HUKUM PERKAWINAN POLIGAMI OLEH: PUTU SAMAWATI, S.H.,M.H. NIP. 19800308 200212 2002
DASAR POLIGAMI Al-Quran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, PP Nomor 9 Tahun 1975, PP Nomor 10 Tahun 1983 dan PP Nomor 45 Tahun 1990
AL-QURAN QS. AN-NISAA : 3 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Al-Qur’an surat An-Nisaa’ [4]: 129 “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung...”
UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 3 ayat (2), yang menyatakan bahwa "Pengadilan dapatmemberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan".
UU Nomor 1 Tahun 1974 memperbolehkan poligami asalkan syarat-syarat tertentu dipenuhi. Seorang suami yang ingin berpoligami harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan (Pasal 4:1).
ijin untuk menikah lagi dapat diberikan jika salah satu dari syarat alternatif dipenuhi Pasal 4 ayat (2): a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain memenuhi salah satu syarat tersebut, semua syarat kumulatif di bawah harus dipenuhi Pasal 5 ayat(1): a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka; c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak anak mereka.
PP Nomor 10 tahun 1983 pejabat dari PNS yang bersangkutan akan memberikan ijin apabila ternyata : 1. Tidak bertentangan dengan ajaran atau peraturan agama yang dianut oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. 2. Memenuhi syarat alternatif dan semua syarat komulatif 3. Tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 4. Tidak bertentangan dengan akal sehat. 5. Tidak ada kemungkinan mengganggu tugas kedinasan yang dinyatakan dalam surat keterangan atasanlangsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau setingkat dengan itu.
PP Nomor 10 Tahun 1983 mempersulit Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk terlibat dalam perkawinan poligami. PNS laki-laki yang mau berpoligami dan PNS perempuan yang mau menjadi istri kedua/ketiga/keempat seorang yang bukan PNS harus memperoleh ijin dari pejabat (Pasal 4:1 & 3). PNS perempuan tidak boleh menjadi istri kedua/ketiga/keempat seorang PNS (Pasal 4:2).
PP Nomor 45 Tahun 1990 merupakan revisi PP Nomor 10 Tahun 1983 PP Nomor 45 Tahun 1990 merupakan revisi PP Nomor 10 Tahun 1983. Pada bulan Desember 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta PP tersebut direvisi kembali supaya peraturan yang ada tentang poligami mencakup bukan hanya PNS tetapi juga pejabat negara, pejabat pemerintah dan masyarakat umum. Presiden Republik Indonesia juga berencana memperketat sanksi kepada pelanggar PP
POLIGAMI SEBAGAI BENTUK PENGUNGGULAN LAKI-LAKI TERHADAP PEREMPUAN Poligami pada hakekatnya merupakan bentuk pengunggulan kaum laki-laki dan penegasan bahwa fungsi istri dalam perkawinan adalah hanya untuk melayani suami. Ini bisa terlihat dari alasan yang dapat dipakai oleh Pengadilan Agama untuk memberi izin suami melakukan poligami (karena istri cacat badan, tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dan tidak dapat melahirkan keturunan).
Dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami a. Timbul perasaan inferior, menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya. b. Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Tetapi seringkali pula dalam prakteknya, suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
Lanjutan….. c. Hal lain yang terjadi akibat adanya poligami adalah sering terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. d. Yang paling mengerikan, kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS) dan bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
Lanjutan…. e. Selain itu, dengan adanya poligami, dalam masyarakat sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu perkawinan yang tidak dicatatkan pada kantor pencatatan nikah (Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama). Perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Bila ini terjadi, maka yang dirugikan adalah pihak perempuannya karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi oleh negara. Ini berarti bahwa segala konsekwensinya juga dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
KEWAJIBAN SUAMI YG BERPOLIGAMI Pasal 5 ayat 1 (point b) UU no.1/1974 menyebutkan: salah satu syarat yang harus dipenuhi suami agar permohonan poligaminya disetujui Pengadilan adalah adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
LANJUTAN……….. Pasal 41 (poin c dan d) Peraturan Pemerintah RI No. 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No.1/1974 juga menyebutkan bahwa Pengadilan dapat memeriksa ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan: a. surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda- tangani oleh bendahara tempat suami bekerja ; atau b. surat keterangan pajak penghasilan, atau; c. surat keterangan lain yang dapat diterima Pengadilan.
LANJUTAN……….. pasal 42 ayat 1 PP No.9/1975…Pada saat proses pemeriksaan atas penghasilan suami, istri harus hadir Pasal 34 (ayat 1) UU No.1/1974 yang mengatur masalah hak dan kewajiban suami istri menyebutkan: Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.
PP No. 9/1974 pasal 41 poin d yang pada intinya menyatakan bahwa istri dapat meminta agar Pengadilan juga memeriksa ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil memenuhi kewajibannya dengan memerintahkan suami membuat surat pernyataan atau janji secara tertulis. Jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka dapat ditunjukkan dengan membuat surat pernyataan atau janji dari suami (pasal 41 poin d, PP No. 9/1975).
PROSES BERACARA BERPOLIGAMI Adapun proses dalam acara pengadilan agama dimana dalam pemeriksaan pengadilan harus memanggil dan mendengar istri yang bersangkutan. Pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah diterima surat permohonan beserta lampiran-lampirannya. Apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristri lebih dari satu maka pengadilan memberikan putusannya yang berupa ijin untuk beristri lebih dari seorang.
SATU LEBIH BAIK