Agreement on Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS)

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Perkeretaapian Khusus Tahap III Tahapan Menuju Perubahan Regulasi Jakarta 21 Juni 2011.
Advertisements

PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA
STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN KEMENTERIAN PERDAGANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama
KOMPETENSI MATA KULIAH
FLU BABI Health talk April DEFINISI Merupakan penyakit yang sangat menular pada sistem pernapasan hewan babi yang disebabkan oleh Influenza Type.
UU No. 11 tahun tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No
PENERAPAN KAWASAN PELABUHAN BEBAS DAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Ir. Subagyo M.M Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Iklim.
AUDITING DAN ATESTASI KOMPILASI DAN REVIEW ATAS LAPORAN KEUANGAN
Kebijakan Perdagangan - 1
ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA
PRINSIP NATIONAL TREATMENT (KASUS MOBIL NASIONAL INDONESIA)
D 4 NBSS Outbreak management. Melembagakan rencana wabah Untuk mengkonfirmasi wabah, langkah segera harus diambil oleh Tim Pengendalian Infeksi di fasilitas.
SANITARY AND PHYTOSANITARY (SPS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
World Trade Organization (WTO
PENGALIHAN HAK, LISENSI DAN PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
FLU BURUNG DAN FLU BABI.
Hak atas Kekayaan Intelektual
Kebijakan Penanaman Modal di beberapa Negara
ABSTRAKSI PENELITIAN Penulis Jani Purnawanty Asal Fakultas Hukum Sumber Dana DIPA-RM Tahun 2009 Bidang Ilmu Hukum PENATAAN PENANGANAN PENYAKIT TROPIS (TROPICAL.
Legalitas Bentuk dan Kegiatan Usaha
The International Organization for Trade
HAK PATEN Handout Kelima.
KELOMPOK IFA ANIFAWATI ( ) RAHMA INDRIAWATI ( ) VIKA AMILATI M ( )
LAHIRNYA ORG. PERDAGANGAN MULTILATERAL DARI HAVANA KE MARAKESH
MULTILATERAL TRADING SYSTEM OF WORLD TRADE ORGANIZATION
TINDAKAN PENGAMANAN/PERLINDUNGAN
DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009
Sistem Standardisasi Nasional dan PP No
AGRIBISNIS DAN INDUSTRIALISASI PERTANIAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010
DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009
A. Segi Hukum Perdata Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga kartu kredit, inisiatif mengadakan hubungan kontraktual berasal dari para pihak.
SEJARAH WORLD TRADE ORGANIZATION
WORLD TRADE ORGANIZATION PART 1
Oleh: Ricky W. Griffin Ronald J. Ebert
World Trade Organization (WTO
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS
Risiko & Regulasi Perbankan
GATS ikaningtyas.
`DASAR AGROTEKNOLOGI` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Desain Tata Letak Sirkuit
Aspek Hukum Dalam Bisnis
KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
BISNIS GLOBAL.
`DASAR AGROTEKNOLOGI` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
PERDAGANGAN INTERNATIONAL
PRINSIP WTO IKANINGTYAS.
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
PERAN SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SURVEILANS PENYAKIT HEWAN
`DASAR AGROTEKNOLOGI` Dr. Ir. F. DIDIET HERU SWASONO, M.P.
KARANTINA HEWAN, IKAN, dan TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG MENGINGAT MENETAPKAN.
Regulasi Pelarangan Subsidi Dlm Perdagangan Internasional Tm Des
Kebijakan perdagangan internasional
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN
DISEMINASI AGREEMENT ON TRADE FACILITATION
Kebijakan ekonomi dan perdagangan internasional
PUTRI ANGGRAENI WIDYASTUTI
Dr. Wisnu Aryo Dewanto, S.H., LL.M., LL.M.
Kerja sama internasional di antara negara-negara Oleh: FAJRI SESWANDA Jurusan Manajemen Fakutas ekonomi Universitas mahaputra muhammad yamin.
SUMBER HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
AMDAL - SKB.
Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
Transcript presentasi:

Agreement on Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) (Kasus Penyebaran Wabah Flu Babi di Indonesia)

perdagangan internasional. Apa itu SPS Agreement? Sanitary kehidupan/kesehatan manusia dan hewan. Phytosanitary kehidupan tumbuh-tumbuhan. Persetujuan atas semua tindakan perlindungan kesehatan dan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perdagangan internasional.

Pembentukan dan Berlakunya SPS Article XX.b GATT (General Exceptions): ”necessary to protect human, animal or plant life or health.” WTO memperbolehkan anggotanya untuk mengajukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk melindungi keselamatan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan selama tidak bertentangan dengan tata cara yang telah diatur oleh WTO serta tidak melakukan diskriminasi antar negara anggota dan restriksi terselubung terhadap perdagangan internasional. Melalui “Uruguay Round 1994”: ditetapkan SPS Agreement (Lampiran 1A: Multirateral Agreements on trade in Goods ) Lampiran GATT mengikat bagi semua negara anggota WTO Indonesia  UU 7 /1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The WTO

Ruang Lingkup Tindakan SPS (Annex A: Definitions) Tindakan SPS, setiap tindakan yang diterapkan untuk : melindungi kehidupan atau kesehatan hewan atau tanaman dalam wilayah negara anggota dari risiko yang timbul dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama, penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme penyebab penyakit; melindungi kehidupan atau kesehatan manusia atau hewan dalam wilayah negara anggota dari risiko yang timbul dari aditif, kontaminan (zat-zat yang mencemarkan), toksin atau organisme penyebab penyakit yang terkandung dalam makanan, minuman, atau bahan pakan ternak; melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dalam wilayah negara anggota dari risiko yang timbul dari penyakit yang dibawa hewan, tanaman atau produknya, atau dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama; atau mencegah atau membatasi kerugian lain dalam wilayah negara anggota yang timbul dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama. Dengan demikian,perlindungan SPS mencakup 2 hal pokok: melindungi konsumen (manusia) dan hewan dari makanan dan minuman yang mengandung resiko; dan melindungi konsumen (manusia), hewan, dan tumbuhan dari resiko penyebaran penyakit atau serangan hama.

Pokok Pengaturan SPS SPS terdiri dari 14 Pasal 3 Lampiran  daftar berbagai istilah dan penjelasan beberapa kewajiban dalam batang tubuh SPS Agreement.

Prinsip-Prinsip SPS Scientific Justification (pembuktian secara ilmiah) Art. 2.2. & Art. 5.7. Para Anggota harus memastikan bahwa setiap tindakan SPS hanya diterapkan sejauh diperlukan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tanaman didasarkan pada prinsip ilmiah (penilaian secara ilmiah terhadap suatu resiko). Dalam hal tidak tersedia bukti ilmiah relevan yang memadai, untuk sementara waktu Anggota dapat menetapkan berdasarkan informasi sanitary atau phytosanitary yang tersedia, termasuk informasi dari organisasi internasional yang relevan dan dari tindakan SPS yang diterapkan oleh negara Anggota lain. Non-discrimination  Art. 2.3 Para Anggota harus memastikan bahwa tindakan SPS tidak menimbulkan diskriminasi semena-mena atau tidak beralasan antara Para Anggota. TindakanSPS tidak boleh diterapkan sebagai restriksi terselubung terhadap perdagangan internasional. “The two basic principles of SPS Agreement are the principles of scientific justification and the principle of non-discrimination.” (M. Friis Jensen, Reviewing the SPS Agreement, A Developing Country Perspective, 2000)

… Prinsip SPS Assessment of Risk (Penaksiran Risiko )  Art. 5.2. Dalam penaksiran risiko, Para Anggota harus memperhatikan bukti yang tersedia; proses dan metode produksi yang relevan; mode inspeksi, sampling dan pengujian yang relevan; apa ada penyakit dan hama tertentu yang biasa menyerang; apa ada daerah-daerah bebas hama dan penyakit; keadaan ekologi dan lingkungan yang relevan; dan karantina atau perlakuan lain. Determination of the Appropriate Level of SPS Protection (Penetapan Tingkat Perlindungan SPS yang Layak)  Art. 5.4 & 5.6. Perlindungan SPS yang layak diupayakan sekecil mungkin memberikan dampak negatif terhadap perdagangan serta tidak membatasi perdagangan lebih dari yang diperlukan dalam mencapai tingkat perlindungan SPS yang layak, dengan memperhatikan kelayakannya dilihat dari sudut teknis dan ekonomis . Consistency  Art. 5.5. Negara anggota harus menghindari perbedaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang mengakibatkan adanya diskriminasi atau pembatasan perdagangan internasional yang terselubung.

… Prinsip SPS Harmonization (Harmonisasi) tindakan SPS didasarkan pada standar, panduan, dan rekomendasi internasional dalam hal tindakan tersebut diatur secara internasional. Negara Anggota dapat memberlakukan tindakan SPS yang lebih tinggi dari standar internasional, jika hal ini dapat dipertanggug jawabkan secara ilmiah, atau sebagai akibat dari tingkat perlindungan SPS oleh suatu Anggota ditentukan memadai sesuai dengan ketentuan yang relevan pada Pasal 5. Equivalence (Kesetaraan/Kesepadanan) Art. 4. Negara Anggota yang mengimpor menerima ketentuan SPS dari negara Anggota yang mengeskpor . Dengan demikian, untuk menunjukan kesetaraan ini, negara pengekspor menunjukan pada negara pengimpor bahwa semuat ketentuan SPS yang dijalankan telah mencapai tingkat perlindungan yang sesuai di negara pengimpor. Untuk tujuan ini, negara Anggota pengimpor harus diberikan akses sewajarnya atas permintaan untuk mengadakan pemeriksaan, pengujian, dan prosedur lain yang relevan.

… Prinsip SPS Regionalisasi  Art. 6. Para Anggota pengekspor yang menyatakan bahwa daerah-daerah dalam wilayah mereka bebas hama atau penyakit atau mempunyai tingkat serangan hama atau penyakit yang rendah, harus memberikan bukti kepada Anggota pengimpor . Untuk tujuan itu, Anggota pengimpor harus diberi akses yang wajar, atas permintaannya untuk datang guna mengadakan pemeriksanaan, pengujian dan prosedur lain yang relevan. Transparansi  Art. 7. Para Anggota harus menyampaikan pemberitahuan tentang perubahan-perubahan dalam tindakan SPS mereka dan memberikan informasi tentang tindakan sanitary atau phytosanitary sesuai dengan ketentuan pada Lampiran B.

… Prinsip Special and Differential Treatment (Perlakuan yang Khusus)  Art. 10. Dalam mempersiapkan dan menerapkan tindakan SPS, para Anggota harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus dari Para Anggota yang sedang berkembang, dan terutama dari Para Anggota terbelakang. Untuk memastikan bahwa Para Anggota yang sedang berkembang dapat memenuhi ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, Komite SPS diberi hak untuk memberikan kepada Para Anggota tersebut pengecualian yang spesifik dengan batas waktu tertentu terhadap kewajiban Persetujuan ini, baik keseluruhan maupun sebagian, dengan memperhatikan kebutuhan keuangan, perdagangan dan pembangunan mereka. Pengecualian tersebut terutama berkaitan dengan perdagangan produk-produk yang penting untuk mempertahankan peluang ekspor negara berkembang. Dalam Ketentuan Penutup SPS Agreement, dinyatakan bahwa negara terbelakang dapat menangguhkan pelaksanaan sampai paling lama 5 tahun, dan negara berkembang sampai paling lama 2 tahun.

Praktik SPS Agreement di Indonesia (Kasus Flu Babi) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan munculnya wabah flu babi (H5NI). Sedikitnya 100 orang diduga tewas akibat wabah ini di Meksiko, dengan jumlah pasien diduga mencapai 1.614 jiwa. Wabah juga dilaporkan muncul di AS dan Kanada, juga muncul kasus baru di Australia, Selandia Baru, Prancis, Spanyol, Brasil dan Israel. Menteri Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 16/M-DAG/PER/5/2009 tanggal 1 Mei 2009 tentang Larangan Sementara Impor Hewan Babi dan Produk Turunannya. Konsideran peraturan tersebut menyatakan, sehubungan dengan berjangkitnya penyakit flu babi (Swine Influenza) di beberapa negara berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization - WHO), yang dikhawatirkan menyebar ke berbagai tempat dan negara lain, maka dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan sumber daya hayati nasional serta mencegah masuk dan meluasnya penyakit flu babi (Swine Influenza) perlu untuk sementara waktu melarang masuknya hewan babi dan produk turunannya ke wilayah Indonesia. Menetapkan 7 (tujuh) negara yang tertular flu babi yaitu Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Israel, Spanyol dan Selandia Baru; dari 11 (sebelas) negara yang ditetapkan WHO.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 16/M-DAG/PER/5/2009 merupakan salah satu bentuk implementasi SPS. Bertujuan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan sumber daya hayati nasional terkait dengan meluasnya penyakit flu babi. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan didasarkan pada laporan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang dapat menjadi rujukan dalam pengambilan tindakan SPS ini. 7 negara yang ditetapkan dalam Permendagri tidak diperlakukan secara diskriminatif. Bukan merupakan hambatan non tarif yang melanggar prinsip non tariff barrier GATT/WTO karena bukan dimaksudkan sebagai proteksi terselubung yang merusak tatanan perekonomian dunia.

Thank You