PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA MUTMAINNAH A 20100730024 HARNI 20100730056 SYIFA AGNINTA T 20100730090
1. Pengertian a. Bank Syariah perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam. Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa- jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni bank yang dalam pengoprasiannya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah khusunya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam.
Lanjutan... b. Pengadilan Agama Pengadilan Agama adalah sebuah lembaga negara dalam struktur pemerintahan Republik indonesia yang pengaturannya dibawah lingkup Departemen Agama dan bertugas dibidang kekuasaan kehakiman Islam. Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama dalam lingkungan Peradilan Agama. Peradilan Agama dapat dirumuskan sebagai kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragam Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan.
2. Dasar Hukum 1. QS. Al-Hujurat : 9, yang berbunyi : “ jika dua golongan orang yang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tetapi jika salah satu dari kedua (golongan) berlaku aniaya terhadap yang lain, maka perangilah orang yang menganiaya sampai kembali ke jalan Allah SWT. Tetapi apabila ia telah kembali, damaikanlah keduanya dengan adil, dan bertindaklah benar, sungguh Allah mencintai orang-orang yang beraku adil ”. 2. Hadis Rasulullah SAW, yakni sebagai berikut: “ perjanjian diantara orang-orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-hakim dan Ibnu Hibban) ” Hadis lain juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, bahwa Rasulullah SAW bersabda “ apabila berselisih kedua belah pihak(penjual dan pembeli) dan tidak ada bukti- bukti diantara keduanya, maka perkataan yang (diterima) ialah yang dikemukakan oleh pemilik barang atau saling mengembalikan (sumpah). ”
Lanjutan... 3. Kewenangan Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syariah dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun 2006. Penjelasan pasal tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut: “ Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: a) bank syariah, b) lembaga keuangan mikro syariah, c) asuransi syariah, d) reasuransi syariah, e) reksadan syariah, f) obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, g) sekuritas syariah, h) pembiayaan syariah, I) pegadaian syariah, j) dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan k) bisnis syariah.”
3. Ruang Lingkup Kewenangan Peradilan Agama di Bidang Perbankan Syariah Terdapat 4 hal yang dapat dikemukakan sebagai batas ruang lingkup dan jangkauan kewenangan mengadili lingkungan peradilan agama dibidang bank syariah. Keempat hal yang dimaksud, yaitu: 1. Kewenangan peradilan agama di bidang bank syariah meliputi semua perkara perbankan syariah dibidang perdata. Ruang lingkup kewenangan absolut lingkungan peradilan agama dibidang bank syariah hanya meliputi perkara-perkara atau sengketa di bidang perdata saja. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 UU No.3 tahun 2006. 2. Meliputi sengketa antara bank syariah dengan pihak non-Islam Pihak-pihak yang dibenarkan berperkara di pengadilan agama tidak hanya terbatas pada mereka yang beragama Islam saja, melainkan juga yang non-Islam, sepanjang sengketa itu berkaitan dengan kegiatan usaha bank syariah yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
lanjutan... 3. Tidak menjangkau klausula arbitrase konsekuensi yuridis dari adanya klausula arbitrase adalah apabila terjadi sengketa maka penyelesaiannya harus dilakukan melalui forum arbitrase itu sendiri. Para pihak bersangkutan tidak dibenarkan lagi mengajukan sengketa yang terjadi ke peradilan negara. 4. Meliputi putusan arbitrase syariah di bidang perbankan syariah Jika terhadap putusan arbitrase para pihak ternyata tidak melaksanakannya secara sukarela, maka sesuai dengan ketentuan UU, pengadilan agama yang berwenang untuk memerintahkan pelaksanaan putusan tersebut. Karena badan arbitrase itu sendiri tidak punya wewenang untuk menjalankan atau mengeksekusi putusannya tersebut.
4. Hukum Acara Yang Berlaku di Lingkungan Peradilan Agama Sebelum berbicara mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah dilingkungan peradilan agama, perlu diketahui hukum acara (hukum formal) yang berlaku di lingkungan peradilan agama itu sendiri. 1. Urgensi Hukum Acara dalam Proses Peradilan Setiap pengadilan, termasuk pengadilan agama dalam menjalankan tugas dan kewenangannya wajib menerapkan hukum acara yang telah ditentukan dalam undang-undang. Ia tidak dibenarkan menyimpang atau melanggar dari ketentuan hukum acara tersebut. Kesalahan atau pelanggaran dalam menerapkan hukum acara akan berakibat lebih fatal dibandingkan dengan kesalahan dalam menerapkan hukum materil. 2. Hukum Acara di Lingkungan Peradilan Agama Hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan agama yang benar-benar harus dipahami secara luas dan mendalam oleh aparatnya (terutama hakim) adalah terdiri dari :
Lanjutan... Hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Hukum acara yang diatur secara khusus dalam UU Peradilan Agama tersebut. Hukum acara pidana sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, yang khusus diterapkan di Mahkamh Syar’iyah di provinsi NAD. 3. Hukum Acara dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah Penerapan ketentuan-ketentuan hukum acara perdata dimaksud dalam menyelesaikan perkara-perkara dibidang ekonomi syariah di lingkungan peradilan agama bersifat imperatif. Artinya, dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan perkara dibidang ekonomi syariah umumnya dan perbankan syariah khususnya, pengadilan agama harus menerapkan ketentuan-ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum tersebut.
5. Prosedur Penyelesaian Perkara Perbankan Syariah Secara umum, terdapat 2 cara penyelesaian terhadap perkara-perkara yang diajukan ke pengadilan agama, yaitu : Penyelesaian Melalui Perdamaian. Sudah menjadi asas dalam hukum acara perdata bahwa pengadilan (hakim) wajib mendamaikan pihak berperkara. Terkait dengan upaya damai yang harus dilakukan hakim dalam rangka menyelesaiakan perkara di bidang ekonomi syariah umumnya dan bidang perbankan syariah khususnya dilingkungan peradilan agama, paling tidak ada dua ketentuan yang harus diperhatikan yaitu: ketentuan pasal 154 R.Bg/130 HIR dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan. Langkah-langkah yang harus dilakukan hakim dalam upaya mendamaikan para pihak berperkara di persidangan dapat diuraikan sebagai berikut : Upaya damai atas dasar ketentuan pasal 154 R.Bg/130 HIR Upaya damai melalui mediasi
Lanjutan... 2. Penyelesaian Melalui Proses Persidangan (Litigasi) Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam persetujuan perdamaian Persetujuan perdamaian harus atas kemauan kedua belah pihak Persetujuan perdamaian harus mengakhiri sengketa Persetujuan perdamaian harus berbentuk tertulis Persetujuan perdamaian harus melibatkan seluruh pihak berperkara 2. Penyelesaian Melalui Proses Persidangan (Litigasi) Hal-hal yang harus dilakukan terlebih dahulu dalam menangani perkara perbankan syariah. Adapun hal penting yang harus dilakukan terlebih dahulu tersebut antara lain: Pastikan lebih dahulu perkara tersebut bukan perkara perjanjian yang mengandung klausula arbitrase. Pelajari secara cermat perjanjian (akad) yang mendasari kerja sama antarpara pihak.
Prinsip Utama Dalam Menangani Perkara Perbankan Syariah Adapun prinsip utama yang harus benar-benar dipahami dan diperhatikan dalam menangani perkara perbankan syariah, bahwa dalam proses penyelesaian perkara tersebut sama sekali tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Hal ini merupakan prinsip fundamental dalam menangani dan menyelesaikan perkara perbankan syariah di pengadilan agama seperti ditegaskan Pasal 1 Ayat (7) jo. Pasal 12 UU No. 21 Tahun 2008 dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Prosedur Pemeriksaan Perkara perbankan Syariah 1. Pemeriksaan di persidangan sesuai hukum acara perdata Apabila upaya penyelesaian melalui kedua bentuk perdamaian tidak berhasil, maka hakim melanjutkan proses pemeriksaan perkara tersebut di persidangan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang dimaksud. Dengan demikian dalam hal ini proses pemeriksaan perkara tersebut akan berjalan sebagaimana lazimnya proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan.
2. Sumber-sumber hukum materiil dalam mengadili perkara perbankan Sumber-sumber hukum yang terpenting untuk dijadikan dasar dalam mengadili perkara-perkara perbankan syariah setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama, antara lain adalah : a. Isi perjanjian atau akad (agreement) yang dibuat para pihak. Isi perjanjian atau akad dijadikan sebagai sumber hukum materiil dalam mengadili perkara perbankan tidak terlepas dari kedudukan perjanjian atau akad itu sendiri yang berlaku sebagai UU bagi para pihak yang mebuatnya. b. Peraturan perundang-undangan di bidang Perbankan Syariah Antara lain: UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
c. Kebiasaan- kebiasaan dibidang Ekonomi Syariah Kebiasaan dibidang Ekonomi Syariah dapat dijadikan sebagai sumber hukum materiil dengan memenuhi 3 syarat, yaitu: 1. Perbuatan itu dilakukan oleh masyarakat tertentu secara berulang-ulang dalam waktu yang lama. 2. Kebiasaan itu sudah merupakan keyakinan hukum masyarakat. 3. Adannya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar d. Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional di Bidang Perbankan Syariah Fatwa-fatwa DSN yang dapat dijadikan sumber hukum dalam mengadili perkara perbankan syariah adalah meliputi seluruh fatwa DSN di bidang perbankan syariah yang saat ini sudah lebih dari 50 fatwa. e. Yurisprudensi Yurispundensi yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum adalah yurispundensi dalam arti putusan hakim tingkat pertama dan tingkat banding yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung. f. Doktrin Doktrin yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber hukum adalah pendapat- pendapat para pakar hukum Islam yang terdapat dalam kitab-kitab fikih yang sekaligus merupakan kitab hukum (rechtsboek).
Daftar Pustaka Basir, Cik, 2008, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama & Mahkamah Syar’iyah, Kencana Perdana Media Group : Jakarta. Bisri, Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada : Jakarta. Anshori, Abdul Ghofur, 2010, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Gajah Mada University Press : Yogyakarta. Musjtari, Dewi Nurul dan Fadia Fitriyani, 2010, Hukum Perbankan Syariah dan Takaful (Dalam Teori dan Praktek), Lab Hukum Fak Hukum UMY : Yogyakarta.