Transisi Sumber Daya Manusia Keanekaragaman : Memperkenalkan Perbedaan di antara manusia. Konsekuensi Keanekaragaman : Positif : memberikan kesempatan yang luas kepada organisasi untuk mendapatkan orang-orang yang beragam dalam pikiran dan pengalaman Negatif : Menyebabkan peningkatan ketegangan dan konflik di tempat kerja.(berasal dari latar belakang yang berbeda, ras atau etnis)
Dimensi Keanekargaman (Yang dapat menciptakan konflik) Ras atau etnis Jenis Kelamin Halangan tetap fisik Orientasi seksual Usia
Komponen Umum dari Usaha Manajemen Keanekaragaman Pemisahan mengelolah keanekaragaman dari tindakan afermatif Membentuk komite keanekaragaman Menekankan keanekaragaman pada suksesi dan promosi Membangun manajemen akuntabilitas untuk keanekaragaman Membangun sistem mentor informal Mengintegrasikan pelatihan keanekaragaman dalam manajemen
Pendekatan pada keanekargaman meliputi 3 komponen: 1.Kesadaran Hukum 2.Kesadaran Kebudayaan 3.Pelatihan kepekaan
Manajemen keanekaragaman, kesetaraan kesempatan kerja dan tindakan afermatif Manajemen Keanekaragaman berhubungan dengan pengembangan inisiatif organisasi yang menghargai bahwa orang mempunyai derajat yang sama, tanpa melihat perbedaan mereka. Kesetaraan kesempatan kerja adalah konsep yang luas yang menunjukkan bahwa setiap orang harus mendapat perlakuan yang sama pada semua tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan. Tindakan Afirmatif suatu proses dimana perusahaan mengidentifikasikan permasalahan,menentukan sasaran dan mengambil langkah positif untuk menjamin kesetaraan kesempatan bekerja yang sama bagi orang dalam kelompok yang dilindungi.
Mengapa Tindakan Afirmatif diperlukan (beberapa alasan) Tindakan afirmatif diperlukan untuk mengatasi ketidakadilan masa lalu atau menghapus pengaruh dari ketidakadilan Wanita dan golongan minoritas telah mendapat bagian yang terberat pada ketidakadilan pada masa lalu, tetapi sekarang keadilan sudah didapat Menambah jumlah wanita dan minoritas akan memberi manfaat pada masyarakat AS dalam jangka panjang Penggunaan yang benar dari tindakan afirmatif tidak akan menimbulkan diskriminasi terhadap kaum pria atau golongan minoritas Tindakan Afirmatif meningkatkan keberadaban dan toleransi dalam jangka panjang melalui interaksi yang dipaksakan
Mengapa Tindakan Afirmatif seharusnya dihapuskan (Beberapa Alasan) Menciptakan perlakuan khusus pada wanita dan minoritas berdampak bagi diskriminasi yang terbalik Tindakan afirmatif berdampak pada organisasi polarisasi dan pemisahan yang lebih besar pada batas jenis kelamin dan rasial Tindakan afirmatif menodai mereka yang dirancang untuk memberikan bantuan Tindakan afirmatif menghukum orang-orang (pria dan wanita) walaupun mereka tidak bersalah dalam praktik pendiskriminasian Perlakuan khusus melalui tindakan afirmatif membawa konflik antar-kelompok yang dilindungi
Golongan Etnis Pengertian Golongan Etnis Koentjaraningrat (1990) antropolog Indonesia memberikan batasan sebagai berikut: “Suatu golongan manusia yang terikat dalam kesadaran dan identitas akan kesatuan, kebudayaan, kesadaran, identitas dan bahasa Sementara Tumin (Gardner dan Aronson, 1968) mendefinisikan golongan etnis demikian: " Suatu perkumpulan orang-orang menganggap diri mereka dan oleh orang lain secara bersama mempunyai satu atau lebih karakteristik berikut : a) Agama; b) Asal rasial (ditandai oleh karakteristik phisik khusus); c) Asal negara; d) Bahasa& tradisi budaya.“ Jadi sebuah kelompok disebut golongan etnis memerlukan karakteristik-karakteristik tertentu seperti agama, ras pribumi, wilayah dan budaya dan tradisi tersendiri.
Thompson (Baron dan Byrne) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang terkait dengan kelompok etnis adalah aspek fisik, aspek psikologis aspek sosial budaya. Menurutnya aspek fisik adalah mengenai rasa penerimaan diri atas atribusi fisik pada etnis atau ras seperti warna kulit, jenis rambut, dan bentuk fisiologis lainnya. Pada aspek psikologis hal ini menunjukkan rasa kepedulian pada komitmen pada kelompok etnis atau ras, termasuk rasa bangga pada keanggotaan dan tanggung jawab pada kelompoknya. Aspek sosial budaya merupakan perwujudan tingkah laku individu terhadap masalah sosial budaya dan isu-isu kemasyarakatan.
Etnosentrisme Sumner (Schaefer & Lamm) menyebutkan bahwa etnosentrisme merujuk pada kecenderungan kelompok berasumsi bahwa dirinya lebih tinggi dan maju ketimbang kelompok lainnya. Hal ini yang kemudian diadaptasi oleh kelompok etnis yang merasa budaya dan cara hidupnya lebih tingggi dan maju ketimbang kelompok etnis lainnya. Sekiranya seorang yang etnosentris akan merasa bahwa budaya kelompok lain (yang bukan bagian dari kelompok dirinya) merupakan penyimpangan dari “normal”. Hal ini muncul sebagai akibat tidak saling kenalnya antarsuku bangsa.
Kondisi Mayoritas-Minoritas Hubungan antar kelompok memiliki banyak bentuk. Salah satunya adalah bentuk mayoritas-minoritas. Sering kita mendengar kata mayoritas-minoritas. Secara awam mayoritas dianggap sebagai “yang berjumlah lebih besar” dan minoritas berarti “yang berjumlah lebih kecil”. Kinloch (Sunarto)sosiolog mencoba mendefinisikan konsep mayoritas-minoritas dengan mengajukan pemahaman mayoritas Berangkat dari pemahaman tersebut maka mayoritas berarti suatu kelompok kekuasaan. Kelompok tersebut menganggap dirinya normal sementara kelompok lainnya (yang oleh Kinloch selanjutnya disebut sebagai minoritas) dianggap tidak normal serta lebih rendah karena dinilai karakteristik tertentu (semisal fisik, budaya, tingkah laku, dll.). Akibat dari anggapan itulah maka acapkali kelompok minoritas mengalami macam-macam bentuk eksploitasi dan diskriminasi.
Golongan Pribumi dan Nonpribumi Terdapat dua golongan besar etnis di Indonesia yaitu golongan etnis pribumi dan golongan etnis pendatang (Eropa, India, Cina) (Sanjatmiko, 1999). Merujuk pada Tumin (1968) maka kelompok etnis pendatang merupakan kelompok etnis yang amat berbeda dengan etnis yang berada di wilayah Hindia Belanda (atau Republik Indonesia saat ini).
Dalam penelitian ini yang akan disorot secara khusus adalah golongan etnis pribumi (yang selanjutnya disebut golongan pribumi) dan golongan etnis pendatang (selanjutnya secara khusus disebut golongan etnis Cina). Arief (1997) bahwa yang disebut sebagai golongan pribumi adalah golongan masyarakat yang berasal dari seluruh suku atau campuran dari suku-suku asli di wilayah kedaulatan Republik Indonesia selain etnis Cina Sementara golongan etnis Cina adalah golongan masyarakat yang memang keturunan Cina ataupun salah satu dari kedua orangtuanya berasal dari etnis Cina.
Teori Asimilasi Konsep asimilasi seringkali terdengar ketika kita mencoba melakukan satu telaah terhadap fenomena hubungan antar kelompok masyarakat yang di dalamnya terdapat kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Hubungan ini menurut Koentjaraningrat (1990) merupakan satu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.
Menurut Koentjaraningrat asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada: golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Sikap Sikap sudah sejak lama merupakan salah satu konsep yang dianggap paling penting dalam psikologi sosial. Bahkan Thomas dan Znaniecki (Allport,) mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi ilmiah tentang sikap (“the scientific study of attitude”). Namun secara umum, sikap dijabarkan sebagai reaksi evaluasi (positif atau negatif) terhadap sesuatu (orang, benda, institusi, kelompok sosial atau kejadian). Ciri khas dari sikap adalah (1) mempunyai obyek tertentu (orang, jenis kelamin, etnis, tingkah laku, konsep, situasi, benda, dsb.) dan (2) mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka),
Pembentukan Sikap Sikap sebagai produk psikologis tidaklah muncul begitu saja dalam diri seseorang. Sikap yang muncul dari individu merupakan hasil interaksi antara diri dan dunia luar (lingkungan). Tak heran jika hubungan timbal balik ini mempengaruhi tingkah laku individu. Dalam interaksi sosial yang meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial dibutuhkan banyak faktor guna mendukung pemunculan sikap. Faktor-faktor yang seringkali menjadi acuan bagi munculnya sikap adalah (Azwar) media massa, pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, lembaga pendidikan, lembaga agama pengaruh emosi.
Pengukuran Sikap Salah satu hal penting guna memahami sikap dan tingkah laku manusia adalah masalah pengukuran sikap. Perlu dilakukan pengukuran sikap karena sikap tidak dapat diobservasi, keberadaannya hanya dapat diduga dari respon yang tampil atau disebut indikator.
Beberapa diantara metode pengukuran sikap yang cukup umum dilakukan adalah penanyaan langsung (direct questioning), observasi tingkah laku dan pengukuran melalui skala sikap. Metode pengukuran dengan skala sikap dianggap mampu memberikan penafsiran terhadap sikap manusia dengan lebih cermat dan dapat diandalkan.
Menurut Edwards (1957), skala sikap adalah alat yang mudah (tidak rumit), cepat dan dapat mencakup sejumlah responden sekaligus. Skala sikap memungkinkan untuk mengetahui derajat perasaan responden terhadap obyek sikap. Dilihat dari bentuknya, suatu skala sikap tidak lain daripada kumpulan pernyataan-pernyataan sikap mengenai obyek sikap yang diukur.
Sikap terhadap Golongan Etnis Cina Sikap merupakan derajat afek (mengandung penilaian) positif atau negatif terhadap suatu obyek psikologis. Selanjutnya obyek psikologis yang hendak dinilai oleh masyarakat golongan pribumi adalah golongan etnis Cina. Jadi secara singkat sikap pada penelitian ini adalah derajat afek positif atau negatif dari masyarakat golongan pribumi terhadap golongan etnis Cina di Indonesia.