAMA: Henri Bergson menyatakan: “tidak pernah ada suatu masyarakat yang tanpa agama” (JW:h.56). Raymond Firth menegaskan: “agama adalah sesuatu yang universal dalam masyarakat manusia”(JW:h.56). RR Marret mengusulkan agar mengubah sebutan homo sapiens dengan homo religiousus (JW:h.56).
PENGALAMAN KEAGAMAAN MANUSIA dan AGAMA: Rudolf Otto menyatakan bahwa agama merupakan ungkapan dari perasaan ketuhanan atau sensus numinis. Rudolf Otto juga menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu pembawaan, suatu kecenderungan, sebuah nisus, yaitu untuk memuja dan merespon pernyataan dari Tuhan (JW:h.57).
PENGALAMAN KEAGAMAAN Adanya sensus numinis menunjukkan bahwa pengalaman keagamaan terdapat dalam diri manusia. Perasaan keagamaan yang terdapat dalam diri manusia merupakan segi yang bersifat tetap dan universal dalam kehidupan mentalnya. Pengalaman keagamaan merupakan aspek batiniah dari saling hubungan antara manusia dan pikirannya dengan Tuhan Paul Tillich: “Pengalaman keagamaan berada dalam pengalaman yang umum, ia dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan”
PENGALAMAN KEAGAMAAN Ada empat pendapat mengenai hakekat pengalaman keagamaan: Menyangkal adanya pengalaman keagamaan dan dikatakan hanya ilusi belaka; Mengakui eksistensi pengalaman keagamaan, namun mengatakan bahwa pengalaman keagamaan tersebut tidak dapat dipisahkan, karena sama dengan pengalaman yang bercorak umum; Mempersamakan antara bentuk sejarah agama dengan pengalaman keagamaan; dan Mengakui adanya suatu pengalaman keagamaan murni yang dapat diidentifikasikan dengan mempergunakan kriteria tertentu yang dapat diterapkan terhadap ungkapan yang mana pun.
PENGALAMAN KEAGAMAAN Pengalaman keagamaan adalah pertemuan individu dengan realitas mutlak, yaitu: a. sesuatu yang berada di luar jangkauan pengalaman fisiknya, b. sesuatu kekuasaan yang melindungi segala benda dan peristiwa, c. kekuasaan tertinggi yang dianggap sebagai dasar eksistensi, d. sesuatu yang sakral dan menimbulkan kekaguman yang mendalam dan daya tarik luar biasa.
PENGALAMAN KEAGAMAAN Menurut Rudolf Otto pengalaman keagamaan adalah: Pengalaman suci yang unik dan seseorang tidak pernah dapat mengerti dengan jelas deskripsinya atas apa yang telah dialaminya tersebut. Pengalaman kudus yang akan menimbulkan perasaan lemah atau tidak berdaya. Pengalaman suci yang akan menimbulkan kesadaran luar biasa yang tidak terselami dan mengatasi segala makhluk, sesuatu yang tersembunyi, yang hanya dapat dialami dalam perasaan. Pengalaman akan yang suci itu disebut sebagai mysterium tremendum et fascinasum (suatu getaran misterius dan mempesona), dan menjadi sumber dan dasar dari semua perilaku keagamaan.
Menurut Rudof Otto, ada lima kualitas pengalaman suci: PENGALAMAN KEAGAMAAN Menurut Rudof Otto, ada lima kualitas pengalaman suci: Seseorang merasa mendapat limpahan kesucian absolut yang tiada taranya, yang tidak mungkin terjangkau oleh pengalaman lahir. Seseorang diliputi dengan perasaan kagum dan takut. Seseorang melihat yang suci itu memiliki kekuasaan dan kekuatan serta energi yang luar biasa. Pengalaman misterius yang mengagumkan itu menyebabkan timbulnya kesadaran akan keluarbiasaan yang suci. Seseorang yang merasakan pengalaman itu akan mengalami pengalaman yang indah karena tarikan dari yang suci.
PENGALAMAN KEAGAMAAN Pengalaman nominous (kudus) ini merupakan inti atau jantung hati agama. Dalam hal ini seseorang tidak atau kurang memiliki sikap religius disebabkan karena yang bersangkutan tidak mengalami numinous (pengalaman keagamaan) seperti lukisan di atas.
PENGALAMAN KEAGAMAAN Menurut Edmund Rochdieu, bahwa Yang Kudus itu secara simultan memiliki sifat ambiguaty (mendua dan samar-samar), yaitu menimbulkan rasa takut dan cinta, horor dan pesona, teror dan menarik.
PENGALAMAN KEAGAMAAN E. Durkheim dan Herbert Spencer Ciri-ciri Pengalaman Keagamaan adalah: Yang Kudus itu sebagai suatu kekuasaan dan kekuatan yang luar biasa. Bersifat ambiguous, dalam arti bersifat menarik dan menyebalkan, penolong tetapi juga berbahaya. Bersifat non-uilitarian, artinya tidak dapat dikendalikan untuk kepentingan praktis. Tidak empirik, tidak dapat dipelajari dengan observasi dan eksperimen. Tidak termasuk pengetahuan, di luar jangkauan logika dan nalar. Memperkuat atau mendorong para pemujanya. Menimbulkan kewajiban moral bagi para pemujanya.
PENGALAMAN KEAGAMAAN Joachim Wach: kriteria untuk mengetahui pengalaman keagamaan: Merupakan respon terhadap apa yang dialaminya sebagai realitas tertinggi. Merupakan suatu respon paripurna dari makhluk terhadap apa yang dianggap sebagai realitas tertinggi. Merupakan pengalaman yang sangat mendalam. Melibatkan suatu kewajiban atau suatu komitmen yang mendorong manusia untuk berperilaku tertentu.
PENGALAMAN KEAGAMAAN Pengalaman keagamaan sebagai tanggapan terhadap realitas mutlak akan mengikutser- takan empat hal: Adanya ‘kesadaran’ akan kehadiran realitas mutlak; Tanggapan tersebut dipandang sebagai bagian dari ‘perjumpaan’ dengan realitas mutlak; Adanya ‘penghayatan’ dalam arti hubungan yang dinamis antara seseeorang dengan realitas mutlak; dan Karakteristik situasional dalam konteksnya yang khusus (misal: perbadatan dan upacara keagamaan)
PENGALAMAN KEAGAMAAN Menurut Wach, jika empat ciri di atas tidak ada, maka pengalaman itu hanyalah pengalaman semu (pseudo religion). Joachim Wach, ekspresi atau ungkapan pengalaman keagamaan terlihat dalam tiga bentuk: (1) Pemikiran, (2) Tindakan, dan (3) Persekutuan (komunitas atau umat beragama).