Kosep Dasar, Sumber Hukum dan Sejarah Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia Hk Acara Perdata Peradilan Agama Semester Gasal FH UI 2011 TIM PRADIGA FHUI
Konsep-konsep Dasar Peradilan Pengadilan Pengadilan Agama Hakim Hukum Acara
1. PERADILAN Berasal dari akar kata ‘adil’ tidak memihak; tidak berat sebelah Peradilan adalah proses mengadili atau suatu upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan menurut peraturan yang berlaku Peradilan adalah suatu proses yang berakhir dengan memberi keadilan dalam suatu keputusan (Mahadi) Peradilan adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan (Cik Hasan Bisri)
Peradilan = Al Qadha/Rechtspraak Al Qadha (Bhs Arab) adalah: menyampaikan hukum syar’i dengan jalan penetapan kekuasaan mengadili perkara Rechtspraak (Bhs Belanda) adalah: daya upaya mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang dilakukan menurut peraturan-peraturan dan dalam lembaga-lembaga tertentu dalam pengadilan
Perkara perdata tertentu Perkara tertentu 2. PERADILAN AGAMA Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam (Ps 1 butir 1 UU 7/1989) “Orang-orang” = Orang/Badan Hk yg menundukkan diri pd Hk Islam. Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini (Ps 2 UU 3/2006) Pelaksana Pelaku Perkara perdata tertentu Perkara tertentu * Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia (Ps 1 UU No4/2004)
3. PENGADILAN Pengadilan adalah: - Suatu lembaga (instansi) tempat mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum di dalam rangka kekuasaan kehakiman, yang mempunyai kewenangan absolut dan relatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menentukannya - Badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan (Cik Hasan Bisri)
4. PENGADILAN AGAMA Pengadilan Agama adalah badan peradilan agama pada tingkat pertama yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Badan peradilan agama tingkat banding adalah Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan diibu kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi ( Pasal I angka 3 UU No. 3 Th 2006).
5. HAKIM Hakim adalah orang yang diangkat oleh penguasa untuk menyelesaikan dakwaan-dakwaan dan persengketaan. Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman (Ps 11 ayat 1 UU No 7 Th 1989) hakim hakim pengadilan (UU No. 3 Th 2006)
6. HUKUM ACARA PERDATA Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini (Ps 54 UU 7/1989) Pada Ps 2 UU 3/2006 tidak disebutkan jenis perkaranya, hanya disebutkan perkara tertentu. Hal ini berbeda dengan Ps 2 UU 7/1989 yang menyebutkan jenis perkaranya adalah perkara perdata tertentu.
Permasalahan! Apakah dengan tidak diubahnya Ps 54 dapat ditafsirkan bahwa wewenang PA untuk menyelesaikan perkara hanya di bidang perdata tertentu? Jika Ps 2 UU 3/2006 ditafsirkan bahwa wewenang PA tidak terbatas pada perkara perdata tertentu, Hukum Acara apa yang berlaku untuk perkara non-perdata?
SUMBER HUKUM PERADILAN DALAM ISLAM Al-Qur’an As-Sunnah atau Hadits Ar-Ra’yu atau Ijtihad dasarnya Q.S 4 : 59 & Hadits Muadz bin Jabal
1. AL-QUR’AN Al-Fatihah ayat 6: “Shirat” => Jalan Ali-Imran: 104 => amar ma’ruf nahi munkar An-Nisa: 58 => disuruh Adil dlm berhukum An-Nisa: 65 => wajib patuh pd putusan hakim An-Nisa: 105 => jgn bela org yg ’khianat Al-Maidah: 8 => adil dlm bersaksi wlpn benci Al-Maidah: 42=> Allah suka org yg adil Al-Maidah: 44-50=> memutus dg hkm Allah.
An Nisa ayat 105 “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepada engkau Muhammad dengan kebenaran, supaya engkau mengadili antara manusia sesuai dengan apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu. Dan janganlah engkau menjadi penantang orang yang jujur karena hendak membela orang-orang yang khianat”
Asbabun Nuzul (an Nisa ayat 105) Seorang Ansar yang berperang dengan Nabi saw telah dicuri baju besinya. Sebagai tertuduh adalah Tu’mah bin Ubairik (tanpa ada pembuktian) Famili Tu’mah menghadap Nabi saw untuk membela Tu’mah dan mengatakan bahwa si Fulan sebagai pencurinya Nabi saw membebaskan Tu’mah (hanya berdasarkan keterangan pembelaan famili Tu’mah)
Shaad ayat 26 ” Hai Daud! Kami telah menjadikanmu penguasa di muka bumi karena itu, tetapkanlah keputusan perkara di antara manusia dengan adil. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah itu akan mendapat siksaan yang berat, karena melupakan hari perhitungan”
Riwayat (Shaad ayat 26) Nabi Daud as diuji oleh 2 orang bersaudara yang berselisih mengenai pemilikan kambing (pemilik 99 kambing mengambil satu-satunya kambing milik saudaranya) Nabi Daud as memutuskan secara tergesa-gesa yaitu memihak pada penggugat
Al Anbiya ayat 78 “Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman ketika keduanya menjatuhkan hukuman mengenai tanaman yang dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan seorang penduduk, yang lepas bebas berkeliaran dan Kami menyaksikan keputusan hukum yang dijatuhkan mereka”
Riwayat (al Anbiya ayat 78) Kambing merusak tanaman seorang petani Nabi Daud as memutuskan kambing-kambing diserahkan kepada petani sebagai ganti rugi Nabi Sulaiman as memutuskan kambing-kambing diserahkan kepada petani, tanaman diserahkan kepada peternak Keputusan Nabi Sulaiman yang digunakan
2. HADITS “Apabila hakim menjatuhkan hukum dengan berijtihad dan ijtihadnya itu benar, maka ia mendapat dua pahala dan kalau dia menjatuhkan hukum dengan berijtihad kemudian ternyata ijtihadnya itu salah, maka ia mendapat satu pahala”
2. HADITS “Dari Ummu Salamah bahwasanya Rasulullah saw mendengar keributan orang-orang bertengkar di muka pintu rumahnya, lalu beliau mendatangi mereka. Beliau berkata: Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia. Aku memutuskan suatu perkara sesuai dengan apa yang kudengar. Mungkin salah seorang kamu lebih pandai mengemukakan alasan dari yang lain, lalu aku mengambil keputusan untuknya. Maka barangsiapa aku tetapkan untuknya hak seorang muslim, maka sesungguhnya hak itu adalah sepotong api neraka. Maka hendaklah dia memikulnya atau membuangnya”
3. IJTIHAD Contoh Ijtihad Umar bin Khattab yang disampaikan melalui surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari: “Sesungguhnya tugas untuk memutuskan suatu perkara adalah kewajiban seorang hakim. Apabila kepada Anda dimajukan suatu perkara, hendaklah Anda pelajari dahulu (berkas) perkara itu sebaik-baik nya. Setelah jelas benar duduk soalnya berilah keputusan seadil-adilnya. Keadilan harus diwujudkan dalam praktik, sebab kalau ia tidak diwujudkan, tidak akan ada artinya. Selain itu, dalam pandangan dan keputusan Anda, para pihak haruslah Anda samakan kedudukannya.Dengan demikian, orang yang kuat tidak akan dapat mengharapkan sesuatu dan yang lemah tidak akan sampai putus asa karena mendambakan keadilan Anda. Anda boleh mendamaikan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi isi perdamaian itu tidak boleh menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dan apabila Anda telah menjatuhkan suatu keputusan, janganlah Anda ragu-ragu untuk mengubahnya kembali, apabila kemudian ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan Anda itu.”
Ijtihad Umar bin Khatab Prinsip-prinsip peradilan Umar bin Khattab yang disampaikan kepada Abdullah Ibnu Qais: Menyelesaikan suatu perkara adalah suatu kewajiban (fardhu) bagi seorang hakim. Hakim wajib mempelajari/Memahami perkara yang diajukan dalam pengaduan atau gugatan dengan segenap perhatian dan memberikan putusannya berdasarkan kejelasan/keyakinan.
Prisip-prinsip peradilan dalam Ijtihad Umar (lanjutan) Kedudukan para pihak harus disamakan dalam pandangan hakim agar tidak memberi peluang bagi yg kuat dan memutus-asakan yg lemah. Keterangan bukti atau saksi dikemukakan oleh penggugat, dan sumpah dilakukan oleh tergugat Perdamaian dibolehkan, kecuali yang mehalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Kaidah-kaidah Fikih Setiap perkara tergantung pada maksud mengerjakannya Ijtihad terdahulu tidak dapat dibatalkan dengan yang datang kemudian Bila berkumpul dua perkara yang sejenis dan tidak berbeda, keduanya digabung menjadi satu menurut kebiasaan Orang yang mendapat kepercayaan, perkataannya harus dikuatkan dengan sumpah
6 UNSUR PERADILAN DALAM ISLAM Hakim atau Qadh Orang yang diangkat oleh penguasa untuk menyelesaikan suatu perkara secara adil Hukum Putusan hakim yang ditetapkan untuk menyelesaikan suatu perkara Mahkumbihi Sesuatu yang diharuskan oleh hakim agar dipenuhi/dilaksanakan oleh Tergugat
6 UNSUR PERADILAN DALAM ISLAM Mahkum ‘alaih atau Terhukum Orang yang dijatuhi hukuman atau diminta untuk memenuhi sesuatu tuntutan yang dihadapkan kepadanya Mahkumlahu atau Pemenang Perkara Orang yang menggugat suatu hak Sumber hukum Pedoman bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara
SEJARAH PA DI INDONESIA 1. Prapemerintahan Hindia Belanda (masa Kesultanan Islam) Periode: 1) Tahkim 2) Ahlul Hilli wal Aqdi 3). Tauliyah. 2. Masa transisi (Vereenigde Oost Indische Compagnie/VOC) 3. Masa Pem Hindia Belanda I (T. Receptio in Complexu): Ps. 75 (3,4), Ps 78 (2) & Ps 109 RR, Stb. 1855 No.2, + Ps 13 S. 1820 No 22 jo. Stbl 1835 No. 58 + Kew = p’kawin, kewaris’ diputus mnrt Hk Syara’. => Stbl 1882 no 152 = dibentuk Priester Raad Jawa & Madura.
C SEJARAH PA DI INDONESIA (Lanjutan) * 4. Masa Pem Hindia Belanda II (Theorie Receptie) :Stbl 1907 No.204= “diberlakukan”=> “diikuti”, Stb. 1919 No.286= “diikuti” => “mprhatikan”. Stb 1919 no.621= + Ps 75 ayat 6= b’laku Hk Pdt. Th 1925 = RR => IS, Stbl 1925 No. 415 jo 447: Ps 78 RR => Ps 134 IS. Stb 1929 No 221=> isi Ps 134 (2) IS diubah mjd T. Receptie. 5. Masa Penj. Jepang (Sooryoo Hooin & Kaikyoo Kootoo Hooin) 6. Masa Awal Indonesia merdeka (sblm UU No. 7 Tahun 1989) 7. Masa Setelah berlakunya UU No 7 Tahun 1989 jo. UU 3 Th 2006.
Masa Awal Indonesia Tahun 1945 – 1957 Tahun 1957 – 1974 - Ps 24 ayat 1 dan 2 => Kekuasaan Kehakiman: susun & kewen diatur dlm UU - UU Darurat No. 1 Th 1951=> PA bagian dr Peradilan Swapraja & P. Adat dihapus. Tahun 1957 – 1974 - PP 45 Th 57 => Mahkamah Syar’iyah - SK MenAg No. 10 Th 1963 => mengatasi Rechtsvacuum Kasasi: Jawatan PA (Dir Pembinaan Badilag). - UU No. 14 Th 1970 => Kasasi Badan Peradilan ke MA Tahun 1974- 1989 - Ps 63 UU No. 1 Th 1974 => pengukuhan putusan ke PN - Ps 2 UU No. 14 Th 1985 =>MA independent
Masa Setelah berlakunya UU No 7 Tahun 1989 - UU No. 7 Th 1989 Tentang Peradilan Agama - SEMA no 1 & 2 Th 1990 => Juklak UU No 7/89 - INPRES No. 1 Th 1991 => Penyebarluasan Kompilasi H.Isl Tahun 1999 - 2006 - Pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 35 Tahun 1999 dilakukan tahap pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial PA menjadi kekuasaan MA dari kekuasaan Departemen Agama - Pengalihan tsb dilaksanakan paling lambat tgl 30 Juni 2004 => Keluar KepPres No 21 Th 2004 tg 23 Maret 2004 dan UU No. 4 Th 2004 = penetapan Org, adm & finansial PA ke MA Tahun 2006 – sekarang (UU No. 3 Th 2006). - Pasal 1 Angka 4: Pengukuhan Pengaturan “satu atap” - Perluasan Kompetensi PA & Perubahan Susunan PA
NAMA, STRUKTUR, DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA Di Jawa dan Madura Di Kalsel dan Kaltim Diluar Jawa dan Kalimantan (PP No.45/1957) Sesudah UU No.7 Tahun 1989 Sebelum UU No.3 Tahun 2006 Nama dan Struktur Mahkamah Islam Tinggi(stbl 1937 No.116) Priester Raad (stbl 1882 No.152 & 1937 No.610) Kerapatan Qadi Besar (stbl 1937 No.639) Kerapatan Qadi (stbl 1937 No.638) Mahkamah Syariah Tingkat Provinsi Mahkamah Syariah MA P.T.A P.A. M.A. PTA MSP P.A. M.S. Kewenangan Tidak termasuk kewarisan dan perwakafan Termasuk kewarisan dan perwakafan Perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah dan ekonomi syariah
Kerangka Historis UU No 7 Th 1989 Latar Belakang: Ps 24 & 25 UUD 45 Jo. UUD No1. Th 1951 - PP. 45 Th 57. Masa Pembuatan selama 28 Thn. Persiapan RUUPA (27 Thn) dibagi menjadi: 1) Periode 1961 -1971 2).Periode 1971-1981 3) Periode 1981-1988 Pembahasan RUUPA di DPR (1 Thn).
Sistematika UUPA Bab I ttg Ketentuan Umum Bab II ttg Susunan PA dan PTA Bab III ttg Kekuasaan Pengadilan Bab IV ttg Hukum Acara Bab V ttg Adm Peradilan & Pembagian tugas Bab VI ttg Ketentuan Peralihan Bab VII ttg Ket. Penutup.
Perubahan Setelah UU No.7 Th 1989 PA menjadi Peradilan yg mandiri. Nama, susunan, wewenang dan hk acara PA telah sama & seragam di seluruh Indonesia. Perlindungan thd wanita lbh ditingkatatkan. Telah ada jurusita, Putusan PA tdk perlu lg dikukuhkan PU. Telah terlaksana ketentuan UU No. 14 Th 1970 ttg Pokok-pokok kekuasaan kehakiman Terselenggaranya pembangunan hukum nasional berwawasan Bhineka Tunggal Ika dlm btk UUPA.
Perubahan Sesudah UU No. 3 Th 2006 PA mrpk Peradilan di bwh lingkungan MA PA adalah slh satu pelaku kekuasaan kehakiman bg rakyat pencari kedilan yg beragama Islam mengenai “perkara tertentu” Di lingkungan PA tdpt Pengadilan Khusus yaitu Pengadilan Syariah Islam yg diatur dlm UU Mahkamah Syar’iyah Prov. NAD. Perubahan ttg pengangkatan calon hakim, larangan merangkap jabatan, syarat-syarat Ketua & Wkl Ketua, pemberhentian, penangkapan & penahana hakim. Kewenagan PA menjd lbh rinci dan lbh luas, mencakup ekonomi syariah dan obyek sengketa bg orang b’agama Islam pd umumnya. Perubahan pengertian Asas Personalitas Keislaman yg jg mencakup Bdn Hkm. Ketentuan ttg tugas, tgg jwb, susunan organisasi & tata kerja sekretaris diatur oleh MA.