IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) ESTY ARYANI SAFITHRY, M.PSI, PSIKOLOG
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Tunanetra Anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat- alat khusus, mereka masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus
Ciri – Ciri Anak Tunanetra Tidak mampu melihat Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter Kerusakan nyata pada kedua bola mata Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan Mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering Pandangan hebat pada kedua bola mata Mata yang bergoyang terus
Berdasarkan terjadinya ketunanetraan Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan
Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri
Berdasarkan kemampuan daya penglihatan Tunanetra ringan yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan Tunanetra setengah berat yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal Tunanetra berat yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat
Berdasarkan pemeriksaan klinis Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan
Faktor Penyebab Tuna Netra Pre Natal, Bisa karena keturunan atau pertumbuhan dalam kandungan Post Natal Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras. ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan.
Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Berbagai pendapat para ahli menunjukkan bahwa ketunanetraan dapat mempengaruhi prestasi akademik para penyandangnya. Akan tetapi mereka sependapat bahwa pengaruhnya tidak sebesar yang terjadi pada anak tunarungu karena pendengaran memegang peranan peranan penting dalam kegiatan belajar di sekolah dibandingkan pengelihatan.
Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Pribadi dan Sosial Beberapa literatur mengemukakan karakteristik yang mungkin terjadi pada anak tunanetra yang tergolong buta sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari kebutaanya adalah: Curiga pada Orang Lain Mudah Tersinggung Ketergantungan pada Orang Lain
Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Fisik/Sensorik dan Motorik/Perilaku kondisi matanya yang berbeda dengan mata orang awas dan sikap tubuhnya yang kaku Aspek Sensorik : menunjukkan kepekaan yang lebih baik pada indera pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan anak awas. Aspek Motorik/Perilaku: Gerakan agak kaku dan kurang fleksibel, serta sering melakukan perilaku stereotip, seperti menggosok-gosok mata dan menepuk-nepuk tangan.
PRINSIP PEMBELAJARAN UNTUK ANAK TUNANETRA Pengalaman Kongkrit segala sesuatu yang diperkenalkan atau diajarkan diupayakan agar dapat diterima dan dialami secara nyata. Penyatuan antar Konsep Dalam teknik ini dilakukan perabaan bagian demi bagian kemudian konsep secara keseluruhan baru didapat dibentuk berdasarkan informasi bagian-bagian tersebut
Belajar Sambil Melakukan Prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing) ini erat kaitannya dengan prinsip pengalaman kongkrit yang menekankan agar anak berkelainan penglihatan memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang secara langsung dialami sendiri
POLA PEMBELAJARAN UNTUK ANAK TUNANETRA Duplikasi, artinya mengambil seluruh materi dan strategi pembelajaran pada anak awas ke dalam pembelajaran pada anak tunanetra tanpa melakukan perubahan. modifikasi terhadap materi, media dan strategi pembelajaran yaitu sebagian atau keseluruhan materi, media, prosedur dan strategi pembelajaran yang dipergunakan pada pembelajaran anak awas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga baik materi, media, dan strategi pembelajarannya sesuai dengan karakteristik anak.
Substitusi, yaitu mengganti materi, media, dan strategi pembelajaran yang berlaku pada pembelajaran anak awas, bahkan mengganti mata pelajaran tertentu, misalnya mata pelajaran menggambar diganti dengan apresiasi seni suara atau sastra omisi, yaitu penghilangan materi tertentu yang berlaku pada pembelajaran anak awas. Hal tersebut dilakukan apabila ketiga prinsip di atas sudah tidak dapat dilakukan,
Modifikasi pembelajaran Modifikasi waktu pembelajaran Modifikasi sarana/ media Modifikasi pengelolaan kelas
Peraga pembelajaran Upayakan setiap anak mendapat kesempatan untuk mengamati (meraba) media yang tersedia. Objek tiga dimensi harus disajikan dalam bentuk benda asli atau model. Peraga hendaknya jangan terlalu besar atau terlalu kecil, yang ideal adalah sejauh kedua tangan dapat mendeteksi objek secara keseluruhan. Penyajian tabel/ diagram perlu penjelasan cara membaca dan maksud tabel/ diagram tersebut. Ada jaminan bahwa peraga itu tidak berbahaya, tidak mudah rusak.