Eksternalitas Penyiaran Agus Triyono agus.triyono@ums.ac.id @gustriums
Perkembangan Televisi di Indonesia Indonesia menjadi negara ke empat di Asia yang memiliki media penyiaran televisi setelah Jepang, Philipina dan Thailand ditandai dengan lahirnya Televisi Republik Indonesia tepat pada perayaan hari ulang tahun ke – 17 Republik Indonesia, 17 Agustus 1962 Setelah digantikan dengan Orde Baru, TVRI kemudian menjelma menjadi satu-satunya media penyiaran yang menjadi instrumen politik pemerintah.
Pada era Orde baru, TVRI menjelma menjadi televisi pemerintah yang berfungsi menyampaikan suara serta menjadi alat propaganda pemerintah dan bukan sebagai juru penerang masyarakat. Dengan segenap kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, pemerintah melakukan filter terhadap isi siaran, topik yang dibahas, maupun narasumber yang dihadirkan pada setiap program yang ditayangkan oleh TVRI.
Kemunculan TV swasta pada akhir 1989 oleh RCTI yang menjangkau wilayah siaran Jakarta dan sekitarnya, pada awalnya dilakukan dengan model komersial (pay-tv). Satu tahun kemudian, 1990, SCTV lahir sebagai televisi jaringan yang beroperasi di Surabaya, sebagai kota terbesar setelah Jakarta. Kemunculan TPI memunculkan kecemburuan pada jaringan televisi sebelumnya.
Sejarah penyiaran pun berubah pada 18 Januari 1993 melalui SK Perubahan yang dikeluarkan oleh Menpen. Surat Keputusan tersebut secara jelas mentapkan bahwa stasiun televisi swasta yang sebelumnya hanya diijinkan melakukan siaran lokal kini boleh memperluas jaringan siaran dengan sistem satelit. pemerintah juga menetapkan adanya dua stasiun televisi yang memperoleh ijin baru, yakni : ANTV dan Indosiar. Tak lama kemudian lahir lah beberapa stasiun televisi swasta, Metro TV, LATIVI (sekarang berubah menjadi TVone), TRANS TV, TRANS 7 dan Global TV.
Quo vadis TV Publik ? TVRI sejauh ini masih tetap teralienasi dari fungsi-fungsi ideal sebuah lembaga penyiaran milik masyarakat. Pada 16 April 2003, Pemerintah meresmikan perubahan status TVRI dari perusahaan jawatan (perjan) menjadi perseroan terbatas (PT). Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 9/2002 tentang pengalihan status TVRI dari perusahaan jawatan menjadi Perusahaan Perseroan (perseroan terbatas).
UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 (pasal 14) secara tegas menetapkan status TVRI (dan RRI) sebagai lembaga penyiaran publik. Merujuk pada klausul ini, TVRI sebagai lembaga penyiaran publik seharusnya berstatus badan hukum milik negara (BHMN). Perubahan status menjadi perseroan terbatas dengan demikian bertentangan dengan proyeksi TVRI sebagai lembaga penyiaran publik.
Pudarnya Lokalitas Keanekaragaman budaya, adat-istiadat, kreasi dan seni hampir tidak pernah nampak di stasiun televisi. Televisi kerap kali menampilkan liputan sisi negatif dari daerah dan mengabaikan muatan lokal yang sebenarnya. Sistem pertelevisian kita memang tidak dapat mendukung kebinekaan yang senantiasa kita usung. Penyeragamaan,dengan Jakarta sebagai induk, itulah terminologi sederhana untuk menggambarkan bagaimana stasiun televisi kita bekerja
Asosiasi Televisi Lokal Indonesia menjelaskan bahwa sampai dengan tahun 2011 sudah terdaftar 36 televisi lokal yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Televisi lokal punya peluang membawa nilai-nilai luhur budaya daerah, dengan mengangkat budaya dan kearifan lokal) yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Mahalnya Ongkos Politik Dengan siaran yang mampu menjangkau seluruh wilayah di Indonesia, tentunya bukan harga murah untuk dapat menjalankan komunikasi politik melalui televisi. Bagi parpol, calon anggota DPR maupun para peserta pemilukada serta pilpres, dibutuhkan belanja iklan yang tidak sedikit. Partai dengan sumber dana yang relatif kecil tentunya akan kalah bersaing dengan parpol yang bermodal besar.
Kegiatan komunikasi politik yang dilakukan melalui media televisi tersebut memunculkan dampak negatif terhadap iklim politik di Indonesia. 1. Terkikisnya karakter demokrasi 2. Melemahkan karakter politik demokrasi dengan memusatkan dan menasionalisasikan politik 3. Adanya biaya dan kepentingan TV dengan menempatkan bayaran pada tempat (spot) yang diproduksi dan dikemas secara elegan dan baik sesuai dengan pesanan
Tayangan Anak dan Budaya Konsumerisme Sebagai media yang tidak membebani masyarakat untuk menikmatinya serta dengan tampila audio-visual, televisi merupakan media yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Televisi berupaya membuat program siaran yang menarik bagi mereka yang pada akhirnya menarik bagi produsen untuk mengiklankan produk dan jasa mereka.
Kajian awal mengenai hubungan antara tayangan anak dengan minat beli bersikap pemisis. Mereka melihat bahwa anak-anak tidak mempunyai daya beli atas setiap produk yang diiklankan. Akan tetapi, agaknya para pemikir awal tersebut lupa bahwa anak-anak mempunyai power yang dapat memaksa orang tua nya mengikuti apa yang mereka inginkan.