GUGURNYA HAK MENUNTUT, DASAR-DASAR PENGHAPUS, PERINGAN DAN PEMBERAT PIDANA GASAL 2006.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 12
Advertisements

DASAR-DASAR YANG MENIADAKAN HUKUMAN DAN PENUNTUTAN
Penyertaan (deelneming)
POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd
Dasar/Alasan Penghapus Pidana
ALASAN PENGHAPUS PIDANA
UPAYA HUKUM EKSEKUSI HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT
KEWENANGAN BERHAK MANUSIA PRIBADI MEMPUNYAI KEWENANGAN BERHAK SEJAK IA DILAHIRKAN, BAHKAN SEJAK DALAM KANDUNGAN IBUNYA, ASAL IA LAHIR HIDUP APABILA KEPENTINGANNYA.
Hukum Pidana Kodifikasi
PENGANTAR HUKUM INDONESIA
Dipresentasikan oleh:
Dasar/Alasan Penghapus Pidana
PENYIDIKAN PAJAK Kep-272/PJ/2002.
Abolisi & Amnesti Pertemuan ke-7.
Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan kedepan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana.
PENGULANGAN T I N D A K P I D A N A (R E C I D I V E)
Penyertaan dan Pengulangan dalam Melakukan Tindak Pidana
ALASAN PENGHAPUS PIDANA
YURISPRUDENSI dan MAHKAMAH AGUNG
DASAR-DASAR PERINGAN PIDANA
Pasal 44.
MATINYA TERSANGKA/TERDAKWA
GUGURNYA HAK MENUNTUT Sesi XII.
AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
ALASAN PENGHAPUS PIDANA
KEKUASAAN KEHAKIMAN pada UU NO
HAL-HAL YANG MENYEBABKAN HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA Bidang Studi Hukum Pidana FHUI 2007.
Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan, ia melanggar beberapa peraturan.
Penyertaan Tindak Pidana
JENIS-JENIS PIDANA.
PENYIDIKAN NEGARA.
PENGHINAAN.
PERTEMUAN 16.
Hukum Acara Pidana Hak Tersangka dan Terdakwa
10/18/2017 Upaya Hukum Hukum Acara Perdata.
Acara Peradilan Pidana Anak
KULIAH KE-11 PENAGIHAN PAJAK
KULIAH KE-15 PENYIDIKAN DAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
KANIT I RESUM SAT RESKRIM POLRES BOGOR
Pengulangan Tindak Pidana (Recidive)
HUKUM ACARA PIDANA Disampaikan pada Pertemuan Ke-9
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
Dasar Peniadaan Penuntutan
Materi 13.
Pengulangan Melakukan Tindak Pidana
Kajian Hukum Pidana bagi PPAT yang Bermasalah Hukum dalam Menjalankan Profesinya oleh Gandjar Laksmana Bonaprapta Anggota Bidang Studi Hukum Pidana FHUI/
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN Dan PENYIDIKAN PAJAK
UPAYA HUKUM EKSEKUSI HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT
pelanggaran-2 + kejahatan-2  thd norma-2 hk mengenai kepentingan umum
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
Hukum pidana Pengantar ilmu hukum.
Macam-macam Delik.
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Alasan penghapusan pidana
UNTUK MENGHADAPI PERUSUH / KERUSUHAN PADA UMUMNYA
PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN
Dimodifikasi dari bahan kuliah Fully H. R, FHUI
Daluarsa/Verjaring.
HUKUM PIDANA.
Alasan mengajukan gugatan
GUGURNYA HAK MENUNTUT, DASAR-DASAR PENGHAPUS, PERINGAN DAN PEMBERAT PIDANA GASAL 2012.
pelanggaran-2 + kejahatan-2  thd norma-2 hk mengenai kepentingan umum
MEMAHAMI HUKUM ACARA PIDANA
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
Nama : Ramadhani Fathima Zahra Kuncoro Nim :
ALASAN PENGHAPUS PIDANA ( STRAFUITSLUTING GRONDEN ) . KARINA AMALIA SANJAYA. FH UNILA
BY: KARINA ALIFIANA, SH, MH GUGURNYA HAK MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA SERTA GRASI, AMNESTI,DAN ABOLISI HUKUM PIDANA II.
Hapusnya Hak Menuntut Pidana (Lanjutan)
Transcript presentasi:

GUGURNYA HAK MENUNTUT, DASAR-DASAR PENGHAPUS, PERINGAN DAN PEMBERAT PIDANA GASAL 2006

KLACHDELICT/DELIK ADUAN Pembatasan Inisiatif Jaksa Untuk Melakukan Penuntutan Ada Atau Tidaknya Tuntutan Terhadap Delik Ini Tergantung Persetujuan Dari Yang Dirugikan/Korban/Orang Yang Ditentukan Oleh Undang-undang

KLACHDELICT = PERLINDUNGAN KORBAN Pertimbangan bahwa dalam beberapa hal tertentu penting bagiyang dirugikan lebih besar dari kepentingan negara untuk menuntut (Vos, Hazewinkel Suringa, Van Hattum, Pompe)

WvS 1886 Keharusan adanya aduan menjadi syarat supaya dapat dituntut Pasal 22 Wetboek Strafvordering Perzinahan, penhinaan atau penggelapan barang hanya dapat diusut/disidik atau dituntut sesudah diterimanya atau berdasarkan aduan dari fihak yang dirugikan.

Klachdelict ------ Asas Oportunitas Hanya melarang penuntutan (vervolging) tidak melarang pengusutan (opsporing)

Jenis aduan Aduan Absolut (mutlak) P.319, P.284, P.287, P.293, P.332, P.322 Relatif (nisbi) Hanya dalam keadaan tertentu saja menjadi delik aduan P. 367, P.370, P.394

Alasan Delik Aduan Relatif Alasan susila Alasan materiil

Untuk yang absolut….. Penuntutan tidak dapat dipecah (onsplitsbaar) Misalnya delik perzinahan tidak dapat diajukan hanya terhadap yang turut melakukan

Yang berhak mengadukan (Ps. 72) Untuk anak di bawah umur oleh walinya, atau wali pengawas Istri Keturunan dengan garis lurus ke atas atau menyimpang sampai derajat ke 3 Utk korban yg sdh meninggal: ps. 73

JangkaWaktu (Ps. 74 KUHP) 6 bulan: sejak diketahui, berada di Ind 9 bulan: sejak diketahu, berada di luar Ind

Pencabutan Aduan Berhak mencabut kembali, dalam tempo 3 bln sejak dimasukan aduannya (Ps. 75) Pada prinsipnya aduan yg sudah dicabut tdk dapat diajukan lagi.

Hal-Hal yang Menyebabkan Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana Bidang Studi Hukum Pidana FHUI 2007

Dalam KUHP 1. Tidak adanya Pengaduan Pada delik-delik Aduan (Psl. 72-75 KUHP) 2. Ne bis in Idem (Psl. 76 KUHP) 3. Matinya Tersangka/Terdakwa (Psl. 77 KUHP) 4. Daluwarsa (Psl. 78 – 81 KUHP) 5. Penyelesaian di luar sidang (Psl. 82 KUHP)

Di Luar KUHP 1. Abolisi 2. Amnesti Dasar hukumnya adalah Psl. 14 UUD’45

Ne Bis In Idem SSO tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya berdasarkan suatu perbuatan; apabila terhadap perbuatan tsb. Telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.

3 syarat Ne Bis in Idem 1. Perbuatannya adl. Satu perbuatan tertentu 2. Orangnya adl. Satu orang tertentu 3. Sudah ada putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap

Matinya Tersangka/Terdakwa Pada dasarnya Pidana bersifat Pribadi; sehingga bila tersangka/terdakwa mati, maka pidana itu tidak dapat diwariskan.

Daluwarsa Tidak dapat lagi dilakukan penuntutan terhadap SSO karena telah dilampauinya jangka waktu tertentu untuk melakukan penuntutan (Lihat Pasal 78 KUHP)

Tenggang Waktu Daluwarsa Penuntutan Mulai dihitung sejak keesokan hari setelah Perbuatan dilakukan KECUALI: 1. Pemalsuan atau Perusakan uang 2. Psl. 328, 329, 330, 333 KUHP 3. Psl. 556 s.d. 558a KUHP

Pencegahan (Stuiting) Daluwarsa Tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa Mulai tenggang daluwarsa yang baru

Penundaan (schorsing) Daluwarsa Perselisihan Pra-yudisial Selama ditunda, perhitungan tenggang waktu daluwarsa berhenti untuk sementara waktu

Penyelesaian di Luar Sidang Hanya dapat dilakukan apabila: Tindak Pidananya adalah pelanggaran Hanya diancam pidana denda Caranya: Bayar denda maksimal (+ ongkos perkara bila tuntutan telah dilakukan) Kepada Pejabat berwenang (JPU)

….lanjutan penyelesaian di luar sidang Dasar Residive Pasal 82 ayat (1) TIDAK BERLAKU bagi Pelaku yang belum dewasa (< 16 tahun)

ABOLISI Hak untuk menyatakan bahwa tuntutan pidana terhadap SSO harus digugurkan atau suatu tuntutan pidana yang telah dimulai harus dihentikan Pengampunan dalam proses penuntutan (menggugurkan hak menuntut hukuman)

AMNESTI Hak untuk mengeluarkan pernyataan umum bahwa UU Pidana tidak akan menerbitkan akibat-akibat hukum apapun juga bagi orang-orang tertentu yang bersalah melakukan suatu atau beberapa tindak pidana tertentu Pengampunan dalam semua proses hukum/segala status, menggugurkan baik hak menuntut hukuman maupun menjalani hukuman yang diberikan oleh Presiden.

Hal-hal Yang Menyebabkan Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana

Dalam KUHP 1. Matinya Terdakwa/Terpidana (Psl. 83) 2. Daluwarsa (Psl. 84, Psl. 85)

Di luar KUHP 1. Amnesti 2. Grasi Dasar hukum: Pasal 14 UUD’45

DALUWARSA Lewatnya tenggang waktu tertentu untuk menjalankan pidana; sehingga kewenangan jaksa untuk menjalankannya menjadi hapus.

Tenggang waktu (Psl. 84(2) KUHP) Untuk semua pelanggaran: 2 tahun Untuk Kejahatan percetakan: 5 tahun Untuk kejahatan lainnya: daluwarsa penuntutan + 1/3-nya Tidak ada daluwarsa untuk menjalankan pidana mati (Pasal 84 ayat (3))

Saat penghitungan tenggang daluwarsa Mulai pada keesokan hari sesudah putusan hakim dapat dijalankan (Psl. 85 ayat (1)) Putusan hakim dapat dijalankan: Saat putusan hakim berkekuatan hukum tetap, tetapi: mungkin juga ada putusan hakim yang memerintahkan terdakwa untuk segera menjalani pidananya, walaupun terdakwa mengajukan upaya hukum biasa (banding, kasasi)

Pencegahan (stuiting) 1. Terpidana melarikan diri ketika menjalani pidana: - tenggang daluwarsa baru dihitung pada keesokan hari setelah melarikan diri 2. Pelepasan bersyarat dicabut: Keesokan hari setelah dicabut, mulai tenggang waktu daluwarsa baru TENGGANG WAKTU YANG TELAH DILALUI, HILANG SAMA SEKALI (TIDAK DIHITUNG)

Penundaan (schorsing) daluwarsa Penjalanan pidana ditunda menurut UU Selama terpidana dirampas kemerdekaannya (ada dalam tahanan) TENGGANG WAKTU SELAMA DITUNDA TIDAK DIHITUNG

Dasar Penghapus dan Peringan (Pelaksanaan) Pidana Ekstra Yudisial Surastini Fitriasih

Amnesti dan Grasi Dapat dikatakan sebagai dasar penghapus (pelaksanaan) pidana Bersifat ekstra yudisial (di luar kewenangan lembaga yudikatif) Merupakan kewenangan presiden

Amnesti Pasal 14 ayat (2) UUD’45: (setelah amandemen I) Presiden berwenang untuk memberikan abolisi dan amnesti dengan mempertimbangkan pendapat dari Dewan Perwakilan Rakyat UU yang mengatur: UU No. 11/Drt/1954 tentang Amnesti dan Abolisi Dalam UU ini dikatakan bahwa Presiden memberikan amnesti dan abolisi setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung

Amnesti Hak Presiden untuk menyatakan bahwa akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang telah melakukan tindak pidana dihapuskan

Grasi Pasal 14 ayat (1) UUD’45: (setelah amandemen I) Presiden berwenang untuk memberikan grasi dan rehabilitasi dengan mempertimbangkan pendapat dari Mahkamah Agung UU yang mengatur: UU No. 22 tahun 2002 tentang Grasi (menggantikan UU No. 3 tahun 1950)

Grasi Pengampunan berupa perubahan, peringanan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden (Pasal 1 butir 1 UU No. 22 tahun 2002)

Putusan yang dapat dimohonkan grasi Pidana mati Penjara seumur hidup Penjara, paling rendah 2 tahun

Yang dapat mengajukan Grasi Terpidana Kuasa Hukum Terpidana Keluarga Terpidana, tetapi harus dengan persetujuan terpidana; kecuali dalam hal terpidana dijatuhi pidana mati

Berapa kali permohonan grasi dapat diajukan? Hanya 1 (satu) kali, kecuali dalam hal: terpidana pernah ditolak permohonan grasinya dan telah lewat waktu 2 tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi tersebut; atau terpidana yang pernah diberi garasi dari pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup dan telah lewat waktu 2 tahun sejak tanggal keputusan pemberian grasi diterima

Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa Peringanan atau perubahan jenis pidana (komutasi) Pengurangan jumlah pidana; atau Penghapusan pelaksanaan pidana

Dasar/Alasan Penghapus Pidana Surastini Fitriasih-2008

Pengertian Hal-hal atau keadaan yang dapat mengakibatkan tidak dijatuhkanya pidana pada seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang & diancam dengan sanksi pidana oleh UU

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Ditinjau dari Pengaturan Dasar Penghapus Pidana yang tertulis Contoh: dasar penghapus pidana yang ada dalam KUHP, mis.: Bela paksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP) Dasar Penghapus Pidana yang tidak tertulis Contoh: tidak melawan hukum dalam arti materil

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Ditinjau dari Keberlakuan Dasar Penghapus Umum Dasar2 penghapus pidana yang dapat berlaku bagi setiap delik dan setiap orang Dasar Penghapus Khusus Dasar2 penghapus pidana yang hanya berlaku pada delik2 tertentu dan orang2 tertentu.

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Dalam KUHP (berdasarkan Kebelakuan) Dasar Penghapus Umum Pasal 44 KUHP Pasal 48 KUHP Pasal 49 KUHP Pasal 50 KUHP Pasal 51 KUHP Dasar Penghapus Khusus Pasal 166 KUHP Pasal 221 KUHP

Pembagian Dasar Penghapus Pidana yang Diatur Di Luar UU Berdasarkan Keberlakuan Berlaku Khusus: Hak mengawas dan mendidik Hak jabatan: dokter Ijin korban: olah raga bela diri  tinju, karate; pasien yang dioperasi Berlaku Umum: Tiada sifat melawan hukum dalam arti materiil Tiada kesalahan dalam arti materiil (AVAS)

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin (Berdasarkan unsur yang dihapus) Dasar Pembenar: Melawan hukum  dihapuskan Kesalahan  dihapuskan Dasar Pemaaf: Melawan hukum  tetap ada

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin Dasar Pembenar: Melawan hukum  dihapuskan Kesalahan  dihapuskan Dalam hal ini perbuatannya dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dalam hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan: a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan Darurat b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah, dikeluarkan oleh pejabat yg berwenang. e. Tiada sifat melawan hukum dalam arti materil

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin Dasar Pemaaf: Melawan hukum  tetap ada Kesalahan  dihapuskan Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dihapuskan (dimaafkan): a. Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil. b. Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam arti sempit-relatif c. Pasal 49 ayat (2) KUHP: bela paksa lampau batas d. Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak sah, namun yg diperintah dgn itikad baik mengira bahwa perintah tersebut sah. e. tiada kesalahan dalam arti materil

Dasar Penghapus Pidana dalam KUHP Dasar Pembenar Melawan hukum  dihapuskan Kesalahan  dihapuskan Dalam hal ini perbuatan pelaku dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatan itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan, sehingga kesalahan pun tidak ada: a. Pasal 48 KUHP (perluasan) b. Pasal 49 ayat (1) c. Pasal 50 d. Pasal 51 ayat (1) Dasar Pemaaf Melawan hukum  tetap ada Kesalahan  dihapuskan Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dihapuskan (dimaafkan): Pasal 44 KUHP b. Pasal 48 (sempit) c. Pasal 49 ayat (2) KUHP d. Pasal 51 ayat (2)

Pembagian Dasar penghapus Dalam KUHP Berdasarkan Sumbernya (tinjauan dari sudut pelaku) Internal Pasal 44 KUHP Eksternal Pasal 48 KUHP Pasal 49 KUHP Pasal 50 KUHP Pasal 51 KUHP

Pembagian Dasar Penghapus Pidana Dalam KUHP berdasarkan Sifatnya Tidak Personal (Non-Pribadi) Yang merupakan dasar pembenar Personal (Pribadi) Yang merupakan dasar pemaaf

Pasal 44 KUHP Perkembangan Kejiwaan yang tidak sempurna atau Gangguan Kejiwaan Hal yang harus diteliti dan diputuskan oleh hakim: Apakah pelaku menunjukkan perkembangan kejiwaan yang tidak sempurna atau mengalami gangguan kejiwaan? Apakah tindak pidana yang dilakukannya merupakan akibat dari hal dalam no.1; adakah hubungan kausal antara penyakit dan tindakan? Apakah atas dasar hal-hal tsb. di atas, pertanggung- jawaban pidana pelaku atas TP yang dilakukannya harus dikesampingkan?

Konsep Kemampuan Bertanggungjawab Dapat diminta pertanggungjawaban pidana (Van Hamel): Memahami arah tujuan faktual dari tindakannya Menyadari bahwa tindakan tsb. Secara sosial dilarang Tindakan tsb. Dilakukan tanpa tekanan/paksaan dari orang lain (dilakukan berdasarkan kehendak bebasnya)

Pasal 48 KUHP Overmacht (daya paksa dalam arti relatif/sempit) Noodtoestand (perluasan daya paksa; disebut keadaan darurat)

Overmacht Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa dilawan, baik psikis maupun fisik dari manusia Paksaan: a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus ministra, pelaku hanya sebagai alat belaka) b. Vis Compulsiva (paksaan relatif berupa psikis) diatur dalam Psl. 48 KUHP. Harus memenuhi asas: Subsidaritas & Proporsionalitas

Subsidiaritas Proporsionalitas Dua Asas Penting Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah satu- satunya jalan Proporsionalitas Keseimbangan antara ancaman serangan/serangan dengan pembelaan yang dilakukan.

Noodtoestand (Keadaan Darurat) Dorongan/paksaan/kekuatan dari luar yang membuat seseorang terjepit, sehingga terpaksa melakukan suatu delik, karena terjadi: 1. Pertentangan antar kepentingan hukum 2. Pertentangan antar kewajiban hukum 3. Pertentangan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum

Yurisprudensi di Belanda Memperluas pengertian noodtoestand sehingga mencakup situasi di mana pelaku TP yang sebenarnya tidak mendapat tekanan psikis, tapi dianggap mempunyai dasar pembenar yang layak untuk melanggar UU: Dengan melak TP dan memperhitungkan situasi genting aktual yang dihadapi, ia telah melindungi kepentingan yang dilindungi oleh UU; atau Dengan melakukan TP, pelaku justru memenuhi kewajiban sosialnya (sebenarnya merupakan pertentangan kepentingan)

Pasal 49 KUHP Pasal 49 ayat (1) Noodweer – Bela Paksa Noodweer Excess – Bela Paksa Lampau Batas

Pasal 49 ayat (1) KUHP Noodweer - Bela Paksa Syarat ancaman serangan/serangan: Melawan hukum Seketika/langsung Ditujukan pada diri sendiri/orang lain Terhadap: badan/tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan harta benda Syarat pembelaan: Memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas

Pasal 49 ayat (2) KUHP Noodweer Excess - Bela Paksa Lampau Batas Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan proporsionalitas: asas subsidaritas dan/atau proporsionalitas dilampaui Yang harus dibuktikan: Pembelaan lampau batas terjadi karena goncangan jiwa Goncangan jiwa itu terjadi karena serangan Unsur: Melampaui batas yang perlu Adanya hubungan kausal antara pelampauan batas tsb. dgn serangan yg dilakukan.

Pasal 50 KUHP Melaksanakan perintah UU contoh: algojo, eksekutor hukuman mati, dsb.

Pasal 51 KUHP Pasal 51 ayat (1) KUHP : Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat yg sah dan berwenang. Perintahnya adalah perintah yang sah. contoh: juru sita pengadilan, penangkapan/penyitaan/penahanan yang sah yang dilakukan oleh polisi

Pasal 51 KUHP Pasal 51 ayat (2) KUHP: Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat/atasan yg tidak berwenang, jadi perintahnya tidak sah: Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah perintah yang tidak sah Dalam batas-batas lingkungan yg diperintah Ada hubungan antara atasan dan bawahan

Pembedaan Dasar Pembenar & Dasar Pemaaf terkait dgn masalah : Penyertaan: salah satu peserta memiliki dasar pembenar maka perbuatan peserta lain jg dibenarkan (kolektif), namun dasar pemaaf hanya dimiliki peserta yg punya dasar pemaaf (individual) Bunyi putusan hakim: lepas atau bebas Penggunaan dasar penghapus pidana pada situasi di mana sebenarnya ada dasar penghapus (mis. Bela paksa terhadap bela paksa)

Bidang Studi Hukum Pidana F H U I - 2006 Dasar Pemberat Pidana Bidang Studi Hukum Pidana F H U I - 2006

Dalam KUHP UMUM : Recidive : KHUSUS : Pengulangan tindak pidana Ancaman pidananya + (1/3-nya) (ditambah 1/3), diatur dlm psl. 486,487 dan 488. Pada wkt melakukan tindak pidana melanggar perintah jabatan (abuse of power), psl. 52. KHUSUS : Delik-delik yg dikualifisir/diperberat. Co.psl 52 : kejahatan dengan jabatan psl. 52a: kejahatan menggunakan bendera RI, 356, 349, 351 ayat (2), 365 (4) dll. Delik-delik tertentu yg dilakukan oleh org ttt dlm keadaan ttt.

Di luar KUHP Pemaksimalan pidana karena dianggap meresahkan masyarakat Penjatuhan pidana yg cukup berat.

PENGULANGAN T I N D A K P I D A N A (R E C I D I V E) Recidive terjadi dlm hal seseorang yg telah melakukan suatu tindak pidana dan yg telah dijatuhi pidana dgn suatu putusan hakim yg berkekuatan hkm tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. Recidive merupakan suatu alasan/dasar untuk memperberat pidana.

a. Recidive menurut Doktrin Ada 2 sistem pemberatan pidana berdasarkan recidive : Recidive Umum, Setiap pengulangan tindak pidana apapun dan dilakukan kapanpun. Recidive Khusus, Pengulangan tindak pidana tertentu dan dalam tenggang waktu tertentu pula.

b. Recidive menurut KUHP : 1. Pelanggaran (buku 3) : Ada 14 jenis pelanggaran yg memiliki ketentuan recidive (khusus) Recidive khusus psl. 489, 492, 495, 501, 512 Pelanggaran yg diulangi (yg ke 2) hrs sama dgn yg ke 1 Antara pelanggaran ke 1 dan 2 hrs ada putusan pemidanaan yg tetap Tenggang waktu : Belum lewat 1 atau 2 thn (lihat msg2 pasal) Sejak : adanya putusan pemidanaan yg berkekuatan hukum tetap. Pemberatan : Disebutkan secara khusus dlm tiap2 pasal, jd pengaturannya berbeda2. Co. denda -> kurungan (psl. 489), pidana dilipatgandakan jd 2x (492).

b. Recidive menurut KUHP 2. Kejahatan (buku 2) : a. Recidive khusus : Ada 11 jenis kejahatan, co: psl. 137 (2), 144 (2), 155 (2), 161 (2), dan 216 (3). Kejahatan yg ke-2 hrs sama dgn yg ke-1. Antara kejahatan ke-1 dan yg ke-2,hrs sdh ada putusan hakim berupa pemidanaan yg tlh berkekuatan hkm tetap. Tenggang waktu : Belum lewat 2 th atau 5 thn (lihat masing2 pasal), sejak : adanya putusan hakim yg b’kekuatan hkm tetap. Telah menjalani sebagian atau seluruh pidana. Memperoleh grasi Pemberatan : disebut secara khusus dlm pasal2nya.

b. Recidive menurut KUHP b. Recidive sistem antara : (Tussen stelsel – psl. 486, 487 dan 488) Syarat recidive menurut pasal 486, 487 dan 488 : 1. Kejahatan yg ke-2 (yg diiulangi) hrs termasuk dalam suatu kelompok jenis dgn kejahatan yg ke-1 (yg terdahulu).

Recidive sistem antara/tussen stelsel Kelompok jenis itu adalah : Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 486 adl kejahatan thdp harta benda & pemalsuan; Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 487 merupakan kejahatan thdp nyawa dan tubuh; Kelompok jenis kejahatan dlm psl. 488 merupakan kejahatan mengenai penghinaan & yg berkaitan dgn penerbitan/percetakan. Tetapi tetap harus diperiksa dgn seksama apakah pasal yg dilanggar masuk dlm rumusan Pasal 486, 487 atau 488.

Recidive sistem antara/tussen stelsel 2. Antara kejahatan yg ke-1 dan ke-2 hrs sdh ada putusan hakim berupa pemidanaan yg berkekuatan hkm tetap. 3. Pidana yg pernah dijatuhkan hakim terdahulu hrs berupa pidana penjara.

Recidive sistem antara/tussen stelsel 4. Ketika mengulangi, tenggang waktunya: a) Belum lewat 5 thn : Sejak menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara untuk kejahatan yg ke-1; Sejak pidana penjara sama sekali dihapus (mis: krn grasi). b) Belum lewat tenggang waktu daluwarsa kewenangan menjalankan pidana (penjara) atas kejahatan yg ke-1. Lihat psl 84 jo 78. 5. Pemberatannya : Ancaman pidana +(1/3-nya).