UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
BAB I KETENTUAN UMUM BAB II PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN BAB III TENAGA KEFARMASIAN BAB IV DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN BAB V PEMBINAAN DAN.
Advertisements

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG
LABEL PANGAN ROY SPARRINGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) INDUSTRI MAKANAN, HASIL LAUT DAN PERIKANAN Direktorat Jenderal Industri Agro.
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 21 Tahun 2011
PEMBEBASAN BEA MASUK INDUSTRI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
SOSIALISASI E-CATALOGUE OBAT
Lembaga yang Berwenang Mengkoordinasikan Investasi
PENGATURAN LABEL PRODUK PANGAN DAN NON PANGAN DALAM RANGKA PENGUATAN PASAR DOMESTIK dr. Bayu khrisnamurti wakil menteri KEMENTERIAN PERDAGANGAN RI 11.
PROSEDUR DAN KEBIJAKAN UMUM EKSPOR
Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Daftar Informasi Publik & Informasi Yang Dikecualikan
KEBIJAKAN BIRO HUKUM DAN KLN DALAM BIDANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
SOSIALISASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Drs. Haris Sadiminanto, MMSi, MBA
IMPLEMENTASI NATIONAL SINGLE WINDOW DI DEPARTEMEN KESEHATAN
IMPLEMENTASI NATIONAL SINGLE WINDOW DI DEPARTEMEN KESEHATAN
Dasar Hukum dan Persyaratan Penerbitan Rekomendasi/Pertimbangan Teknis di Lingkungan Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Jakarta, 28.
Prosedur dan Kebijakan Umum Impor
PENGGOLONGAN OBAT DRA. HELNI, APT, M.KES.
PERAN PPID DAN PPID PEMBANTU DALAM LAYANAN INFORMASI PUBLIK
PROSEDUR FASILITAS KEPABEANAN PEMBEBASAN BEA MASUK
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2010 Tentang PENETAPAN SATU TEMPAT ATAU LEBIH SEBAGAI TEMPAT PAJAK PERTAMBAHAN.
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
Sosialisasi Pendaftaran Pangan Olahan
KEBIJAKAN KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL PADA BARANG
PROSEDUR FASILITAS KEPABEANAN PEMBEBASAN BEA MASUK
PEMINDAHAN HAK DENGAN INBRENG
KOMITMEN PEMERINTAH TERHADAP UNDANG-UNDANG NARKOTIKA
SUNSET POLICY.
Penyaluran Obat oleh Pedagang Besar Farmasi berdasarkan Permenkes 1148/2011 tentang PBF beserta Perubahannya (Permenkes 34/2014) Direktorat Bina Produksi.
BIRO PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN BAPEPAM DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI ANGGOTA DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS.
IMPLEMENTASI DAN PENINGKATAN SISTEM e - Report PBF
PROSEDUR DAN KEBIJAKAN UMUM EKSPOR
Pengelolaan Dana Hibah
DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN IZIN LINGKUNGAN
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
Lanjutan materi minggu ke 13
PENGANGKUTAN BARANG IMPOR DAN EKSPOR
DI BIDANG OBAT TRADISIONAL
PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) DAN PEDAGANG BESAR ALAT KESEHATAN
KASI INTELIJEN KEJAKSAAN NEGERI AGAM
Solo-Salatiga, Maret 2016 Direktorat Impor
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt
Standar Kompetensi: Menerapkan Distribusi Sediaan Obat Bebas, Bebas Terbatas, dan Obat Keras, Obat Psikotropika dan Narkotika.
TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
PERATURAN PELAKSANAAN BIDANG KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI
ajustment/opinion/deal
Seputar kebijakan kemkes terkait uu 35/2009
PENGGOLONGAN OBAT MENURUT UNDANG-UNDANG
Narkotika/Psikotropika
Kewenangan DJBC Kewenangan Administratif: Kewenangan Yudikatif:
“Barang Tidak Dikuasai disimpan di Tempat Penimbunan Pabean”
Psikotropika UU no.5 th 1997 fathulrohman.
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
OLEH VINNY S. MUSTAFA NIRMALA N. P. HOWAN
UNDANG-UNDANG PSIKOTROPIKA,DAN OBAT PREKURSOR
UNDANG-UNDANG KESEHATAN
tika afriani,m.farm.,apt. universitas mohammad natsir
MUTASI BARANG KENA CUKAI
M. SIDROTULLAH PENGELOLAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA.
NARKOTIKA MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat.
PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) Fiqi daynul iqbal, S.Farm., Apt.
Perubahan alamat Perusahaan
Transcript presentasi:

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh: Dirjen Binfar dan Alkes Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan Desember 2009

TUJUAN Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

TUJUAN (Lanjutan) Obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama e) Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sehingga UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai kagu dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tidak pidana tersebut.

Dasar Hukum 1. UUD RI Tahun 1945 Psl. 5 ayat (1) & Psl. 20 2. UU Nomor 8 Tahun 1976 tentang Tentang: Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya (LN 1976/36; TLN NO. 3085) 3. UU Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Dan Psikotropika, 1988 (LN 1997/17; TLN No. 3673)

RUANG LINGKUP Pasal 5 Pengaturan Narkotika dalam Undang Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan: a. Narkotika b. Prekursor Narkotika.

DEFINISI NARKOTIKA Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)

PENGGOLONGAN NARKOTIKA Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan & tidak digunakan dalam terapi, mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan Misal:Tanaman Papaver Somniferum L,Opium mentah dsb Golongan II berkhasiat pengobatan.digunakan sebagai pilihan terakhir & dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan Misal : Fentanil, Petidina, dsb

PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan) Golongan III berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi ringan mengakibatkan ketergantungan Misal Kodein dan garam-garam, Campuran Opium + bahan bukan narkotika Campuran sediaan difenoksin/difenoksilat+bahan bukan narkotika

PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan) Catatan: Pada Gol. I UU tentang Narkotika No.35 Tahun 2009 ada beberapa penambahan bahan dari golongan I dan beberapa golongan II Psikotropika dari UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika karena sering terjadi penyalahgunaan (seperti: Brolamfetamin, Amfetamin, metamfetamin dsb) 2. Buprenorphin yg sebelumnya masuk pada Psikotropika Gol. II pada UU tentang Psikotropika No. 5 Tahun 1997 dipindahkan ke Golongan III pada Undang-Undang Narkotika No.35 Tahun 2009.

Rencana Kebutuhan Tahunan Pasal 9 Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk keperluan ketersediaan Narkotika, disusun Rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

PRODUKSI NARKOTIKA (Pasal 11-12) Menkes memberi izin khusus sesuai Peraturan Perundang-undangan Narkotika Gol I dilarang diproduksi / digunakan dalam proses produksi, kecuali jumlah terbatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika Tata cara diatur oleh Menkes

Penyimpanan dan Pelaporan Pasal 14 Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya

IMPORTASI NARKOTIKA Menkes memberikan izin importasi narkotika kepada 1 (satu) Perusahaan Milik Negara yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.) berdasarkan Kepmenkes No.199/Menkes/SK/III/1996 tentang Penunjukan Pedagang Besar Farmasi PT (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai Importir Tunggal Narkotika di Indonesia.

IMPORTASI NARKOTIKA (Pasal 16) Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika. Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/atau penggunaan Narkotika. Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Izin Khusus (Pasal 18) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika. Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.

Surat Persetujuan Ekspor (Pasal 19) (1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri untuk setiap kali melakukan ekspor Narkotika. (2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.

Pasal 20 Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor. Pasal 21 Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.

Pengangkutan (Pasal 24) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan di negara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri. (2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau surat persetujuan impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.

Transito Pasal 29 Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor. (2) ………….

Transito Lanjutan (2) Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang: a. nama dan alamat pengekspor dan pengimpor Narkotika; b. jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan c. negara tujuan ekspor Narkotika.

Pasal 30 Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanya persetujuan dari: a. pemerintah negara pengekspor Narkotika; b. pemerintah negara pengimpor Narkotika; dan c. pemerintah negara tujuan perubahan ekspor Narkotika. Pasal 31 Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggungjawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Peredaran Pasal 35: Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 36 ayat (1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.

Pasal 36 ayat (3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 38 Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.

Penyaluran Pasal 39 (1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.

Pasal 40 (1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan d. rumah sakit.

Pasal 40 ayat (2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; d. rumah sakit; dan e. lembaga ilmu pengetahuan.

Pasal 40 ayat (3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. rumah sakit pemerintah; b. pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu.

Pasal 41 Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

IMPORTASI NARKOTIKA Importir Produsen Narkotika (IP-Narkotika) : Perusahaan Milik Negara yang menggunakan narkotika sebagai bahan baku proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri narkotika

PREKURSOR NARKOTIKA adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini

Tujuan Pengaturan Pasal 48 Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan: a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika; b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika; dan c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika.

JENIS JENIS PREKURSOR TABEL I ACETIC ANHYDRIDE N-ACETYLANTHRANANILIC ACID EFEDRIN & GARAMNYA ERGOMETRIN ( INN ) & GARAMNYA ERGOTAMIN ( INN ) & GARAMNYA ISOSAFROL ASAM LISERGAT & GARAMNYA 3,4 METILEN DOKSIFENIL 2 PROPANON 1- FENIL-2PROPANON NOREFEDRIN PIPERONAL POTASSIUM PERMANGANAT PSEUDOEPHEDRINE (INN) & GARAMNYA SAFROLE

Jenis-jenis Prekursor(Lanjutan) TABEL II ASETON ASAM N -ASETIL ANTRANILAT & GARAMNYA DIETILETER HYDROCHLORIC ACID METIL ETIL KETON PHENYLACETIC ACID PIPERIDINE ASAM SULFAT: OLEUM TOLUEN Catatan : dalam UU Narkotika No.35 Tahun 2009 terdapat lampiran Prekursor Narkotika.

IMPORTASI PREKURSOR Importir Produsen Prekursor Farmasi (IP-Prekursor Farmasi) : Perusahaan pemilik industri farmasi yang menggunakan prekursor sebagai bahan baku / bahan penolong proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri prekursor Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT-Prekursor Farmasi) : Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor prekursor guna didistribusikan kepada industri farmasi sebagai pengguna akhir prekursor.

Rencana Kebutuhan Tahunan (Pasal 50 ayat (1)) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika untuk kepentingan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 52 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah Catatan: Peraturan Pemerintah tentang Prekursor sedang dalam tahap finalisasi di Sekneg

Terima Kasih