Efektivitas Kebijakan Perundang-undangan thd Pencapaian Swasembada Pangan Oleh: Dedi Junaedi Tenaga Ahli Mentan Bidang Informasi dan Komunikasi Bogor, 24 Agustus 2011 26 Mei 2011
Pengalaman Swasembada Target Swasembada Swasembada Beras I & II RUANG LINGKUP Definisi Pengalaman Swasembada Target Swasembada Swasembada Beras I & II Kebijakan & Perundangan Analisisis Efektivitas Kebijakan
DEFINISI Perundang-undangan: Segala bentuk peraturan mulai dari UU, PP, Kepres, Inpres, Permen yang mengatur tentang kebijakan pangan dan budidaya tanaman pangan/pertanian Swasembada Pangan: Kondisi ketahanan pangan dimana sebuah negara mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan warganya dengan pasokan minimal 90% berasal dari kemampuan produksi dalam negeri (FAO).
Pengalaman Swasembada Beras 1984 Beras 2008-sekarang Jagung 2009 Swabada Daging dan telur ayam (2009-sekarang)
Target Swasembada 2014 Swasembada Beras Berkelanjutan (Surplus 10 juta ton, Cad 3,5 juta ton) Swasembada Jagung Swasembada Gula Swasembada Kedelai Swasembada Daging Sapi
Swasembada Beras Swasembada I (1984-1985) Kebijakan Ektensifikasi dan Intensiifikasi melalui Program Bimas dan Insus berhasil melejitkan produksi padi dari 21 juta ton GKG (1973) menjadi sekitar 40 juta ton GKG (1984) sehingga tahun 1985 Indonesia mendapat penghargaan FAO. Sejatinya, saat itu masih ada impor beras sekitar 400.000 ton dan ekspor 60.000 ton ke negara rawan pangan. Swasembada II (2008-2011) Kebijakan P2BN (bantuan benih dan pupuk, SL-PTT) dimulai tahun 2006 berhasil meningkatkan produksi dan produktivitas hingga swasembada kembali tercapai. Produksi gabah 2008 mencapai lebih 60 juta ton GKG, surplus 5 juta ton beras.
Kebijakan Perundangan UU 41/2009 PLPB UU 18/2009 Peternakan & Keswan UU 7/96 Pangan UU 12/92 Sistem Budidaya UU 16/2006 Penyuluhan Kepres 39/1978 Bulog BP Bimmas. Kepres 62/1983 Kepres 36/1980 Insus UU Agraria 5/1960
Kebijakan Perundangan (1969-1984) UU No 5/1960 Pokok Agraria Amanat Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik RI, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong.
Kepres da PP Badan Urusan Logistik (BULOG) Sejarah Bulog: Voeding Middelen Fonds (VMF) berdiri 1939; tugasnya membeli, menjual dan mengadakan persediaan bahan makanan. 1942-1945 VMF dibekukan dan diganti dengan "Sangyobu Nanyo Kohatsu Kaisha". 1945-1950, Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat (PMR) dan 1947/48 dibentuk Kementrian Persediaan Makanan Rakyat
Sejarah Bulog 1950 Yayasan Bahan Makanan (BAMA) 1952 Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) 1958 selain YUBM (ditugaskan untuk impor) ada pula YBPP (Yayasan Badan Pembelian Padi) 1964 YUBM dan YBPP dilebur menjadi BPUP (Badan Pelaksana Urusan Pangan) (1964-1966). 1966 BPUP dilebur menjadi Kolognas (Komando Logistik Nasional) (1966-1967). 1967 KOLOGNAS diganti dengan BULOG (Badan Urusan Logistik) (1967-1969) melalui Keppres No. 114/1967.
Sejarah Bulog Berdasarkan KEPPRES RI No. 272/1967, BULOG menjadi "Single Purchasing Agency" dan Bank Indonesia sebagai Single Financing Agency (Inpres No. 1/1968). 1969 Bulog direorganisasi dengan Keppres 11/1969. Tugasnya: membantu Pemerintah untuk menstabilkan harga pangan khususnya 9 bahan pokok. BULOG terus disempurnakan melalui Keppres No. 39/1978, 50/1995, 45/1997, 19/1998, 29/2000, 166/2000,103/2001, dan akhirnya menjadi Perum Bulog berdasar PP No 7/2003 dan direvisi lagi PP No 61/2003
Kepres No 36/1980 tentang Intensifikasi Khusus (Insus) Pemberian premi Rp 3/kg GKG yang menjual gabah kepada pemerintah (sampai 50% hasil Insus per Poktan) Berlaku mulai musim tanam 1980 dari dana subsidi pangan Pembayaran satu bulan sebelum tanam atau selambat-lambatnya dua pekan sebelum tanam musim berikutnya. Pembayaran melalui BRI kepada Poktan peserta Insus
Kepres No 9/1982 Tunjangan Pangan Pegawai Negeri Pensiunan Pegawai Perusahaan Keperluan Khusus Operasi Pasar
Bimas dan Badan Pengendalian Bimas Dasar: Kepres No 6/1979 (Bimas) dan Kepres No 62 (BP Bimas) Bimas: perangkat terpadu dari kegiatan penyuluhan, disertai penyediaan paket saprotan dan kredit, untuk peningkatan produksi pertanian melalui intensifikasi tanaman padi, palawija, hortikultura, peternakan, perikanan, dan perkebunan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani, peternak, nelayan dan keluarganya
BP Bimas Badan Pengendali Bimas adalah wadah koordinasi non struktural yang menyeleng- garakan Bimas dipimpin oleh Menteri Pertanian selaku Ketua, dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan selaku Ketua Bidang Tanaman Pangan, Menteri Muda Urusan Peningakatan Produksi Tanaman Keras selaku Ketua Bidang Perkebunan, Menteri Muda Urusan Peningkatan Urusan Produksi Peternakan dan Perikanan selaku Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan;
Kepres 62/1982
Kebijakan Harga Gabah/Beras Harga Dasar Gabah (1969-2000) HDG diterapkan untuk memberi jaminan profitabilitas bagi petani minimal 30% dan dengan memperhatikan perkembangan harga beras dan biaya hidup. Harga atas ditetapkan untuk memberi insentif bagi pedagang secara wajar. Formula HA =1,155*HD Harga Pembelian Pemerintan (2001-sekarang) HPP dipakai karena HDG dipandang tidak efektif karena intrumen pendukung (pembatasan impor dan kemampuan Bulog saat panen raya) tidak memadai.
Kebijakan Perundangan (1992-2011) UU Sistem Budidaya Tanaman (12/1992) UU Pangan (7/1996) UU Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutana (16/2006) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan (18/2009) UU Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (41/2009)
Kebijakan Turunan (1992-2011) 21 buah PP (antara lain tentang Usaha Budidaya Tanaman Skala Luas; Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan; Pupuk; Perbenihan; Alsintan; Bakorluh; Ketahanan Pangan; Perlindungan Tanaman; Keamanan dan Mutu Pangan; Sistem Kewaspadaan pangan; Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan Penyuluhan 25 Keppres, 9 Perpres, 9 Inpres, dan sedikitnya 31 Permentan
Kebijakan Efektif? Mencapai sasaran Menjadi solusi, Menciptakan Sinergi Berjalan baik (Implementatif) Berwibawa (instrumental)
Beberapa Indikator Postur Anggaran Nominal naik, proporsi menurun Anggaran Deptan 1983 (13,5% APBN), 2010 (1,3% APBN), Anggaran Pertanian 2010 (4,5%) Komitmen Pusat – Daerah variasi dan gap antardaerah dalam implementasi program dan kebijakan Capaian kinerja - kuantitas (produksi dan produktivitas) - kualitas (NTB, PDB, neraca pembayaran)
PDB DAN NTP PDB PERTANIAN SEMESTER I 2011: RP 549,5 TRILYUN (NAIK 3,7%) KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDB NASIONAL 15,5% NTP PER JULI 2011 104,7
NERACA EKSPOR IMPOR EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN SEMESTER I 2011: US$ 17,95 MILYAR IMPOR BARANG KONSUMSI SEMESTER I 2011: US$ 6,35 MILYAR NERACA EKSPOR IMPOR PERTANIAN SEMESTER 1 SURPLUS US$ 11,6 MILYAR
Jazakumullah...