RADIKALISME DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
IMPLIKASI PERUBAHAN LINGKUNGAN BAGI DINAMIKA POLITIK LOKAL
Advertisements

Berkelas.
PENYUSUN REFERENSI COVER e MATERI SK KD TP INDIKATOR.
Pendidikan Pancasila Dosen: Drs.Mudjiyana, M.Si
BELA NEGARA Pengertian Bela Negara
HAK ASASI MANUSIA PERKULIAHAN TGL 30 DESEMBER 2009.
POLITIK HUKUM PENGERTIAN :
POLITIK HUKUM.
PENDAHULUAN  marak terjadi aksi yang mengatasnamakan gerakan islam namun cara mengapresiasikanya memperlihatkan bahwa mereka bukan islam.  Dalam ajaran.
Pendidikan kewarganegaraan kelas xii semester ganjil
Persoalan Hak Asasi Manusia
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Arti pentingnya Pers dalam sistem komunikasi
Mengenal Gerakan Mahasiswa
WAWASAN NUSANTARA Oleh : Aditya Hendra Moh. Khoirul Anwar
Politik Luar Negeri Indonesia
Yoga Gandara : Pengabdian Sesuai Profesi
BAB 1 Pembelaan Negara A. Negara B. Pentingnya Usaha Pembelaan Negara
PEMAHAMAN WARGA NEGARA TENTANG KONSTITUSI DAN HAK ASASI WARGA NEGARA
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “HAK ASASI MANUSIA (HAM)”
Konsep dasar Politik dan pemerintahan
Bangsa Dan Negara (2) Pertemuan 04
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
STRATEGI KEMITRAAN POLRI DAN SENKOM
DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA
IDEOLOGI-IDEOLOGI DUNIA
Latar Belakang, Konsep, Implementasi dan Tantangan
INSTRUMEN HAM INDONESIA
Yurisdiksi Kekuasaan atau kompetensi hukum sebuah negara terhadap orang, benda ataupun peristiwa hukum. Yurisdiksi: Legislatif: membuat dan menetapkan.
TERORIS Yesi Marince.
Ketahanan nasional Geostrategi Indonesia  Pelaksanaan Geopolitik dalam negara Suatu cara atau pendekatan dalam memanfaatkan kondisi lingkungan Ketahanan.
KOMPETENSI V PERTEMUAN MINGGU VI
Ideologi yang Berkembang di Dunia
KOMPETENSI !V V PERTEMUAN MINGGU VI
MANUSIA DAN HUKUM.
P E NO L O G I FAKULTAS HUKUM UNIKOM.
KONFIGURASI SISTEM GLOBAL
MANFAAT KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI BAGI HUKUM PIDANA
BUDAYA POLITIK DI I N D O N E S I A
STRATEGI KOMUNIKASI BELA NEGARA DALAM MENGHADAPI RADIKALISME
PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM RELASI HUKUM DAN KEKUASAAN SERTA DALAM MENGHADAPI ISU-ISU GLOBAL Kelompok 10 Anesta Ebri Dewanty
Pancasila Sebagai Etika Politik (2)
SISTEM PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kekuasaan Negara.
Pendidikan Kewarganegaraan
Pengertian Penologi ? Sutharland
Negara dan Sistem Pemerintahan
Negara dan Sistem Pemerintahan
Pancasila Sebagai Etika Politik (2)
Pancasila Sebagai Etika Politik
IMPLIKASI PERUBAHAN LINGKUNGAN BAGI DINAMIKA POLITIK LOKAL
Hartanto, S.IP.,MA Kelas PLNRI-2015
Negara dan Sistem Pemerintahan
PENGANTAR KRIMINOLOGI
HUKUM DAN VIKTIMOLOGI PART. III
INSTRUMEN HAM INDONESIA
Mufatikhatul Farikhah, SH.,MH.
Iklim dan Lama Terjadinya Perubahan
DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
IMPLIKASI PERUBAHAN LINGKUNGAN BAGI POLITIK LOKAL
Menyiram Indahnya Keadilan dan Kedamaian
Pengertian dan Definisi Negara
Militer dan Budaya Politik Indonesia
Pidana & Pemidanaan di Berbagai Negara
RADIKALISME DALAM ISLAM Oleh : Dr. H
DEMOKRASI (2) MASYARAKAT MADANI.
 Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol,  Hukum adalah aspek.
HUKUM DAN VIKTIMOLOGI PART. I
KEWARGANEGARAAN Ary Handayani 1. Menggali sumber sosiologis & politis tentang pendidikan kewarganegaraan di Indonesia Membangun argumen tentang dinamika.
Transcript presentasi:

RADIKALISME DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI Paper Disampaikan Pada Lokakarya “Kemitraan Antara Polri dan Masyarakat Dalam Penanganan Radikalisme” Dalam Rangka HUT Bhayangkara Ke-65 POLRI Oleh Saut P. Panjaitan ( Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya ) Pangkal Pinang, 23 Juni 2011

RADIKALISME DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI Radikalisme (Radicalism) Paham / aliran yang ‘radikal’ dalam politik. Paham / aliran yang menginginkan perubahan/ pembaharuan sosial dan politik dengan cara yang drastis, atau kalau perlu dengan kekerasan. Sikap ekstrim dalam aliran politik. Kegiatan yang bertujuan merubah sistem sosial politik secara drastis.

Kelompok yang mempunyai keyakinan ideologi tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang berlaku. Kriteria Radikal Dalam kegiatannya sering menggunakan aksi-aksi kekerasan, dan bahkan kasar, terhadap kelompok masyarakat lainnya yang dianggap bertentangan dengan keyakinan mereka. Secara sosio-kultural dan sosio-religius, mereka mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang khas.

diwujudkan dengan cara : Kekerasan (violent) Sidney Jones menyatakan : … radikalisme lebih terbuka pada era sekarang, tetapi bibit-bibit radikalisme tertanam pada mereka yang melawan rejim represif Soeharto…. Contohnya, radikalisme pada masa Orde Baru terjadi pada peristiwa Tanjung Priok 1984. Para Pelaku radikalisme berangkat ke Afganistan untuk ikut berperang melawan Uni Sovyet pada masa itu, sekaligus dipersiapkan untuk melawan rejim represif Soeharto. Kaum radikal memandang dunia secara hitam putih, dan menganggap mereka yang paling benar. Sifat Radikalisme diwujudkan dengan cara : Kekerasan (violent) Tanpa kekerasan (non-violent)

Penyebab Timbulnya Radikalisme / Ekstrimisme Didorong oleh rasa ketidak adilan dan kekecewaan akibat tata sosio-ekonomis dan sosio-politis, yang sifatnya : diskualifikatif, dicirikan dengan sulitnya mendapatkan akses ke dunia kerja akibat ketidak mampuan bersaing karena rendahnya keterampilan dan pendidikan; Dislokasi sosial-ekonomis, dalam bentuk termarginalisasikannya kaum miskin dari sumber daya ekonomi, sosial, dan kultural; Deprivasi sosio-politis, dapat berupa proses pemiskinan masyarakat kelas bawah, lebih besar melalui lembaga-lembaga ekonomi yang sifatnya monopolitik, adanya konglomerasi dan masuknya modal asing yang berkolusi dengan elit penguasa lokal atas penguasaan sumber-sumber ekonomi dan politis. Penyebab Timbulnya Radikalisme / Ekstrimisme Muncul radikalisasi individual / kelompok di Asia yang mengatasnamakan : Ideologi perubahan atau keyakinan teokratis, dengan tafsir sempit, miopik, dan sepihak. yang secara radikal dan brutal justru disalahgunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan radikal dan ekstrim. Perbuatan radikal dan ekstrim inilah yang akhir-akhir ini dinamai dengan teror / terorisme.

Dalam perkembangannya, Terorisme dapat dilakukan oleh : Radikalisme yang diwujudkan melalui cara-cara kekerasan (terorisme), yang berarti “menakuti-nakuti” (to terrify) atau Terrere (Bahasa Latin) yang berarti “menimbulkan rasa gemetar atau cemas”, atau Irhab (Bahasa Arab) yang berarti intimedasi atau Khaafa (Bahara Arab) yang berarti takut. Pada awalnya terorisme mempunyai konotasi positif, yaitu dipergunakan oleh negara / pemerintah untuk menegakkan gagasan dan cita-cita demokrasi pada masa Revolusi Perancis (1793-1794), guna meredam kekacauan dan pemberontakan rakyat, yang mencirikan bahwa kegiatan rejim tersebut bersifat terorganisasi, deliberate, dan sistematis, dan bertujuanuntuk menggantikan sistem yang korup dan tidak demokratis. Rejim Perancis setelah Revolusi ini disebut “Republik de la terreur” (Republik Teror) di bawah Pimpinan Robespierre. Dalam perkembangannya, Terorisme dapat dilakukan oleh : Negara (state terrorism), yang dilakukan oleh rejim pemerintahan yang korup, represif, dan otoriter. Non – negara (non – state terrorism), yaitu terrorism against the state

Radikalisme / Fundamentalisme / Ekstrimisme Dilakukan dengan keyakinan, motif, tujuan, dan latar belakang politik (motif altruistik politik) Terorisme Mengharapkan konsekuensi politik sesuai dengan yang diyakininya. Political Crime / Political Offence Secara sadar menentang dan melawan tertib hukum, tertib politik, dan tertib sosial yang berlaku

Paradoks antara prilaku penjahat politik yang normal dan abnormal Pendekatan Untuk Memahami Radikalisme Dalam Politik ( Stephen Schafer ) Strukturalis Moralis Psikologis Paradoks antara orang yang berkuasa (powerful) dengan warga (powerless) Paradoks antara negara/penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan (corrupt) dan warga yang jujur (honest) Paradoks antara prilaku penjahat politik yang normal dan abnormal Negara dipandang sering menyalahgunakan kekeuasaannya, dan oleh karena itu harus dilawan oleh rakyat (Yang ingin dirubah adalah struktur pemerintahan / negara dan para Pemimpinya) Rakyat harus melawan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh negara/penguasa melalui para pemimpinnya (secara moral, tingkah laku pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan merupakan kejahatan politik, jadi harus dilawan) Sehingga kejahatan politik dapat dilihat sebagai gejala patologis (sakit jiwa), emosional (pemarah), dan irasional.

Kriminologi Radikalisme Penanggulangan radikalisme melalui sarana dan mekanisme hukum harus dilakukan secara hati-hati. Karena proses kriminalisasi yang tanpa memilah-milah, justru akan mendatangkan keresahan sosial (social unrest). Oleh karena itu, persoalan antara demokrasi / kebebasan (liberty) dengan keamanan rakyat (security) harus perlu dijaga harmonisasinya

Dalam negara demokrasi, radikalisme dapat menjadi faktor krimininogen, manakala ide/cita/nilai yang diyakininya diwujudkan melalui cara-cara kekerasan dan cara-cara yang melawan hukum (misalnya melalui terorisme dan pemberontakan) Pengaturan hukum terhadap bahaya radikalisme, terutama yang diwujudkan melalui cara-cara kekerasan dan melawan hukum, menjadi relevan manakala pengaturan dimaksud bertujuan untuk melindungi keamanan dan perdamaian umat manusia (human security). Sehingga penggunaan kekerasan dalam mewujudkan radikalisme melalui terorisme, dipandang sebagai suatu “extra-ordinary crime” yang harus ditanggulangi secara “extra-ordinary measures”, dikarenakan cara-cara memperjuangkan keyakinan dan ideologi politik seperti ini dipandang sebagai “hostes humanis generis” (musuh umat manusia).

Pro – Kontra Terhadap Kriminologi Radikalisme Offender – Oriented (Perlindungan HAM pelaku) Victim – Oriented (Perlindungan Korban) Bersifat massal - random Perlindungan terhadap ancaman : Hak untuk hidup Bebas dari rasa takut Kebebasan demokrasi Integritas teritorial Keamanan nasional Stabilitas pemerintahan yang sah Pembangunan Ketertiban umum Harmoni trhadap perdamaian internasional Penanggulangan radikalisme tidak cukup hanya sekadar melalui kriminalisasi yang bersifat kebijakan penal (pemidanaan), tapi perlu dicari upaya lain yang bersifat non-penal (non pidana)

Kebijakan Kriminal yang Intergalistik (Penal dan Non-Penal) Jalur Non-Penal Menangani faktor kondusif serta dapat menimbulkan kejahatan (kausatif dan mendasar). Pendidikan, economic prevention, pendekatan moral, peningkatan social welfare, dsb. Jalur Penal/Represif Kebijakan formulatif/legislatif (perumusan, hukum pidana). Kebijakan aplikatif (penerapan hukum pidana). Kebijakan eksekutif (pelaksanaan pidana oleh aparat penegak hukum) Upaya menjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat (material / immaterial) dari faktor-faktor kriminogen) Konsep / cara perbuatan melawan hukum dan apa sanksinya. Kriminalisasi ? Perbuatan melawan hukum. Pertanggungjawaban pidana (mens nea) Sanksi (punishment) Tindakan (treatment) Masyarakat dijadikan faktor penangkal kejahatan (anti-kriminogen) Dalam negara demokrasi, apakah wacana (kebebasan berpendapat) merupakan suatu kejahatan ? Social Policy Menghapus kondisi-kondisi sosial yang dapat menurunkan harkat dan martabat kemanusiaan, seperti kemiskinan, ketidakadilan, kebuta hurufan, diskriminasi, dsb. Hindari Overcriminilization

Pemahaman akan Kebhinekaan / Keberagaman Deradikalisasi Pencerahan Sosial Social Policy Soft-Approach Upaya strategis untuk memangkas seluruh jalur dan variabel yang dapat dipandang sebagai stimulan munculnya radikalisme. Pemahaman akan Kebhinekaan / Keberagaman

Referensi Antara News.com/berita/259918, diupdate tgl. 20 Juni 2011. Andi Hamzah. 1987. Hukum Pidana Politik, Jakarta, P.T. Pradnya Paramita. Hazewein Kell – Sceringe. Delik Politik di Indonesia. Hoofnagels, G.P. 1969. The Other Side Of Criminology. Kluwer Duventer Holland. Nawawi, Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bdg. Citra Aditya Bakti. Schafer, Stephen. 1974. The Political Criminal. New York – London, The Free Press. Soedarta. 1977. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung, Alumni. Wijngaert, Christine Van den. 1980. The Political Offences : Exception To Extradition. 1980.

Curriculum Vitae Palembang, 23 Juni 2011 Saut P. Panjaitan Nama Tempat/Tgl. Lahir Pekerjaan Pangkat / Jabatan Fungsional Jabatan Administratif Bidang Keahlian Pendidikan Organisasi : Saut P. Panjaitan Pontianak / 21 Januari 1963 Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Pembina Tk. I / Lektor Kepala Ketua Bagian Hukum Administrasi FH UNSRI Sekretaris BKBH Fakultas Hukum UNSRI Ketua Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum UNSRI Hukum Administrasi dan Pemerintahan Sarjana Hukum (FH UNSRI) – 1987 Magister Hukum (Pascasarjana UNPAD) – 1994 Sedang Menyelesaikan Pendidikan Doktor Ilmu Hukum pada Pascasarjana UNSRI. 1. Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN/HAN Se-Indonesia Wilayah Sumatera Selatan Aktif pada Badan Kerjaasma (BKS) Prodi MKn Se-Indonesia Perbakin Sumsel Palembang, 23 Juni 2011 Saut P. Panjaitan