DR. Hj. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Diversi Dalam Sistem peradilan pidana anak indonesia
Advertisements

POKOK – POKOK PTUN & BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
POLRI SOSIALISASI UU no. 11 TAHUN 2012 tentang
HUKUM ACARA PIDANA 2 Oleh: M. Mahendradatta.
Susunan dan Kekuasaan Badan Peradilan Umum dan Khusus
KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Latar Belakang Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang.
PENYIDIKAN Kelompok II M.Akbar Arafah
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Hukum Acara Pidana Hak Tersangka dan Terdakwa
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
KEBIJAKAN BIRO HUKUM DAN KLN DALAM BIDANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI 8 HUKUM PERUSAHAAN
TEHNIS BANTUAN HUKUM BAGI PNS YANG TERLIBAT KASUS HUKUM.
Apakah yang dimaksud dengan kepailitan berdasarkan UU No.37 tahun 2004
DR. Hj. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
PUTUSAN PIDANA Aristo M A P.
KONSEP DIVERSI DAN RESTORATIVE JUSTICE :
Prosedur Beracara Arbitrase
PENANGKAPAN PENAHANAN
UPAYA BANDING, KASASI DAN PENINJAUAN KEMBALI
IMPLEMENTASI PERMA No.01 Tahun Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
"SOSIALISASI" UU NO. 23 TAHUN 2004: PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA DISAMPAIKAN PADA :
Perkara Pidana, Penyidikan, dan Penuntutan
BANTUAN HUKUM Dan PROSEDUR MENGAJUKAN GUGATAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh: Krepti Sayeti, SH.
PEMINDAHAN HAK DENGAN INBRENG
KETENTUAN PIDANA DI BIDANG KETENAGALISTRIKAN
Uu-ite-2008 Republic of Indonesia.
STRATEGI PENGADILAN TINGGI BANJARMASIN DALAM PEMBERANTASAN PRAKTIK MAFIA HUKUM DI BIDANG PERTAMBANGAN Oleh : DR. Hj. Marni Emmy Mustafa, SH. MH. Ketua.
PENGADILAN PAJAK.
Perihal Kasasi.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
SELAMAT BERJUMPA SELAMAT BERJUMPA.
PENYELIDIKAN & PENYIDIKAN
PENYIDIKAN PAJAK Kep-272/PJ/2002.
Proses Hukum di KPPU Laporan Pemeriksaan pendahuluan
Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan kedepan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana.
Aspek Kerahasiaan dalam kegiatan Perusahaan
RAHASIA BANK Materi Kuliah.
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum & HAM
PROSES PERADILAN HAM.
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK MELALUI DIVERSI DI PENGADILAN
MATERI Penyidikan Penuntutan Peradilan Upaya Hukum.
LBH BALI WCC ( LEMBAGA BANTUAN HUKUM BALI WOMEN CRISIS CENTER )
PENYIDIKAN NEGARA.
ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM MENURUT UU No 11 Tahun 2012 Tentang SPPA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG R.I NOMOR 2 TAHUN 2015
Hukum Acara Pidana Hak Tersangka dan Terdakwa
UPAYA HUKUM.
Acara Peradilan Pidana Anak
Oleh : Erna Sofwan Sjukrie, SH Tema Seminar :
Drs. AGUS ANDRIANTO, S.H. PERAN POLDA DALAM PENEGAKKAN HUKUM
Penyitaan.
HUKUM ACARA PIDANA Disampaikan pada Pertemuan Ke-9
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN Dan PENYIDIKAN PAJAK
PENYIDIKAN.
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
Sosialisasi materi diklat sertifikasi hakim anak dalam SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh: nartilona rangkasbitung, 4 oktober 2017.
Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP
KEPAILITAN DAN PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)
Di Gedung Rekonfu Polres Pemalang, 25 Mei 2016
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
Sistem Peradilan Anak di Indonesia
PENERAPAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (PKDRT)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA Di sampaikan pada: Kegiatan Pelatihan Teknis Kapasitas Kelembagaan bagi Perangkat.
Transcript presentasi:

DR. Hj. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat KEBIJAKAN MAHKAMAH AGUNG RI DALAM IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG UU NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh : DR. Hj. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat

MAHKAMAH AGUNG DAN LINGKUP PERADILAN DIBAWAHNYA (UU NO. 48 TAHUN 2009 Tentang KEKUASAAN KEHAKIMAN) PERADILAN UMUM (UU No. 49/2009 Jo UU No. 8/2004 Jo UU No. 2/1986) PERADILAN TATA USAHA NEGARA (UU No. 51/2009 Jo UU No. 9/2004 Jo UU No. 5/1986) PERADILAN AGAMA (UU No. 50/2009 Jo UU No. 6/2003 Jo UU No. 7/1989) PERADILAN MILITER (UU No. 31/1997) PENGADILAN HAM - PENGADILAN PAJAK - PENGADILAN ANAK - PENGADILAN NIAGA - PENGADILAN KORUPSI - PHI - PENGADILAN PERIKANAN

Hak Anak Merupakan hak konstitusional anak, yang dirumuskan dalam Konstitusi ; Konvensi Hak Anak diratifikasi RI dengan Keppres No. 36 tahun 1990 ; Dirumuskan dalam bab khusus dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ; Ditegaskan kembali dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ; Khusus bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum : UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, berlaku tahun 2014 .

LANDASAN HUKUM PERLINDUNGAN ANAK Hukum Materil : Konstitusi UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Keppres No. 36 tahun 1990 tentang pengesahan CRC UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak KUHP UU No. 23 Tahun 2004 tentang Pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT) UU No. 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan Orang (TPPO) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Lanjutan .... 12. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 13. UU No. 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO 182 tentang Pelarangan & Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak UU No. 20/1999 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Mengenai Batas Usia Minimum untuk Bekerja 15. UUD 1945 Pasal 28 B yang telah direfisi mengamanat setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hukum Formil : KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981) UU No.11 Tahun 2012 tentang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak)

Sasaran SPPA Mencegah atau setidaknya mengurangi stigmatiasai terhadap Anak Membatasi perkara Anak yang masuk ke dalam SPPA Mayoritas perkara Anak diselesaikan melalui Diversi Lebih berperannya petugas non penegak hukum dalam perkara Anak Meningkatnya partisipasi publik (keluarga, lingkungan dan sekolah) dalam penanganan perkara Anak

CAKUPAN ‘ANAK’ DALAM UU SPPA ABH mencakup Anak sebagai Pelaku, Saksi dan Korban Tidak lagi mengkriminalisasi anak yang ‘melanggar hukum yang hidup dalam masyarakat Tidak lagi mempergunakan istilah ‘anak nakal’ Tidak dibatasi oleh status perkawinan seseorang Anak dibawah usia 14 tahun tidak dikenakan penahanan

PERGESERAN PARADIGMA DALAM HUKUM PIDANA TENTANG KEADILAN Retributive Justice Menekankan keadilan pada pembalasan Anak di posisi sebagai objek Penyelesaian bermasalah hukumtidak seimbang Restitutive Justice Menekankan keadilan pemberian ganti rugi Restorative Justice Menekankan keadilan pada perbaikan/ pemulihan keadaan Berorientasi pada korban Memberikan kesempatan pada pelaku untuk mengungkapkan rasa sesalnya pada korban dan sekaligus bertanggung jawab. Memberikan kesempatan kepada pelaku dan korban untuk bertemu untuk mengurangi permusuhan dan kebencian. Mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat Melibatkan anggota masnyarakat dalam upaya pemulihan.

Usia Pertanggungjawaban Pidana anak Usia pertanggungjawaban pidana dinaikkan dari 8 tahun menjadi 12 tahun Bagi Anak di bawah 12 tahun, perkaranya ditelaah oleh Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional untuk memutuskan: a. Diserahkan kepada orang tua/Wali; atau b. Diikutsertakan dalam program pendidikan/pembinaan/ pembimbingan di LPKS pusat maupun daerah (maks. 6 bulan) Memerlukan dukungan Kementerian Pendidikan & Kementerian Tenaga Kerja 3. Pasal 19 ayat 1 bahwa identitas anak, anak korban dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.

KEADILAN RESTORATIF /DIVERSI Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. (Ps 1 ayat (6) UU SPPA).

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. (Ps 1 ayat (7) UU SPPA)

KEWAJIBAN DIVERSI Pasal 7 (1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. (2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

TUJUAN DIVERSI (Pasal 6) MENCAPAI PERDAMAIAN ANTARA KORBAN DAN ANAK MENYELESAIKAN PERKARA ANAK DI LUAR PROSES PERADILAN MENGHINDARKAN ANAK DARI PERAMPASAN KEMERDEKAAN MENDORONG MASYARAKAT UNTUK BERPARTISIPASI MENANAMKAN RASA TANGGUNG JAWAB KEPADA ANAK (PASAL 6 UU SPPA)

Dilakukan pada TP yang diancam pidana dibawah 7 tahun SYARAT DIVERSI Pasal 7 ayat 2 Dilakukan pada TP yang diancam pidana dibawah 7 tahun Bukan pengulangan TP Harus dengan persetujuan korban, kecuali TP Pelanggaran, tipiring, TP tanpa korban, kerugian korban tidak lebih dari upah minimum provinsi.

Proses (Musyawarah) Diversi Orangtua/ Wali Anak Tokoh Masy Orangtua/ Wali Korban Anak Pelaku Korban Orangtua/Wali Anak Pekerja Sos Polisi/Jaksa/Hakim Pembimbing Kemasyrktn Penting: Harus ada persetujuan korbam

PENGECUALIAN Diversi tanpa Persetujuan Korban (Pasal 9 ayat 2 UU No 11 tahun 2011) tindak pidana yang berupa pelanggaran tindak pidana ringan tindak pidana tanpa korban nilai kerugian kurang dari UMP setempat.

TATA CARA / ALUR DIVERSI / RESTORATIF JUSTICE (UU SPPA) Forum Mediasi / Musyawarah RESTORATIVE JUSTICE Penyidik / UPPA, PK BAPAS, Pelaku / Orang Tua, Korban, Penasehat Hukum Anak, PEKSOS / Tenaga Kesejahteraan Sosial / Pendamping Anak /, Perwakilan masyarakat LAPORAN MASYARAKAT UP2A PENYIDIK (POLISI) 7 HARI DIVERSI 30 HARI Penyidik SP3 (Bapas) Pengawasan PENETAPAN KPN 3 HARI (pasal 12) TIDAK BERHASIL PERM PENYIDIK / BA DIV BERHASIL KESEPAKATAN BERKAS DILIMPAHKAN KE PENUNTUT UMUM

PENETAPAN KPN (DIVERSI) 3 HARI Forum Mediasi / Musyawarah RESTORATIVE JUSTICE Penuntut Umum, PK BAPAS, Pelaku / Orang Tua, Korban, Penasehat Hukum Anak, PEKSOS / Tenaga Kesejahteraan Sosial / Pendamping Anak /, Perwakilan masyarakat BERKAS DITERIMA KEJARI KAJARI MENUNJUK JAKSA ANAK 7 HARI DIVERSI 30 HARI PENETAPAN KPN (DIVERSI) 3 HARI JPU SKP3 (Bapas) Pengawasan TIDAK BERHASIL PERM JPU/ BA DIV BERKAS DILIMPAHKAN KEPENGADILAN BERHASIL KESEPAKATAN

PENETAPAN KPN ( DIVERSI) 3 HARI Forum Mediasi / Musyawarah RESTORATIVE JUSTICE Hakim Anak, JPU Anak, PK BAPAS, Pelaku / Orang Tua, Korban, Penasehat Hukum Anak, PEKSOS / Tenaga Kesejahteraan Sosial / Pendamping Anak , Perwakilan masyarakat BERKAS DITERIMA PENGADILAN NEGERI 3 HARI KPN MENUNJUK HAKIM ANAK 7 HARI DIVERSI 30 HARI Hakim Anak Pent. Penghentian Pemeriksaan (Bapas) Pngawasan PENETAPAN KPN ( DIVERSI) 3 HARI PERM HA/ BA DIV SIDANG DILANJUTKAN (KUHAP UU SPPA) BERHASIL KESEPAKATAN TIDAK BERHASIL

PUTUSAN HAKIM WASMAT ANAK PERSIDANGAN SIDANG (KUHAP UU SPPA) REQUISITOR PLEDOI PUTUSAN HAKIM WASMAT ANAK

Hasil Kesepakatan Diversi dapat berbentuk antara lain .... (Pasal 11) Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian Menyerahkan kembali ke orang tua atau orang tua asuh Mengikuti pendidikan atau pelatihan ke lembaga pendidikan atau lembaga sosial/LPKS Rehabilitasi medis dan psikososial Pelayanan Masyarakat

PENYELESAIAN PERKARA ANAK YANG BELUM BERUSIA 12 TAHUN PENJELASAN (Pasal 21 UU NO 11 TAHUN 2012) Penyelidik, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Pofesional mengambil keputusan untuk Menyerahkan kembali kepada orang tua Mengikutsertakan dalam program pendidikan paling lama 6 (enam) bulan, keputusan tersebut diserahkan kepada pengadilan untuk ditetapkan dalam waktu 3 hari.

PK BAPAS wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan anak yang diikutsertakan dalam program pendidikan Hasil evaluasi akan menentukan program pendidikan tersebut akan diperpanjang atau tidak

PENYELESAIAN PERKARA ANAK YANG SUDAH BERUSIA 12 TAHUN PENYIDIKAN Dilakukan oleh penyidik khusus berdasarkan keputusan KAPOLRI atau pejabat lain yang ditunjuk KAPOLRI Telah memenuhi syarat sebagai penyidik perkara anak Wajib meminta pertimbangan atau saran dari PK BAPAS Dapat pula meminta pertimbangan dan saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater tokoh agama pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial dan tenaga ahli lainnya

Wajib meminta laporan sosial dari pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial Apabila hukuman maksimum yang diancamkan kurang dari 7 tahun dan bukan pengulangan. Wajib mengupayakan diversi Apabila diversi gagal maka proses dilanjutkan dengan penyelidikan oleh kejaksaan

PENANGKAPAN Prinsip Penangkapan Anak : Syarat Penangkapan Anak : Sebagai upaya terakhir dan waktu yang paling singkat Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan kejam lainnya Syarat Penangkapan Anak : Adanya bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP) Tindak pidana yang disangkakan berupa kejahatan. Kecuali dalam hal telah dipanggil 2 kali secara sah dan tidak memenuhi panggilan

Tata Cara Penangkapan Anak : Dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya (pasal 30 ayat 4 UU No. 11 tahun 2012). Pada saat dilakukan penangkapan, anak wajib diberitahu tentang alasan penangkapan (pasal 9 konvensi hak-hak sipil dan politik) Memberitahukan orang tua/wali dalam tenggang waktu sesingkat mungkin (beijing rules/pasal 9 konvensi hak-hak sipil dan politik).

Syarat Penahanan Anak : Anak telah berusia 14 tahun atau lebih (Pasal 32 UU No. 11 tahun 2012); Diduga melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih (Pasal 32 UU No. 11 tahun 2012); Adanya bukti permulaan yang cukup (pasal 21 ayat (1) KUHAP); Adanya kekhawatiran, anak akan melarikan diri, menghilangkan atau merusak barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana; Berkaitan dengan syarat penahanan, perlu mendapat perhatian pasal 32 (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2012, yang berbunyi: “Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.”

Tempat Penahanan Anak : Penahanan anak dilaksanakan di lembaga penempatan anak sementara (LPAS), yang merupakan tempat sementara bagi anak selama proses peradilan berlangsung.(Pengganti RUTAN) Apabila LPAS tidak/belum tersedia, penahanan anak dapat dilakukan di lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial (LPKS) setempat.

Jangka Waktu Penahanan Penyidikan: Untuk kepentingan penyidikan, anak dapat dikenakan penahanan paling lama 7 (tujuh) hari. Atas permintaan penyidik, penuntut umum dapat memperjang paling lama 8 (delapan) hari. Bandingkan dengan Undang-undang No.3 Tahun 1997 ½ x 20 + 40 = 30 hari setengah dari orang dewasa tidak mengenal pasal 29 KUHAP Penuntutan: Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum dapat melakukan penahan paling lama 5 (lima) hari. Atas permintaan penuntut umum, hakim pengadilan negeri dapat memperpanjang untuk paling lama 5 (lima) hari. ½ x 20 + 30 = 25 hari tidak mengenal Pasal 29 KUHAP Jangka Waktu Penahanan Penyidikan: Untuk kepentingan penyidikan, anak dapat dikenakan penahanan paling lama 7 (tujuh) hari. Atas permintaan penyidik, penuntut umum dapat memperjang paling lama 8 (delapan) hari. Bandingkan dengan Undang-undang No.3 Tahun 1997 ½ x 20 + 40 = 30 hari setengah dari orang dewasa tidak mengenal

Kasasi Untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi, hakim kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas) hari. Atas permintaan hakim kasasi, ketua mahakamah agung dapat memperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari. Bandingkan dengan UU No.3 Tahun 1997 ½ x 50 + 60 = 55 hari tidak mengenal Pasal 29 KUHAP Catatan : Kaitan deangan Proses Kasasi Memori Kasasi 14 hari Kontra memori Kasasi 14 hari tambahan memori Kasasi 14 hari + Total = 42 hari (Lihat Pasal 248 & 249 KUHAP)

PENANGGUHAN PENAHANAN Tersangka/terdakwa berhak untuk mengajukan keberatan kepada pihak yang berwenang atas penahanan (pasal 31 KUHAP/Tokyo Rules) Secara umum penangguhan penahanan tidak diatur dalam UU No. 11 tahun 2012, dengan demikian perihal penangguhan penahanan sepenuhnya digunakan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Satu-satunya pasal yang bersinggungan dengan persoalan penangguhan penahanan adalah pasal 32 ayat (1) UU No. 11 tahun 2012, dimana disebutkan bahwa penahanan tidak boleh dilakukan bila terdapat jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga. Pasal 32 ayat (1) memperkenalkan adanya jaminan lembaga, yang tidak dikenal dalam KUHAP. “Pengertian lembaga disini adalah lembaga baik pemerintah maupun swasta, di bidang kesejahteraan sosial anak, antara lain panti asuhan, dan panti rehabilitasi.”

PENGGELEDAHAN Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tidak memuat aturan yang spesifik tentang penggeledahan terhadap anak, khususnya penggeledahan badan maupun rongga badan. Sekalipun penegak hukum khususnya penyelidik dan atau penyiddemikian kiranya penting untuk mendapatkan perhatian dari aparat ik untuk selalu memastikan agar cara-cara penggeledahan yang dilakukan terhadap badan maupun rongga badan anak tidak menimbulkan terganggunya kesejahteraan anak di kemudian hari. Dalam hal penggeledahan badan/rongga badan terhadap anak, untuk melengkapi ketentuan yang diatur dalam penjelasan pasal 37 KUHAP, hendaknya diperlukan kehadiran pembimbing kemasyarakatan atau pekerja sosial profesional.

PENYITAAN Penetapan pengadilan mengenai penyitaan barang bukti dalam perkara anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua) hari. Prosedur penetapan pengadilan dalam penyitaan barang bukti adalah merupakan hal baru, mengingat dalam KUHAP penyitaan tidak memerlukan penetapan, tetapi izin dari ketua pengadilan untuk melakukan penyitaan

PENUNTUTAN Penuntutan perkara pidana anak, dilakukan oleh penuntut umum yang ditetapkan berdasarkan keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk Jaksa Agung. Telah memenuhi syarat sebagai penyidik perkara anak Apabila hukuman maksimum yang diancamkan kurang dari 7 tahun dan bukan pengulangan. Wajib mengupayakan diversi Apabila diversi gagal maka proses dilanjutkan dengan proses peradilan di Pengadilan

PEMERIKSAAN DI PENGADILAN Pengadilan Tingkat Pertama : Hakim yang memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal, dalam hal tindak pidana yang akan diperiksa diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya, dapat dilakukan oleh hakim majelis. Ketua pengadilan negeri wajib menetapkan hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas dari jaksa penuntut umum. Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap anak dilakukan oleh hakim yang ditetapkan berdasarkan keputusan ketua mahkamah agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh ketua mahakamah agung atas usul ketua pengadilan negeri yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi.

Pengadilan Tingkat Pertama Dalam hal belum ada hakim yang memenuhi persyaratan, maka tugas pemeriksaan di sidang anak dilaksanakan oleh hakim yang melakukan tugas pemeriksaan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam hal tindak pidana yang disangkakan dilakukan oleh anak, diancam dengan maksimum pidana penjara kurang dari 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri, hakim wajib mengupayakan diversi. Apabila GAGAL maka dilanjutkan dengan proses persidangan

Pengadilan Tingkat Pertama : Sidang dilaksanakan di ruang sidang khusus anak, dengan ruang tunggu yang terpisah dari ruang tunggu sidang orang dewasa. Sidang anak didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. Sidang anak dilaksanakan secara tertutup untuk umum kecuali pembacaan putusan.

TAHAPAN PERSIDANGAN PERKARA ANAK Sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum, kemudian anak dipanggil masuk beserta orang tua/wali, advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan. Setelah melakukan verifikasi identitas anak, hakim memerintah penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan. Kecuali apabila terdapat keberatan (eksepsi) terhadap surat dakwaan, setelah pembacaan surat dakwaan, hakim memerintahkan pembimbing kemasyarakatan untuk membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan. harus hadir Bandingkan dengan praktek LITMAS diajukan setelah sidang buka (UU no 3 Tahun 1997) kebanyakan BAPAS tidak hadir karena hasil LITMAS sudah ada dalam berkas.

Pemeriksaan diawali dengan memeriksa saksi korban dan dilanjutkan dengan saksi-saksi lainnya. Sebelum memberikan keterangan, korban dan/atau saksi memberikan sumpah atau janji kecuali terhadap korban dan/atau saksi yang masih belum berumur 15 (lima belas) tahun dan belum menikah. SPPA 18 tahun bila saksi adalah anak. Dalam hal korban dan/atau saksi yang masih berstatus anak dan tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan persidangan, hakim dapat memerintahkan anak korban dan/atau anak saksi didengar keterangannya melalui perekam elektronik atau pemeriksaan langsung jarak jauh menggunakan tekhnologi IT

Sidang anak dilanjutkan setelah anak diberitahukan mengenai keterangan anak korban dan/atau anak saksi yang telah diberikan tanpa kehadirannya. Dalam hal tertentu anak korban diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. Sebelum putusan dijatuhkan, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak.

Sebelum menjatuhkan putusan, hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan.(LITMAS) Putusan yang tidak mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan, batal demi hukum. Putusan dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri Anak. Petikan putusan diberikan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, pada hari putusan diucapkan.(bandingkan dengan Pasal 226,243(3),257 & 267 KUHAP) Salinan putusan diberikan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya paling lama 5 (lima) hari sejak putusan diucapkan. (Pasal 226 kepada Penyidik & PU kepada Terdakwa atas permintaan)

Jenis Pidana (1) Pidana pokok terdiri atas: A. Pidana peringatan; B. Pidana dengan syarat: 1. Pembinaan di luar lembaga; 2. Pelayanan masyarakat; 3. Pengawasan. C. Latihan kerja; D. Pembinaan dalam lembaga; dan E. Penjara. (2) Pidana tambahan terdiri atas: A. Perampasan keuntungan yang diperoleh B. Pemenuhan kewajiban adat

Jenis Tindakan a. pengembalian kepada orang tua atau orang tua asuh; b. penyerahan kepada pemerintah; c. penyerahan kepada seseorang; d. perawatan di rumah sakit jiwa;perawatan di rumah sakit jiwa; e. perawatan di lembaga; f. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau latihan yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga swasta; g. pencabutan surat izin mengemudi; h. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau i. pemulihan.

UPAYA HUKUM BIASA Upaya hukum biasa meliputi banding dilakukan pada pengadilan tinggi dan kasasi, dilakukan pada Mahkamah Agung. Berkaitan dengan upaya hukum biasa UU SPPA pada dasarnya tidak mengatur secara khusus, terkecuali sepanjang berkaitan dengan Hakim Banding (sebagaimana diatur paada pasal 45 – 47 UU SPPA) dan Hakim Kasasi (sebagaimana diatur pada pasal 48 – 50 UU SPPA). Pemeriksaan pada tingkat Banding dilakukan oleh hakim tunggal, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai hakim banding untuk perkara pidana anak berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan tinggi.

UPAYA HUKUM LUAR BIASA Peninjauan kembali Pengaturan peninjauan kembali dalam pasal 51 UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan: “Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara anak yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh Anak, orang tua/wali, dan/atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya kepada Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

TERIMA KASIH