“ PENYIMPANGAN PROFESI HAKIM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM DAN FILSAFAT HUKUM ” MATA KULIAH FILSAFAT HUKUM DOSEN PENGAJAR: Drs. H. Mujiyana, M.Si KELOMPOK.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
POKOK – POKOK PTUN & BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Advertisements

Kekuasaan Kehakiman Pokok Bahasan 5.
KD 1. Mendeskripsikan pengertian sistem hukum dan peradilan nasional
PUTUSAN PENGADILAN.
PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA
TEHNIS BANTUAN HUKUM BAGI PNS YANG TERLIBAT KASUS HUKUM.
Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana
TANGGUNG JAWAB PROFESI HAKIM
HAK ASASI MANUSIA PERKULIAHAN TGL 30 DESEMBER 2009.
ETIKA PROFESI JAKSA.
TELAAH PENGADUAN PEMERIKSAAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
BANTUAN HUKUM Dan PROSEDUR MENGAJUKAN GUGATAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh: Krepti Sayeti, SH.
TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM (ADVOKAT) II
PENGADILAN PAJAK.
Hukum Acara.
M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn. PEMBIDANGAN HUKUM.
ACARA BIASA.
KODE ETIK PROFESI HAKIM
SELAMAT DATANG.
PENYELIDIKAN & PENYIDIKAN
Proses Hukum di KPPU Laporan Pemeriksaan pendahuluan
REFRESHER COURSE KEJAKSAAN MEDAN, 2008
Asas-asas Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan kedepan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana.
KOMNAS HAM.
PERMA NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK SLA
KEKUASAAN KEHAKIMAN pada UU NO
Pemutusan Kontrak K 6 - Hukum Kontrak UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Oleh : Sutio Jumagi Akhirno, S.H.,M.Hum.
PUTUSAN PENGADILAN.
PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
PERDAMAIAN.
PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002
Oleh : LUDFIE JATMIKO Sesi I
HUKUM ACARA PERDATA.
PENYIDIKAN NEGARA.
PENUNTUTAN Dr. SETYO UTOMO,SH., M.Hum.
Kode Etik Advokat Indonesia (Materi 10)
HUKUM ACARA PIDANA Disampaikan pada Pertemuan Ke-9
Pertemuan ke-3 Oleh : Mariyana Widiastuti
ETIKA BISNIS “Perspektif Etika Bisnis dalam Ajaran Islam (Sudut Pandang) dan Barat, dan Etika Profesi” Nurdesri Wahyu Ningtyas 4EA Fakultas.
Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana
PENYIDIKAN.
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
MANFAAT KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI BAGI HUKUM PIDANA
Bahan Kuliah FH UII Yogyakarta 2016.
PENUNTUTAN Dr. SETYO UTOMO,SH., M.Hum.
Penegakan Hukum Persaingan Usaha
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak Gugatan Banding
DAN PERADILAN NASIONAL
HUKUM ADAT DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN (Dulu & Sekarang)
PEMBIDANGAN HUKUM.
PERSOALAN HUKUM DALAM PEMILIHAN GUBERNUR dan WAKIL GUBERNUR TAHUN 2018
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
Alasan mengajukan gugatan
Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
ACARA PEMERIKSAAN.
PRAPERADILAN DAN BANTUAN HUKUM
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
PRAKTEK HUKUM PERDATA PROGRAM REGULER PROGRAM PARAREL PENGAJAR:
MATERI FILSAFAT HUKUM - HUKUM YANG MENGATUR KEMANFAATAN KETENTUAN KODE ETIK NOTARIS.
ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI
Sistem Hukum Indonesia ( bahan 05 )
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI. ASAS DAN SUMBER HUKUM ACARA MK Pembahasan: Asas-Asas Hukum Acara MK Sumber Hukum Acara MK.
ETIKA BISNIS & TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR)
BANTUAN PEMERINTAH DITINJAU DARI ASPEK HUKUM
MAL-ADMINISTRASI OLEH : Drs. H. HIPNI, M.Si Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sukabumi.
Transcript presentasi:

“ PENYIMPANGAN PROFESI HAKIM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM DAN FILSAFAT HUKUM ” MATA KULIAH FILSAFAT HUKUM DOSEN PENGAJAR: Drs. H. Mujiyana, M.Si KELOMPOK SETUNGGAL: RIZKY ADELIA (20100610171) IKHTIMALUL GH.M. (20100610126) RIDWAN ROFA’I (20100610123) NORMALA MILA AZILA (20100610112) RINA MASYITOH (20110610234) ANDI AFFANDIL HASWAT (20100610088)

Substansi makalah Alasan Pemilihan Judul/ Latar Belakang Rumusan Masalah Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar pustaka

Latar Belakang Etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagian anggota umat manusia untuk melaksanakan profesi yang luhur itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah : Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntunan profesi Sadar akan kewajibannya, dan Memiliki idealisme yang tinggi

Macam-macam etika profesi hukum yaitu : Hakim Jaksa Polisi Advokat Kelompok kami memilih etika profesi hukum hakim, karena kami rasa sangat perlu kita semua mengetahui baik dan buruk serta hak dan kewajiban hakim dalam memutus perkara. Mengapa demikian? Karena hakim dapat dikatakan sebagai wakil ALLAH SWT didunia, sehingga apapun keputusan hakim pasti akan dijalankan. Entah itu baik atau buruk, itu sebabnya kelompok kami memilih etika profesi hukum, agar semua orang dapat mengetahui keputusan hakim tersebut baik atau buruk. Apabila buruk kita dapat membenarkannya dengan memberikan opini beserta dasar hukum yang jelas agar hakim tidak melakukan penyimpangan yang lebih fatal lagi. Sebagaimana yang sering kita dengar dan lihat dimedia, adanya penyimpangan oleh hakim, maka tidak ada salahnya kelompok kami memilih judul Penyimpangan Profesi Hakim Menurut Perspektif Islam dan Filsafat Hukum.

Rumusan Masalah Bagaimana contoh kasus penyimpangan yang dilakukan oleh hakim tersebut? Bagaimana perspektif Islam dalam menanggapi penyimpangan profesi hakim tersebut? Bagaimana perspektif filsafat hukum dalam menanggapi penyimpangan profesi hakim tersebut?

Hakim Syarifuddin Dituntut 20 Tahun Penjara pembahasan Contoh kasus penyimpangan profesi hakim Hakim Syarifuddin Dituntut 20 Tahun Penjara REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (2/2), membuat gebrakan dan sejarah baru. Untuk pertama kalinya semenjak KPK berdiri sejak tahun 2002 lalu, JPU KPK menuntut hukuman maksimal kepada seorang terdakwa kasus korupsi. Terdakwa yang dituntut maksimal itu adalah seorang hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang terlibat kasus suap PT Sky Camping Indonesia, Syarifuddin. Ia dituntut hukuman pidana penjara selama 20 tahun. "Meminta majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan terdakwa Syarifuddin SH MH telah terbukti sah dan menyakinkan bersalah menurut  hukum telah  melakukan tindak pidana korupsi dan meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa hukuman 20 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara," kata anggota JPU KPK Zet Todung Allo saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/2). Menurut JPU, Syarifuddin yang merupakan seorang hakim, dianggap terbukti telah menerima hadiah dan memberikan janji seperti tertuang dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia tertangkap tangan pada 1 Juni 2011  saat menerima uang Rp 250 juta dari kurator Puguh Wirawan dalam pengurusan harta pailit PT Sky Camping Indonesia.

Perspektif Islam dalam Menanggapi Penyimpangan Profesi Hakim    Sebelum membahas pengertian kode etik, maka terlebih dahulu perlu dipahami pengertian hakim. Hakim berasal dari kata   حكم – يحكم – حاكم  : sama artinya dengan qod}i yang berasal dari kata  قضى – يقضى – قا ض artinya memutus. Sedangkan menurut bahasa adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.  Adapun pengertian menurut syar'a yaitu orang yang diangkat oleh kepala negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselisihan dalam bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan,  sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah mengangkat qod}i untuk bertugas menyelesaikan sengketa di antara manusia di tempat-tempat yang jauh, sebagaimana ia telah melimpahkan wewenang ini pada sahabatnya.  Hal ini terjadi pada sahabat dan terus berlanjut pada Bani Umayah dan Bani Abbasiah, diakibatkan dari semakin luasnya wilayah Islam dan kompleknya masalah yang terjadi pada masyarakat, sehingga diperlukan hakim – hakim untuk menyelesaikan perkara yang terjadi.

Hakim sendiri adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.  Sedangkan dalam Undang- undang kekuasaan kehakiman adalah penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.  Dengan demikian hakim adalah sebagai pejabat Negara yang diangkat oleh kepala Negara sebagai penegak hukum dan keadilan yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang telah diembannya menurut Undang-undang yang berlaku.

 Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kebebasan untuk membuat keputusan terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya.   ia menjadi tumpuan dan harapan bagi pencari keadilan. Disamping itu mempunyai kewajiban ganda, disatu pihak merupakan pejabat yang ditugasi menerapkan hukum (izhar al-hukum) terhadap perkara yang kongkrit baik terhadap hukum tertulis maupun tidak tertulis, dilain pihak sebagai penegak hukum dan keadilan dituntut untuk dapat menggali, memahami, nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Secara makro dituntut untuk memahami rasa hukum yang hidup di dalam masyarakat.

Dalam undang-undang disebutkan tugas pengadilan adalah : tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.  Artinya hakim sebagai unsur pengadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.  Nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut seperti persepsi masyarakat tentang tentang keadilan, kepastian, hukum dan kemamfaatan. Hal ini menjadi tuntutan bagi hakim untuk selalu meningkatkan kualitasnya sehingga dalam memutuskan perkara benar-benar berdasarkan hukum yang ada dan keputusannya dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam hadis dijelaskan, yang artinya :  Dalam menyelesaikan suatu perkara ada beberapa tahapan yang harus di lakukan oleh hakim diantaranya : Mengkonstatir yaitu yang dituangkan dalam Berita Acara Persidangan dan dalam duduknya perkara pada putusan hakim. Mengkonstatir ini dilakukan dengan terlebih dahulu melihat pokok perkara dan kemudian mengakui atau membenarkan atas peristiwa yang diajukan, tetapi sebelumnya telah diadakan pembuktian terlebih dahulu.

Tahapan-tahapan tersebut menjadikan hakim dituntut untuk jeli dan hati-hati untuk memberikan keputusan sekaligus menemukan hukumnya, karena pada dasarnya hakim dianggap mengetahui hukum dan dapat mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuan dan keyakinannya  sesuai dengan doktrin Curia Ius Novit .Karena dalam undang- undang dijelaskan bahwa hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya untuk diperiksa dan diputus, dengan alasan bahwa hukum yang ada tidak ada atau kurang jelas.

 Mengkualifisir yaitu yang dituangkan dalam pertimbangan hukum dalam surat putusan. Ini merupakan suatu penilaian terhadap peristiwa atas bukti-bukti, fakta-fakta peristiwa atau fakta hukum dan menemukan hukumnya. Mengkonstituir yaitu yang dituangkan dalam surat putusan. Tahap tiga ini merupakan penetapan hukum atau merupakan pemberian konstitusi terhadap perkara.

Sedangkan fungsi hakim adalah menegakkan kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh para pihak tanpa melebihi atau menguranginya terutama yang berkaitan dengan perkara perdata, sedangkan dalam perkara pidana mencari kebenaran sesungguhnya secara mutlak tidak terbatas pada apa yang telah dilakukan oleh terdakwa, melainkan dari itu harus diselidiki dari latar belakang perbuatan terdakwa. Artinya hakim mengejar kebenaran materil secara mutlak dan tuntas. dengan demikian tugas hakim adalah melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya untuk memberikan kepastian hukum semua perkara yang masuk baik perkara tersebut telah di atur dalam Undang-undang maupun yang tidak terdapat ketentuannya. Disini terlihat dalam menjalankan tanggung jawabnya hakim harus bersifat obyektif, karena merupakan fungsionaris yang ditunjuk undang-undang untuk memeriksa dan mengadili perkara, dengan penilaian yang obyektif pula karena harus berdiri di atas kedua belah pihak yang berperkara dan tidak boleh memihak salah satu pihak.

Perspektif filsafat dalam Menanggapi Penyimpangan Profesi Hakim Secara sosiologis, struktur pengadilan beserta Hakim-Hakimnya tidak dapat dilepaskan dari struktur sosial masyarakatnya. Dengan adanya penilaian dari masyarakat mengenai output pengadilan berarti telah terjadi persinggungan antara lembaga peradilan dengan masyarakat di mana lingkungan peradilan itu berada. Implikasi dari penilaian masyarakat terhadap putusan pengadilan ter- sebut mengandung makna, bahwa pengadilan bukanlah lembaga yang terisolir dari masyarakatnya. Pengadilan tidak boleh memalingkan muka dari rasa keadilan dan nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang. Para Hakim senantiasa dituntut untuk menggali dan memahami hukum yang hidup dalam masyarakatnya.

PAUL SCHOLTEN dalam karya terkenalnya Algemeen Deel menyebut aktivitas Hakim sebagai rechtsverfijning atau proses penghalusan hukum yang pada akhirnya juga terkenal sebagai rechtsvinding alias penemuan hukum. Pada hakekatnya keberadaan hukum yang terwadahkan sekalipun, juga harus selalu mengalami proses penghalusan dan penyempurnaan. Artinya, hukum tidak hanya bisa bersandar pada kekuasaan manusia yang statis saja. Hukum juga harus mampu mengikuti dinamika yang timbul akibat dari adanya hukum kodrati. Mengalir dari satu ruang ke ruang yang lain, dari satu waktu ke waktu yang lain. Bagi penganut teori atau konsep yang dipengaruhi oleh pandangan sosial mengenai hukum akan berkata: “Hakim yang baik adalah Hakim yang memutus sesuai dengan kenyataan atau tuntutan sosial yang ada dalam masyarakat”. Menurut pandangan ini, ketentuan hukum harus dinomorduakan, apabila perlu dikesampingkan. Gambaran pembuatan putusan Hakim sebagai kerja yuridis yakni menerapkan undang-undang saja bukanlah gambaran utuh tugas dan pekerjaan Hakim. Dengan demikian bekerjanya hukum di pengadilan bukanlah proses yuridis semata, melainkan suatu proses sosial yang lebih besar. Ada hal lain yang harus disadari oleh mereka yang sangat menekankan fungsi sosial hukum. Pandangan sosiologis seperti ini dapat bersifat totaliter yang hendak menundukkan kepentingan individual (pencari keadilan) dengan kepentingan sosial belaka. Sesuatu cara pandang yang kurang sesuai dengan tuntutan demokrasi, dan penghormatan hak-hak individu.

Pandangan ini menurut Bagir Manan terlalu sosial oriented, selain dapat menimbulkan ketidakpastian, putusan Hakim dapat menjadi sangat subjektif, sepenuhnya tergantung pada kemauan Hakim yang bersangkutan. Kepentingan masyarakat berubah, kepentingan yang satu berbeda dengan kepentingan yang lain, sehingga tidak ada konsistensi putusan. Orientasi sosial ini dapat pula merugikan kepentingan pencari keadilan. Harus diingat, kepentingan utama dalam suatu perkara (putusan) adalah kepentingan pencari keadilan (pihak-pihak yang berpekara), baru kemudian kepentingan masyarakat. Sangatlah baik kalau kepentingan pencari keadilan dan kepentingan masyarakat berjalan seiring, atau dapat saling memberi, atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan satu sama lain. Apabila bertentangan, Hakim (putusan Hakim) wajib mengutamakan kepentingan pihak yang berpekara, karena merekalah yang mencari keadilan, merekalah yang secara langsung akan menerima konsekuensi putusan.

Kesimpulan & Saran Kesimpulan Ada peringatan dari hadist Nabi SAW : tiga karakter hakim dalam memutus perkara : Hakim dalam surga itu adalah orang yang mengetahui kebenaran dan dia memutuskan dengannya Hakim dalam neraka adalah orang yang mengtahui kebenaran akan tetapi dia menyimpang dari kebenaran itu dalam memutuskan perkara Hakim dalam neraka adalah orang yang memutuskan perkara yang tidak didasarkan pengetahuan

Hakim  sebagai salah satu aparat penegak hukum (Legal Aparatus) yang sudah memiliki kode etik sebagai standar moral atau kaedah seperangkat hukum formal. Namun realitanya para kalangan profesi hukum belum menghayati dan melaksanakan kode etik profesi dalam melaksanakan profesinya sehari-hari, terlihat dengan banyaknya yang mengabaikan kode etik profesi, sehingga profesi ini tidak lepas mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Khusus berkenaan dengan pemutusan perkara di pengadilan yang dirasa tidak memenuhi rasa keadilan dan kebenaran maka hakimlah yang kena, dan apabila memenuhi harapan masyarakat maka hakimlah yang mendapat sanjungan. Dengan kata lain masyarakat memandang wajah peradilan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh sikap atau perilaku hakim. Sebagai contoh atas adanya hakim yang melakukan Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang dibuktikan dengan data Transparansi Internasional (TI) dan catatan Political Economi Risk Concultanty (PERC)  yang membuktikan bahwa korupsi di lembaga peradilan sebagai urutan ketiga setelah lembaga kepolisian dan Bea Cukai dan urutan lima besar di dunia. Saran Menjadi penegak hukum, khususnya hakim sangatlah sulit, tak mudah dalam memutus perkara. Membutuhkan beberapa pertimbangan, membuka yurisprudensi bahkan menjadi hakim yang baik seharusnya sebelum memutus perkara hendaknya melakukan sholat malam untuk mendapatkan putusan yang benar-benar adil dan tidak merugikan salah satu pihak serta mengganggu stabilitas di masyarakat.

Daftar Pustaka http://www.republika.co.id http://teosufi.webs.com/apps/blog/show/14164227- etika-profesi-hakim-dalam-perspektif-hukum- islam-studi-analisis-terhadap-kode-etik-profesi- hakim-indonesia- http://teguhalexander.blogspot.com/2009_01_01_ archive.html Thank You