Pengaruh Pembangunan Ekonomi Terhadap Pola Migrasi di Indonesia Oleh: Esther V. Simanullang Fernando Silaen Sundari Budiani
Latar Belakang dan Tujuan (1) Migrasi merupakan gambaran terdapatnya perbedaan pertumbuhan ekonomi, ketidakmerataan fasilitas pembangunan, kesenjangan penghasilan, maupun struktur pekerjaan yang ada. Perpindahan cenderung disebabkan oleh motif ekonomi yaitu dengan memperhitungkan untung-rugi, serta harapan dapat memperbaiki kondisi ekonominya (Tjiptoherijanto, 2000). Dengan demikian, perbedaan pembangunan ekonomi antara satu daerah dengan daerah lain yang kemudian tercermin pada perbedaan pendapatan penduduk mendorong dan menarik seseorang untuk melakukan mobilitas (Ananta dan Wongkaren, 1996).
Latar Belakang dan Tujuan (2) Migrasi penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara keseluruhan (Tjiptoherijanto, 2000; Skeldon, 2008; de Haas, 2010a; de Haas, 2010b). Migrasi telah menjadi penyebab dan penerima dampak dari perubahan struktur ekonomi dan sosial suatu daerah (Chiswick dan Hatton, 2003).
Migrasi Definisi migrasi yang digunakan dalam analisis yaitu perpindahan penduduk yang melewati batas administratif dengan jangka waktu tinggal di tempat tujuan minimal enam bulan secara berturut-turut (BPS). Jenis migrasi: migrasi masuk, keluar, neto, bruto, risen, semasa hidup, total, pulang, internasional, parsial, dan arus migrasi. Ukuran migrasi: angka mobilitas, angka migrasi masuk, angka migrasi keluar, dan angka migrasi neto.
Pembangunan Ekonomi Lewis menyatakan bahwa proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa ditandai dengan transformasi tenaga kerja dan output sektor tradisional ke sektor modern. Proses konsentrasi spasial dan perubahan ekonomi perdesaan menuju ekonomi perkotaan ini mengakibatkan menguatnya perbedaan pendapatan dan kesejahteraan daerah (Josef Gugler, 1996). Pembangunan wilayah yang tidak berimbang akan memunculkan kecenderungan untuk migrasi.
Teori Pengambilan Keputusan Bermigrasi (1) Ravenstein berpendapat bahwa migrasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan dan dorongan utama migrasi adalah motif ekonomi. Teori neoclassical economics baik makro maupun mikro lebih memberikan perhatian pada perbedaan upah dan kondisi kerja antar daerah atau antar negara, serta biaya, dalam keputusan seseorang melakukan migrasi (Massey, et al., 1993). Aliran new economics of migration menekankan bahwa keputusan untuk melakukan migrasi tidak semata-mata keputusan individu saja, namun terkait dengan lingkungan sekitar, utamanya lingkungan keluarga.
Teori Pengambilan Keputusan Bermigrasi (2) Dual labor market theory menyatakan migrasi terjadi bukan karena push factors yang ada pada daerah asal, namun lebih karena adanya pull factors pada daerah tujuan. Teori New Household Economic menjelaskan bahwa migrasi akan membentuk strategi perekonomian rumah tangga guna memaksimalkan pendapatan dan meminimalkan resiko serta menghilangkan tekanan yang berasal dari kegagalan pasar (Massey, et al., 1993). Lee (1966) mengemukakan bahwa keputusan bermigrasi di tingkat individu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di daerah asal migran, daerah tujuan migrasi, faktor penghalang migrasi, dan faktor individu pelaku migrasi.
Transisi Mobilitas dan Pembangunan (1) Zelinsky (1971) mengungkapkan bahwa ada lima tahap perkembangan masyarakat: Masyarakat tradisional pra modern (the premodern traditional society) Masyarakat transisi awal (the early transitional society) Masyarakat transisi akhir (the late transitional society) Masyarakat maju (the advanced society) Masyarakat super maju masa depan (a future super advanced society)
Transisi Mobilitas dan Pembangunan (2) Skeldon (1990) mengembangkan tahap transisi mobilitas penduduk menjadi tujuh tahap yaitu Masyarakat pra transisi cenderung mobilitas non permanen Masyarakat transisi awal kota besar menjadi tujuan utama penduduk kota kecil dan menengah Masyarakat transisi menengah stagnasi pada daerah sekitar kota besar Masyarakat transisi akhir migrasi dari perdesaan langsung ke kota besar. Ditandai dengan munculnya megacity Masyarakat mulai maju mulai terjadi suburbanisasi dan dekonsentrasi penduduk perkotaan. Mobilitas non permanen lebih meningkat Masyarakat maju lanjut terus terjadinya dekonsentrasi penduduk perkotaan, menyebar ke daerah perkotaan yang lebih kecil Masyarakat maju super diwarnai oleh adanya teknologi tinggi, termasuk teknologi informasi. Sistem transportasi diganti dengan sistem komunikasi
Transisi Mobilitas dan Pembangunan (3) de Haas (2010) menggambarkan hubungan pembangunan dan migrasi: Migrasi sebagai fungsi dari kemampuan dan aspirasi Hubungan non linear antara pembangunan dan proses migrasi Figure 2. Graphic representation of migration transition theory Figure 1. Hypothesized effect of human development on migration capabilities and aspirations
Teori Migrasi dan Pembangunan Ekonomi (1) Teori Lewis-Fei-Ranis menyatakan bahwa jumlah perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan lapangan pekerjaan berkaitan erat dengan perluasan industri di perkotaan Teori Migrasi Todaro mengemukakan bahwa keputusan individu untuk bermigrasi didasarkan atas adanya perbedaan expected gain antara sektor perdesaan dan perkotaan sehingga menumbuhkan peluang terjadinya mobilitas tenaga kerja dari desa ke kota. Secara matematis, model Todaro dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑉 0 = 𝑝 𝑡 𝑌 𝑢 𝑡 − 𝑌 𝑟 (𝑡) 𝑒 −𝑖𝑡 𝑑𝑡−𝐶(0)
Teori Migrasi dan Pembangunan Ekonomi (2) Teori Migrasi Harris Todaro: tingkat pengangguran di perkotaan berhubungan terbalik dengan perbedaan pendapatan yang diharapkan atau secara matematis, model Harris Todaro dapat dituliskan sebagai berikut: 1− 𝐸 𝑢 𝐿 𝑢 = 1− 𝑊 𝑟 𝑊 𝑢
Migrasi dengan Pendekatan Model Gravity (1) Model Tradisional 𝑀 𝑖𝑗 =𝐺 𝑃 𝑖 𝑟 𝑃 𝑗 𝑠 𝐷 𝑖𝑗 𝑡 dimana: Mij = migrasi dari i ke j Pi = populasi di wilayah i Pj = populasi di wilayah j Dij = jarak antara wilayah i dan wilayah j G, r, s dan t adalah parameter yang harus diestimasikan
Migrasi dengan Pendekatan Model Gravity (2) Model Lowry 𝑀 𝑖𝑗 =𝑘 𝑈 𝑖 𝑈 𝑗 . 𝑊 𝑗 𝑊 𝑖 . 𝐿 𝑖 𝐿 𝑗 𝐷 𝑖𝑗 dimana: Mij = migrasi dari i ke j Ui dan Uj = tingkat pengangguran di i dan j Wi dan Wj = tingkat upah Li dan Lj = angkatan kerja Dij = jarak k = konstanta
Migrasi dengan Pendekatan Model Gravity (3) Model Hybrida 𝑀 𝑖𝑗 𝑡 = 𝑃 𝑖 (𝑡−1) 𝑀 𝑖𝑗 (𝑏) 𝑃 𝑡 (𝑏−1) 𝐴 𝑗 (𝑡−1) 𝐴 𝑛 (𝑡−1) 𝐴 𝑗 (𝑏−1) 𝐴 𝑛 (𝑏−1) 𝛾 dimana: Aj (t-1)= Nilai faktor ekonomi provinsi tujuan pada tahun t-1 Aj (b-1)= Nilai faktor ekonomi provinsi tujuan pada tahun b-1 An (t-1)= Nilai faktor ekonomi nasional pada tahun t-1 An (b-1)= Nilai faktor ekonomi nasional pada tahun b-1
Hubungan Migrasi dan Pasar Kerja Todaro (2006)
Tinjauan Penelitian Sebelumnya (1) Alatas (1995) menemukan bahwa Tingkat mobilitas penduduk Indonesia meningkat dari 4,94 persen pada tahun 1971 menjadi 8,25 persen pada tahun 1990 Jawa Barat merupakan daerah tujuan utama migran setelah DKI Jakarta. DKI Jakarta dianggap sebagai daerah tujuan yang telah jenuh, yang ditandai dengan mengalirnya migran dari DKI Jakarta menuju Jawa Barat, khususnya daerah penopang Jakarta (di daerah Bogor, Tangerang dan Bekasi).
Tinjauan Penelitian Sebelumnya (2) Firman (1994) menyatakan bahwa Migrasi internal terpusat ke Pulau Jawa. Meskipun sejak tahun 70-an terlihat kecenderungan arus migrasi mulai beralih keluar Jawa, namun konsentrasi penduduk Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa. Penurunan persentase penduduk Pulau Jawa dari 68,7 persen pada tahun 1930 menjadi 60 persen pada tahun 1990 diikuti dengan naiknya persentase penduduk di Pulau Sumatera, menunjukkan aliran penduduk terjadi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera, kemudian menuju Kalimantan dan seterusnya.
Tinjauan Penelitian Sebelumnya (3) Tjiptoherijanto (2000) mengemukakan bahwa Pola dan kenyataan migrasi penduduk di Indonesia memperlihatkan dengan jelas keterkaitan antara strategi pembangunan ekonomi dengan pola migrasi penduduk Pemusatan kegiatan ekonomi, pendidikan, dan politik di Pulau Jawa memberikan pengaruh terhadap pola perpindahan penduduk di Indonesia.
Tinjauan Penelitian Sebelumnya (4) Chotib (2003) menganalisis migrasi antar daerah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan model place to place migration: PDRB yang tinggi di suatu daerah cenderung meningkatkan jumlah migran yang keluar dari daerah tersebut dan menurunkan jumlah migran yang masuk Angka urbanisasi yang tinggi di suatu daerah cenderung “menahan” orang untuk keluar dari daerah tersebut dan “menarik” orang untuk datang ke daerah yang bersangkutan Industrialisasi yang tinggi di suatu daerah cenderung meningkatkan interaksi antara kedua daerah yang sama-sama memiliki tingkat industrialisasi yang tinggi pula Migrasi cenderung mengalir pada daerah-daerah yang saling berbatasan langsung dengan daerah-daerah lain yang lokasinya lebih jauh dari daerah asal
Tinjauan Penelitian Sebelumnya (5) Darmawan (2007) menganalisis data SP 2000 dan SUPAS 2005 untuk mengetahui pola migrasi di Indonesia dengan menggunakan model hybrida. Arus migrasi menuju provinsi yang lebih tinggi PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, Arus migrasi menuju provinsi yang lebih rendah tingkat penganggurannya Arus migrasi menuju provinsi yang mempunyai nilai UMP lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya
Tinjauan Penelitian Sebelumnya (6) Wajdi (2010) melakukan penelitian migrasi antar pulau di Indonesia dengan menggunakan model skedul migrasi dan model gravitasi hybrida. Data yang digunakan adalah SP2000 dan SUPAS 2005. Semakin tinggi perbedaan upah, maka kecenderungan bermigrasi semakin tinggi. Tetapi, semakin besar perbedaan struktur ekonomi antardaerah, maka migrasi akan cenderung rendah, meskipun perbedaan upah antar daerah tersebut relatif tinggi. Kesempatan kerja meskipun dengan perbedaan upah yang kecil lebih mendorong migran untuk melakukan migrasi daripada perbedaan upah yang besar tetapi kesempatan kerja yang sedikit
Kerangka Pikir Konseptual Indikator Pembangunan Ekonomi: PDRB riil perkapita UMP Angka Pengangguran Daerah Asal Daerah Tujuan Migrasi Model Hybrida
TERIMA KASIH